Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapter 13: Pertarungan Sengit di Uzumakigakure

Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto © Masashi Kishimoto
The Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning: Sequel from ‘HEART’. Semi-Canon. Semi-Crossover with The Lord of The Rings. Romance/Adventure. A bit Fantasy. OOC
Pairing insert: Naru/Saku, Mina/Kushi, Sasu/Hina, Shika/Ino, Kaka/Kure
.
.
 “Aku tidak terlalu suka dengan rupaku ini. Tidak buas sama sekali.” Byakko memperhatikan kedua tangannya dengan ekspresi datar. Memang biasanya terdapat kuku-kuku indah nan tajamnya di sana. “Tapi yang jelas kini dia telah bangkit. Menurut kalian apakah dia pantas mendapatkan kepercayaan kita?”
“Tentu,” tukas Seiryuu dengan  menyeringai. “Dia akan mengobrak-abrik tempat kita. Lihat saja.”
.
.

Chapter 12
Pertarungan Sengit di Uzumakigakure
.
.
            “Yosh! Mari kita bersenang-senang! Siapkan diri kalian ya wahai, Dewa-dewa Sombong!” Naruto menyeringai. Ia lantas menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada. Ia mengumpulkan banyak chakra dari alam sekitarnya. Alam pun bereaksi. Tanah di bawahnya bergetar, angin berembus kencang sehingga memiringkan pohon-pohon raksasa yang kokoh itu, lalu gelombang air di sekitar Uzumakigakure semakin meninggi. Namun, sepertinya ia terlalu banyak mengumpulkan chakra sehingga baru menyadari ada jurus api, angin, pasir, dan air yang datang menuju ke arahnya. “Oi, oi, yang benar saja! Kaze no tate[1]!”
            Lalu perisai angin berputar menyelimuti tubuh Naruto. Jurus-jurus itu saling bersinggungan dengan perisai Naruto dan terlempar ke sembarang arah. Ia pun dapat terhindar dari serangan itu. Namun serangan sekaligus itu membuat ledakan di beberapa wilayah di sekitar Naruto dan sekejap hancur-lebur.
Mata Naruto membesar. Ia merasakan sebuah angin puyuh menyerang bukit yang sedang ia pijak. Ia pun melakukan salto tinggi hingga berdiri di atas dahan pohon yang tersisa di dekatnya. Dari dahan pohon Naruto memperhatikan angin puyuh itu melibas bukit-bukit lain dengan jalur lurus. “Sugoi! Ini pasti kerjaan Seiryuu ya?—eh?” Naruto menengok ke atasnya. Ia merasakan dingin yang luar biasa. “Shunshi no jutsu!”
Dengan sekejap Naruto merunduk di atas sebuah tanah yang jaraknya 100 meter dari pohon itu. Dahinya mengerut. Ia melihat pohon itu tersiram air, namun seketika pohon raksasa itu membeku menjadi es. Es itu pun langsung hancur berkeping-keping dan berserakan ke tanah, membuat tanah di sekitarnya bergetar. Naruto lagi-lagi menyeringai. “Sadis juga. Untung saja aku berhasil menghindarinya.”
Sampai kapan kau mau menghindar dari kami Uzumaki Naruto?
Kepala Naruto mendongak ke langit. “Jadi mereka sudah mengenalku ya? Bagaimana aku bisa menyerang?! Kalian sama sekali tidak memberikanku kesempatan!” Ia lantas merasakan tanah di bawahnya berubah liat dan ia nyaris terisap. Naruto pun terbang ke angkasa dan memutuskan melayang di sana. Ia menyadari ada sebuah batu besar asing yang baru dilihatnya berada di tanah dekat dengannya dan malah geleng-geleng kepala. Batu itu yang membuat tanah di sekitar wilayah petarungan menjadi lumpur dan mengisap apa saja yang ada di permukaan tanah. “Gawat. Bisa-bisa Uzumakigakure bisa hancur kalau begini terus.”
Apa kau yakin melayang di tempat terbuka seperti itu?
Mata Naruto lalu membesar, sebuah api hitam telah melingkar di sekitarnya. “Sialan!”
.
.
“Lepaskan! Aku tidak bersalah! Kalian tidak bisa menangkapku karena Naruto memang masih hidup!” Sakura berontak ketika seorang ANBU mengikatnya dengan tali yang mengisap cakranya. Meski ia tidak bisa menggunakan kekuatan supernya, ia masih berusaha berontak.
Para ANBU yang bertugas di bawah pengawasan Negara Hi dan Daimyou sendiri yang menangkap Sakura di rumahnya. Itu pun dilakukan dua jam setelah upacara pemakaman Naruto yang akhirnya gagal dilaksanakan.
“Kau sudah membuang sia-sia uang yang sudah aku keluarkan! Kau pikir makam itu tidak mahal?! Jangan seenaknya ya perempuan manja! Kau akan tahu kau sekarang sedang berhadapan dengan siapa!” Daimyou memaki-maki Sakura sambil menunjukkan kipas kesayangannya itu tepat ke wajah Sakura. Ia lantas menampar pipi kunoichi itu hingga mulutnya berdarah.
Gigi Sakura bergemeretuk. “Aku tidak takut denganmu! Tua Bangka sialan! Lepaskan aku! Lepaskan!” Sayangnya Sakura merasakan tubuhnya semakin melemah, ia pun tidak punya kekuatan ketika Daimyou meminta para ANBU membawanya pergi ke penjara Negara Hi.
Sementara penangkapan mendadak ini tidak diketahui siapapun, termasuk Tsunade. Namun di sebuah pohon ada sosok yang tengah bersembunyi dan melihat kejadian naas itu. “Aku harus segera melaporkannya ke Tsunade-sama!”
.
.
Suzaku memasang wajah sangar di Lembah Api yang menjadi rumahnya. Ia tampak puas dengan serangan yang ia buat tadi pada Naruto. “Hh, tidak ada seorang pun yang bisa menghindari cengkraman api nerakaku. Kau pasti akan terbakar habis sekarang!”
“Oi, oi, Suzaku! Kau serius melakukannya? Dia itu anak Miyazaki lho. Kemungkinan besar juga ia yang punya andil besar untuk menggunakan segel itu.” Suara Genbu memenuhi pikiran Suzaku.
“Berisik! Jika ia tidak mampu menghalau seranganku, itu artinya ia tidak bisa menggunakan segel itu, tahu! Lagi pula aku benci ditantang oleh anak ingusan seperti dia. Baru bisa membuang ketujuh dosanya saja ia sudah berlagak seperti itu.” Suzaku pun semakin menyeringai saat mendengar teriakan nyaring kesakitan dari pusat Uzumakigakure.
Sementara itu di salah satu balkon Rumah Besar Uzumakigakure, Kushina bisa melihat apa yang tengah terjadi di sekitar Menara Segel Empat Penjuru Mata Angin. “Suara pertarungannya keras sekali. Tapi aku yakin Naruto bisa menyelesaikannya dengan baik.” Bibirnya menyunggingkan senyum.
“Apa tidak masalah, Nee-sama? Kalau begini terus Uzumakigakure bisa hancur.” Di sebelah Kushina ada Rin yang juga memperhatikan pertarungan yang sebenarnya jaraknya sangat jauh dari Rumah Besar Uzumakigakure. Namun yousei memiliki pandangan mata yang cukup luas. Mereka memang mampu melihat apa saja yang ada di depan matanya dalam jarak beratus-ratus kilometer sekalipun.
“Hah? Kau kenapa jadi khawatir begitu, Rin? Kan ada kau di sini,” jawab Kushina enteng.
Mata Rin menyipit. Ia pun menggerutu dalam hati. Ya ampun, lagi-lagi aku harus membuang tenaga untuk mengubahnya jadi seperti semula.
“Tapi kau tenang saja, Rin. Karena Naruto akan menyelesaikan ini dengan cepat.”
Di Lembah Api, Suzaku bisa melihat abu yang betebaran dari api hitam yang mengalir di salah satu sudut langit Menara Segel Empat Penjuru Mata Angin. Ia pun tertawa terbahak-bahak. “Kalian lihat, kan? Aku berhasil mengalahkannya!”
“Cih! Aku juga punya andil memojokan Uzumaki Naruto, tahu!” Byakko protes.
“Ckckck, kau jangan senang dulu, Suzaku. Orang yang mengira menang lebih dulu, akan kalah telak nantinya,” titah Seiryuu. Ia merasa ada yang janggal dengan Naruto yang dengan mudah dikalahkan mereka. Dulu saja, Rikudou Sennin melakukan perlawanan sengit. Namun Naruto tampak meloncat ke sana kemari, dan menghindar saja. Pasti ada yang sedang ia rencanakan.
“Haah, aku berhasil selamat. Panas apinya terasa sekali sampai di sini ya.” Naruto mengibaskan tangannya ke wajahnya untuk menciptakan angin. Wajahnya terasa panas sekali.
Mata Seiryuu membelalak. “K-kau? Sejak kapan kau ada di sini?!”
Naruto memperhatikan sosok di depannya dengan kepala miring. “Rupamu serba biru … kau ini Seiryuu ya? Sepertinya aku malah masuk kandang Naga ya.” Ia malah tertawa sambil mengusap belakang kepalanya.
“Kenapa kau bisa sampai ke sini?!” Seiryuu tampak kaget setengah mati. Tidak ada seorang pun yang bisa masuk ke wilayah Lembah Shi no Ujigami, kecuali diizinkan oleh mereka, atau melakukan penyusupan diam-diam. Ia tidak percaya Naruto bisa masuk ke wilayahnya yang terbilang sangat dijaga itu. Kenapa aku baru menyadari kehadirannya di depanku begini?!
Mata Naruto berputar, tangannya pun menggenggam dagunya. “Kenapa ya? Sepintas di pikiranku aku membayangkan tempat ini, lalu aku pun melakukan sunshin  ke sini.”
Seiryuu mundur dari pijakannya. Pemuda di depannya ini memang terlihat santai, namun kemampuan pandangannya dan penyusupannya melebihi yousei yang pernah ia temui seumur hidupnya.
“Baiklah. Aku harus kembali ke wilayah Menara Segel Empat Penjuru Mata Angin. Kalau menyerangmu secara langsung di sini, sepertinya aku tidak akan bisa menghancurkanmu ya,” ujar Naruto seraya tersenyum lebar. “Sampai jumpa!” Dan menghilang dari sana.
Seiryuu bergidik. “Ck, bocah sialan. Senyumannya itu sangat menyeramkan.” Ia lalu mulai melakukan percakapan telepati lagi dengan ketiga dewa lainnya. “Heh! Suzaku! Seranganmu gagal! Sudah kubilang kau ini memang terlalu percaya diri!”
“Apa maksudmu, Naga bodoh?!” Suzaku pun tersulut amarahnya. Pasalnya ia sudah yakin sekali telah mengalahkan Naruto.
“Berisik! Lihat saja sebentar lagi! Bocah ingusan itu akan mengeluarkan seluruh kemampuannya!”
“Grr! Apa kau bilang?”
“Huaa! Tempat ini masih panas ya. Harusnya aku tadi tetap tinggal di Lembah Angin saja ya!” Naruto tiba kembali di wilayah Menara Segel Empat Penjuru Mata Angin. Ia berdiri di satu-satunya tebing yang tersisa di sana.
Para ketiga dewa itu pun tersentak mendengar suara yang menyebalkan itu.
Cih! Bocah ingusan sialan. Aku akan membakarmu sampai tinggal abu!
Naruto pun dapat mendengar suara penuh amarah itu. “Oh, jadi kau yang tadi menyerangku dengan api hitam ya.” Mata Naruto lalu bergerak ke kanan. Ia dapat merasakan hawa panas yang datang di bagian belakangnya. Ia membentuk tiga segel di tangannya. “Toki no horuu!” Lalu di depannya muncul sebuah lubang transparan yang ia gerakan ke belakangnya. Serangan api hitam itu pun masuk ke lubang itu dan diserap ke dalamnya. “Dia lari ke mana, aku tidak peduli!” ujar Naruto dengan cengiran penuh kemenangan.
Sementara itu di Lembah Angin, Seiryuu merasakan firasat yang aneh karena ia merasa panas sekali. Matanya pun membesar dua kali lipat saat melihat tiba-tiba api hitam muncul di depan wajahnya. “Hah?!” Dengan sekejap ia membuat perisai angin yang hampir sama dengan Naruto, namun ia tetap terdorong karena serangan api itu kecepatannya melebihi kecepatan cahaya. Seiryuu pun melakukan shunsin sehingga ia dalam sekejap berdiri di atas tebing tinggi. Ia tertunduk di tanah dan napasnya pun memburu. Api itu meruntuhkan beberapa tebing di sana dan menciptakan kobaran api hitam yang lebih besar. “Cih! Suzaku! Apa yang kau lakukan?! Kenapa api sialmu bisa nyasar ke tempatku, hah?!”
Ketiga dewa itu terkesiap.
“Heh! Jangan meremehkan kemampuanku! Kau pasti tahu sendiri aku tidak akan pernah salah menargetkan serangan!” Suzaku tentu saja mengomel.
Seiryuu terdiam sejenak; tampak berpikir. Ia tahu betul meski ia dan Suzaku sering bertengkar, namun mereka tidak pernah saling menyerang wilayah pribadi. Ia pun menyadari sesuatu. “Bocah ingusan itu sudah mempermainkan kita. Kalian harus siap siaga!” Ia melihat ke sekelilingnya. “Sialan kau, Suzaku! Serangan apimu sudah menghancurkan sepuluh tebing indahku!”
“Berisik! Tebingmu itu cuma bebatuan tidak berguna!” Suzaku pun lalu memasang mata di sekitarnya. Kekesalannya bertambah dua kuadrat. Serangan mematikanku meleset? Mustahil! Apa yang telah kau lakukan, Uzumaki Naruto?!
Genbu di Lembah Air dan Byakko di Lembah Pasir pun melakukan hal yang sama.
Sementara itu Naruto melipat kedua tangannya di depan dada. “Hei, hei, kalian sudah menyerah ya? Baru diserang sekali saja ternyata sudah membuat kalian panik.”
“Bocah ingusan itu malah meremehkan kita!” Genbu pun mulai ikutan panas.
“Sudah kubilang kan Uzumaki Naruto memang belum mengeluarkan kemampuan sesungguhnya. Sekarang ini baru tahap awal ia mengeluarkan kemampuannya.” Seiryuu memasang instingnya agar selalu siap siaga, ia tidak boleh lengah sekalipun. Dari mana Uzumaki Naruto tahu aku membenci api? Lalu bagaimana caranya ia membelokkan jurus api Suzaku hingga sampai kemari? Jurus apa itu? Aku baru mengetahuinya.
“Bagaimana kalau kita menyerangnya seperti pertama tadi? Kita serang sekaligus!” Byakko memberikan saran.
“Ide bagus. Kita harus membuatnya kebingungan!” Genbu mulai pasang mata di sekitar laut tempatnya berdiri. Ia menggunakan chakranya sehingga bisa berdiri di atas air.
“Kita juga harus mengetahui jurus merepotkan yang ia gunakan untuk membelokkan api Suzaku sampai ke tempatku.” Mata Seiryuu mendelik tajam.
“Membelokkan jurus?” Suzaku sampai terhenyak mendengarnya.
“Heh, aku sebenarnya ingin membalasmu dengan menyerang tempatmu dengan anginku, Suzaku. Tapi sekarang aku tahu pasti yang melakukannya adalah Uzumaki Naruto!” Seiryuu berteriak lantang. Ia paling tidak senang dikalahkan.
Naruto mengorek lubang telinganya. “Teriakan kalian kencang sekali, sampai memekakan telingaku.” Mata Naruto lalu bergerak ke kanan dan ke kiri. Untuk jaga-jaga aku siapkan ketiga lubang waktu yang lain ya. Tangan Naruto pun membentuk segel dan ketiga lubang waktu yang lain muncul di bagian kiri, kanan, dan belakang tubuhnya.
“Yosh! Pertarungan sebenarnya baru dimulai!”
.
.
Tsunade menggebrak pintu ruangan kerja Daimyou. Ia berhasil melewati penjaga seorang diri dengan ditemani tiga orang ANBU. Namun ia yang membuat semua penjaga Kerajaan Negara Hi yang menghadangnya sampai teler di lantai, sementara para ANBU itu hanya bergidik ngeri melihat tuannya ngamuk.
Benar saja, ternyata Daimyou sedang duduk santai di ruangannya. Ia tampak tidak takut saat melihat wajah Tsunade yang sebenarnya sangat ingin meninjunya.
“Bebaskan Sakura sekarang!” perintah Tsunade.
Daimyou mengembuskan asap dari mulutnya. “Memang tidak salah jika kunoichi kurang ajar itu adalah muridmu. Sifatnya pasti menurun darimu ya.”
“Keparat!” Tsunade mengepalkan kedua tangannya. Ia berusaha menahan diri untuk tidak melakukan tindakan gegabah yang membuat masalah ini tambah runyam.
“Kunoicihi itu harus diberi hukuman, selain membuat uangaku terbuang sia-sia, ia juga mengataiku dengan kata-kata tidak pantas. Aku akan memberikan hukuman yang setimpal untuknya.”
Tsunade mengembuskan napas kuat-kuat. “Biarkan aku yang menghukumnya. Dia adalah muridku!”
“Hah? Yang benar saja, Tsunade? Apa yang akan kau lakukan? Memintanya lari keliling Konohagakure? Atau mengurungnya di penjara sebulan lamanya? Ini adalah wewenangku, kau tidak bisa ikut campur.”
“Memangnya apa yang ingin kau lakukan padanya?”
“Tadinya aku hanya mengundang para Kage dari empat Negara Elemental lain, tapi jika ditambah dengan Sakura jadi tambah seru, kan? Ke pemenggalan kepala Uchiha Sasuke….”
Mata Tsunade mendelik dua kali lebih besar.
Daimyou menyeringai. “Kau tahu kan rencananya Sasuke akan dihukum gantung? Namun aku akan menggantinya. Bagaimana dengan pemenggalan kepala Tsunade? Pasti lebih efektif, kan? Nyawanya akan lebih cepat melayang. Kau bisa membayangkan bagaimana teriakan Uchiha Sasuke membahana ke seluruh tempat pemenggalan itu, lalu kepalanya yang menggelinding di tanah. Aku tidak sabar melihat ekspresi Sakura yang melihat pemandangan indah itu secara langsung. Pasti akan sangat menarik!”
Tsunade menggigit bibirnya hingga berdarah. Ia ingin meninju Daimyou tolol itu hingga tewas, namun ia tahu bukan itu caranya untuk memecahkan masalah ini. Ia harus bisa mencari cara lain, agar Sakura tidak melihat pemandangan mengerikan itu. Kehilangan Naruto sudah membuat Sakura terguncang, apalagi melihat Sasuke dihukum mati dengan cara dipenggal kepalanya. Lagi pula ia harus membuat Sasuke tetap hidup juga.
Daimyou mengangkat dagunya dengan sombong, namun ia cukup kaget saat melihat Tsunade tidak menyerangnya sama sekali.
“Aku yang akan memenangkan pertarungan ini, Daimyou! Lihat saja!”
.
.
“Kalian sudah siap?! Di detik ketiga kita serang Naruto berbarengan! Jangan sampai ada yang terlambat!” Perintah Seiryuu.
“Ya!” Ketiga dewa lain pun mempersiapkan diri mereka menunggu aba-aba.
“Satu!”
“Dua!”
“Tiga!”
Shi no Ujigami pun mengeluarkan jurus pamungkasnya masing-masing.
Sementara itu mata Naruto semakin awas. Ia tidak bergerak di tempatnya; memutuskan berdiri di sana. “Hm, kena kalian. Berbarengan seperti ini jadi lebih bagus. Serangan kalian memang datang dari satu arah saja!”
Api dari Suzaku datang dari arah Selatan, angin Seiryuu datang dari timur, pasir Byakko datang dari barat, sedangkan air dari Genbu datang dari utara.
Naruto pun melebarkan keempat lubang waktu yang tengah mengitarinya. Masing-masing dari lubang waktu itu menyerap jurus-jurus Shi no Ujigami dan melemparkannya ke dimensi lain.
Byakko tampak terkejut saat ia diserang oleh angin yang datang tiba-tiba entah dari mana. Angin itu berputar seperti topan sehingga membuat dirinya terpental di atas pasirnya sendiri. Angin itu telah menerbangkan pasir-pasirnya hingga menghilang entah ke mana. Kini pasirnya hanya sisa sedikit saja. “Pasir kesayanganku!”
Lalu di Lembah Air Genbu terbirit-birit menghindari pasir yang mengikuti ke manapun ia pergi. Namun ia tambah syok saat melihat pasir-pasir menggenang di atas lautnya yang bersih. Malah kehadiran laut kesayangannya kini tergantikan dengan pasir cokelat itu. “Tempat tidurku jadi kotor!”
“Cih! Kenapa harus api lagi?! Api tidak akan mempan dengan serangan anginku!” Gerutu Seiryuu. Karena percuma saja ia menyerang api itu dengan kekuatan anginnya, karena api itu akan semakin membesar. Ia pun terpaksa membiarkan api itu menghancurkan tebing-tebing tinggi indahnya yang sangat ia rawat itu. “Kurang ajar kau, Uzumaki Naruto!”
Sementara itu Suzaku tidak bisa pergi dari pijakannya saat dirinya diserang air. Ia memang paling membenci air karena kekuatannya tidak akan berguna saat berhadapan dengan air. Ia begitu terguncang saat air itu memadamkan api-api indah yang biasa menari-nari di wilayahnya. “Dari mana air sialan ini datang?!”
Naruto mengebaskan kedua tangannya. Seolah-olah ia membersihkan debu dari telapak tangannya. “Bagaimana? Kalau kalian masih ingin tidur nyenyak kalian hanya perlu menghadapku sekarang. Kalian tahu aku sedang berada di mana.”
“Cih, kami tidak mau melakukan itu. Memangnya kau siapa?!” hardik Suzaku.
Naruto pun mengusap dahinya sembari tertawa kecil. “Kalian ini memang merepotkan. Mungkin aku harus pakai jalan kekerasan ya.” Tubuhnya yang berwarna jingga itu semakin menerang. Dari dalam tubuhnya pun keluar rantai-rantai jingga yang begitu panjang hingga masuk ke wilayah masing-masing Shi no Ujigami melalui lubang waktu.
Shi no Ujigami pun terkesiap saat tubuh mereka dicengkram dengan rantai itu.
“Apa ini?!”
“Ini jurus Kushina?!”
“Sial! Aku tidak mau menurutinya!”
“Bocah ingusan itu benar-benar ingin menjinakkan kita!”
Shi no Ujigami pun dibawa paksa oleh Naruto ke tempatnya sendiri dengan rantai ajaibnya itu. Mereka pun berbarengan tiba di depan Naruto dengan keadaan yang berantakan dan terluka. Mereka juga tersungkur di tanah.
“Haah, akhinya kalian datang juga,” ujar Naruto santai. Ia pun duduk di atas tanah dengan kaki menyilang. Ia lalu menghentikan kekuatannya, sehingga rupanya menjadi yousei biasa.
Shi no Ujigami tampak kaget melihat keadaan Naruto yang baik-baik saja. Padahal meskipun seorang yousei terkena serangan mereka, yousei itu pun akan lama melakukan regenerasi. Namun yang paling mengejutkan adalah penampilan Naruto yang tidak seperti yousei pada umumnya. Rambutnya yang berwarna pirang itu benar-benar mencolok. Sedangkan rata-rata keturunan asli Uzumaki berambut merah.
“Kau Uzumaki Naruto?”
Naruto mengangguk antusias. Ia tersenyum lebar. “Hai!” serunya sembari melambaikan tangan dengan santai pada Shi no Ujigami.
Suzaku yang melihatnya kekesalannya pun bertambah. “Kau pasti bercanda aku harus menuruti perintah bocah ingusan ini! Ia sama sekali tak punya tata krama!”
“Salam macam apa itu!” Mata Genbu menyipit.
“Tidak beribawa sama sekali,” komentar Byakko.
“Kau benar-benar anak Kushina?” tanya Seiryuu yang meski kesal ia masih bisa menahan diri.
“Tepat sekali. Jika kalian mempermasalahkan penampilanku, aku ini setengah manusia, jadi ya … penampilanku jadi seperti ini.”
“Hh, jadi apa yang ingin kau lakukan terhadap kami?”
Naruto terdiam dan tampak berpikir. Kepalanya miring seebelah. “Aku tidak akan melakukan apa-apa terhadap kalian. Aku malah membutuhkan kekuatan kalian untuk menyegel bijuu ke tempat asalnya. Itu kan yang kalian harapkan? Bertemu dengan yousei yang bisa mendapatkan kepercayaan kalian. Bagaimana?”
“Kalau begitu lepaskan dulu rantai sialan ini!” Suzaku memberontak.
“Baiklah … baiklah! Tapi kalian harus melakukan perjanjian dulu padaku untuk membantuku menyegel para bijuu.”
Shi no Ujigami pun saling lempar pandang dan berpikir. Pasalnya Naruto teramat muda. Lebih muda dibandingkan Rikudou Sennin yang menaklukan mereka dulu. Apakah ia pantas mendapatkan kepercayaan mereka?
“Aku tidak ingin menjadi pendampingmu. Kau bukanlah pengendali api yang aku mau!” Suzaku pun protes.
Naruto memperhatikan si penjaga wilayah Selatan Uzumakigakure itu. “Kau ingin bertemu dengan Uchiha Sasuke, kan? Aku bisa mempertemukanya denganmu. Lagi pula dia itu sahabatku. Aku kan hanya membutuhkan kekuatanmu saja saat penyegalan, kalian tidak perlu mendampingiku. Saat kupanggil, kalian harus datang. Itu saja.”
Sementara itu Miyazaki yang melihat kejadian itu dari jauh tersenyum puas. “Dia memang cucuku yang bisa diandalkan. Selanjutnya ia harus bisa mempertahankan kekosongan hatinya agar ketujuh dosa itu tidak kembali padanya. Satu saja yang kembali, maka Naruto tidak akan bisa mengaktifkan segel itu.”
.
.
“Adu-duh, badanku sakit semua!” keluh Naruto saat duduk di sebuah rerumputan tebal di luar kamarnya. “Membuka lubang waktu memang membuang banyak chakraku.”
Malam sudah menjelang. Namun meski Naruto sedang kelelahan, ia tidak bisa tidur. Tadi sebelum kembali ke kamarnya, ibunya mengatakan Earendell akan terlihat semalaman. Maka dari itu ia pun memutuskan keluar.
Kata ibunya bintang itu adalah bintang yang akan membuat siapa saja yang melihatnya terpesona dan rela berlama-lama berada di bawah langit ia berada.
Naruto kini tengah menengadah ke langit malam di atasnya. “Kau Earendell, ya? Cantik. Aku baru melihat bintang yang jaraknya sangat dekat begini,” lirih Naruto. Ia lantas menyandarkan tubuhnya di atas rerumputan itu. Earendell di atasnya berwarna putih yang diselimuti cahaya biru. “Aku akan tidur di sini semalaman. Setelah ke Barinoruu nanti mungkin aku tidak akan bisa melihatmu lagi.” Ia pun menyunggingkan senyuman terbaiknya untuk bintang cantik itu. Lama kelamaan Naruto merasakan matanya begitu berat. Ia pun dengan cepat tertidur di sana.
Tanpa Naruto sadari, setitik cahaya Earendell ada yang turun menghampirinya dan berubah menjadi sosok berbentuk seorang wanita transparan. Sosok itu mendekati Naruto dan duduk di sampingnya. Sosok itu lantas mengusap dahi Naruto. “Apa kau yakin akan ke Barinoruu, Naruto? Karena orang yang merindukanmu tidak ada di sana.”
.
.
Tsunade memandang keluar jendela ruangan kerjanya. Konogakure di pagi itu tampak tenang. Para penduduk desa beraktivitas seperti biasanya. Namun hatinya sedang dirundung gelisah. Di sebuah sudut daerah Negara Hi nanti akan terjadi hari bersejarah di Konohagakure. Ia tidak mau ada pertumpahan darah, namun sepertinya ia juga tidak bisa menghindarinya. Ia tidak akan membiarkan Sakura melihat secara langsung Sasuke dihukum mati, dengan cara dipenggal. Tangannya pun mengepal. Ia lalu mendengar pintu ruangan kerjanya diketuk.
“Tsunade-sama. Acaranya sebentar lagi dimulai,” Kakashi muncul di balik pintu. Ia pun masuk ke dalam ruangan bersama dengan Shikamaru dan Yamato yang menggunakan pakaian ANBU.
“Hm,” hanya itu yang Tsunade ucapkan. Ia lalu membalikkan badan dan keluar dari ruangan kerjanya. Mereka akan berangkat ke tempat eksekusi Sasuke.
.
.
Badan Sakura terasa sakit semua. Namun ia tidak berhenti memberontak, meski tali yang kuat melingkar hampir di seluruh tubuhnya. Kepalanya ditutupi kain hitam sejak dimasuki ke dalam sel yang ia tak tahu di mana itu. Ia juga tak diberi makan sejak kemarin ditangkap. Ia berhenti melakukan usaha sia-sianya itu saat mendengar pintu selnya dibuka.
“Berdiri!” Salah satu ANBU menarik tangan Sakura dengan paksa agar kunoichi itu berdiri.
“Kau mau bawa aku ke mana?!”
“Lihat saja nanti! Kau pasti akan senang bertemu dengan salah satu temanmu.”
Sakura terlihat berpikir. Ia menebak siapa yang ANBU itu maksud. Tidak mungkin Naruto karena hingga sekarang pun keberadaan Naruto belum diketahui. “Sasuke-kun? Sasuke-kun ada di sini?”
“Heh, bersiaplah!” ANBU itu pun memaksa Sakura untuk berjalan mengikutinya.
.
.
Tsunade duduk di sebelah Daimyou. Di atas altar yang disediakan di tempat eksekusi itu. Tempat eksekusi itu sendiri berada di lapangan terbuka yang terdiri dari pasir. Pasukan kerajaan Negara Hi berada di bagian kiri altar. Sementara ANBU yang langsung dibawahi oleh Tsunade berada di bagian kanan. Namun sepertinya mereka tidak menyadari kehadiran orang yang tidak dikenal di antara mereka.
Orang itu tertawa di balik topeng ANBU yang dikenakannya. Heh, memang paling asyik melihat hukuman mati dari dekat seperti ini. Jadi, apa Konoha benar-benar akan membiarkan Sasuke dihukum mati?
Sementara itu Tsunade melihat Sasuke yang dibawa ke sebuah altar yang berada di tengah lapangan. Ia dijaga oleh dua orang ANBU dan satu algojo. Sebuah kain hitam yang menyelimuti kepalanya pun dilepas. Sasuke tampak mengambil udara banyak-banyak dan matanya menutup karena merasa silau.
Dahi Tsunade mengerut. Ia melihat ke direksi di mana para anak buahnya berada. Ia tinggal memberikan sinyal dan para anak buahnya akan bergerak. Namun ia tidak memungkiri bisa jadi di tanah lapangan di depannya itu terdapat ratusan jebakan yang sudah diterapkan oleh Daimyou. Ia berharap para anak buahnya berhasil menghindari jebakan itu, meski ia sendiri tidak tahu apa saja jebakan yang dipasang.
Telinga Tsunade lalu menangkap suara teriakan yang tidak asing baginya. Ia melihat ke arah teriakan itu berasal.
“Kau bawa aku ke mana, Bedebah!” lenguh Sakura saat ia dibiarkan tersungkur di atas tanah. Lalu kain hitam yang menutupi wajahnya pun dibuka. Ia lantas menyadari jika kini ia berdiri di sebuah lapangan luas dan ia sendiri berlutut di atas  pasir yang begitu hitam. Sakura menelan ludahnya sendiri. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan. Ia masih belum tahu di mana ia berada sekarang. Pandangannya masih kabur karena terlalu lama bergelap-gelapan.
Namun akhirnya pandangannya berangsur-angsur jelas sehingga ia begitu tersentak ketika melihat pemandangan di depannya.
Mata hitam itu melihat Sakura dengan ekspresi tak percaya. “Sakura?”
Tubuh Sakura kemudian berguncang. “Sa-sasuke-kun?” Kemudian ia berusaha melepaskan tali itu yang melilit kuat tubuhnya. Sayangnya tenaganya sudah habis. Ia pun kembali tersungkur ke tanah. “A-apa yang akan kalian lakukan pada Sasuke-kun?” Sakura mengerang kesakitan. Akibat upayanya untuk lolos dari jeratan tali itu membuat banyak luka di kulit tubuhnya. Para ANBU itu masih melilitnya dengan tali penyerap chakra sehingga ia pun kini kehabisan chakra.
“Kau tidak tahu? Tadinya acara eksekusi ini terbuka untuk umum, namun dibatalkan dan hanya kau yang menjadi tamu spesialnya. Uchiha Sasuke akan dihukum mati sekarang juga.”
Mata Sakura membulat. “Tidak! K-kalian tidak boleh melakukannya! Aku tidak ingin kehilangan Sasuke-kun juga!” Ia kini hanya mampu meratap. Tubuhnya mati rasa, tidak dapat ia gerakan lagi. “Kurang ajar! Akan kubunuh! Kalian akan kubunuh!”
Tubuh Tsunade menegak. Ia memperhatikan Sakura yang menangis tak berdaya di bawah sana. Tangannya pun mengepal. Namun ia tahu bukan saatnya sekarang ia memberikan aba-aba. Si Daimyou sialan itu akan memberikan pidato terlebih dahulu, ia akan membiarkan hal itu terjadi dulu agar suasana tegang yang tercium saat ini hilang sementara. Dugaannya pun benar, Daimyou berdiri dari tempat duduknya dan berjalan nyaris ke pinggir altar.  
Sasuke menatap Sakura dengan iba. Kematiannya ternyata harus disaksikan oleh teman se-timnya. Ia tidak percaya akhirnya akan seperti ini. Ia memang sudah tahu rencana Tsunade yang akan menyelamatkannya, namun ia tidak tahu itu adalah kebenaran atau isapan jempol belaka. Maka ia tidak terlalu berharap. Satu hal yang ia harus lakukan, ia tidak akan membiarkan para tetua itu memiliki-nya.
.
.
Naruto melahap sarapannya dengan perlahan. Ia masih belum terbiasa makan semewah ini seumur hidupnya. Padahal makanannya sangat lezat. Ia disuguhi ayam panggang tanpa tulang, yang dilumeri krim keju. Makanan itu terasa asing dilidahnya, namun masih bisa ia terima. Ruang makan di Rumah Besar Uzumakigakure juga jauh lebih mewah dibandingkan ruang makan mini yang ia miliki di apartemennya. Namun selain itu ada hal lain yang mengganggu pikirannya. Tadi malam saat tertidur di bawah rerumputan tebal dan ditemani oleh Earendell, ada yang membisikkan sesuatu padanya.
Tidak ada yang merindukanmu di Barinoruu.
Apa maksudnya?” Naruto tampak berpikir.
“Naruto, kau ingin kembali ke Konoha sekarang?”
“Eh?” Naruto memalingkan wajahnya pada Kushina yang duduk di kursi yang ada di hadapannya.
Kushina melemparkan sebuah senyuman untuk anaknya. “Kau sudah sembuh total. Apa kau ingin berkunjung ke sana?”
Seketika Naruto menaruh sendok dan garpu di piringnya. Tiba-tiba jadi tidak nafsu makan. “Aku tidak tahu. Lagi pula untuk apa aku ke sana? Di sana tidak ada bijuu, kan?”
“Teman-temanmu ada banyak di sana.”
Kedua alis Naruto terangkat. Matanya lantas memutar. “Memang benar, sih, tapi misiku kan mengumpulkan bijuu dan menyegelnya,” jawabnya enteng. Ia lalu meminum gelas di sebelah piringnya.
Kushina melihat Naruto sejenak. “Nalurimu tidak mengatakan hal itu, Naruto.”
Dahi Naruto mengerut. “Aku sama sekali tidak berbohong kok.”
Kushina merasa ada yang aneh pada Naruto. “Apa ini efek dari upacara penyucian kemarin ya?
“Aku tidak akan membuang waktuku ke Konoha untuk melakukan hal yang tidak perlu.”
Nee-sama! Ini gawat!” Tiba-tiba Rin muncul dengan wajah panik di ruang makan.
“Ada apa, Rin?”
“Sasuke ... Uchiha Sasuke sekarang akan dieksekusi mati!”
Kushina lantas berdiri dari tempat duduknya.
“Sasuke?” Naruto tentu saja mengenal sahabatnya itu. “Dihukum mati?” Kemudian di pikirannya kembali terbayang masa lalu yang menyakitkan baginya.
“Aku—maafkan aku, Sasuke-kun,” ujar Sakura parau. Naruto menatap Sakura tanpa mengedipkan matanya. Ia pasang telinganya baik-baik untuk mendengar apa yang akan Sakura utarakan.
“Maafkan aku-aku tidak bisa menyelamatkanmu. Aku tidak bisa menemukan pendonor jantung untukmu.”
‘Pendonor jantung?’ Tanya Naruto terkaget-kaget. Separah itukah luka Sasuke sehingga memerlukan pendonor jantung?
‘Kenapa-kenapa Sakura-chan berbohong padaku?’. Kemudian ia mengingat kembali kejadian itu—kejadian dimana Sasuke menyelamatkannya dari serangan Madara. Naruto memang melihat kusanagi menembus dada kiri Sasuke. Dia berpikir bahwa kemarin Sakura berhasil mengobati luka Sasuke. Tapi realita yang ada ternyata sangat berbeda seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
            “Aku mencintaimu, Sasuke-kun. Kau tak akan tergantikan untukku. Meskipun kita akan berpisah. Cintaku akan selalu ada untukmu.”
Naruto tiba-tiba merasa dunia di sekelilingnya berputar. Ia menahan bagian atas tubuhnya yang tiba-tiba menabrak meja.
“Naruto?!” Kushina pun segera menghampiri anaknya. “Kau kenapa?”
“Tidak apa-apa, aku hanya merasa pusing.” Naruto pun mulai berdiri perlahan dan mengambil napas panjang.
“Rin, siapkan dirimu dalam sepuluh menit. Kita ke Konoha sekarang juga!” Kushina lantas memperhatikan Naruto. “Kalau kau kurang sehat, kau—”
“Aku akan ikut Kaa-sama.”
“Kau serius?!”
Kedua tangan Naruto mengepal. Tatapannya pun menajam. “Aku tidak akan pernah melupakan janjiku pada Sakura-chan.”
.
.
Daimyou mengakhiri kata sambutan di eksekusi mati Sasuke dengan kebanggaan penuh di dada. Ia memang pandai berpidato. Gemuruh tepuk tangan terdengar di seluruh lapangan. Padahal hanya ada sedikit orang di sana. “Baiklah. Karena aku adalah pemimpin yang baik. Aku akan mempersilakan Uchiha Sasuke menyampaikan permintaan terakhirnya. Mumpung salah satu teman baiknya ada di sini. Mungkin jug nanti permintaan itu bisa aku kabulkan untuknya.” Daimyou menatap Sakura yang masih tersungkur di tanah dengan seringai kejam.
“Lepaskan tali di tanganku ini. Aku ingin memberi penghormatan terakhir untuk kalian,” ujar Sasuke tanpa pikir panjang.
“Eh? Penghormatan seperti apa?” Daimyou menatap Sasuke penuh curiga.
“Penghormatan yang sangat kau inginkan,” jawab Sasuke singkat.
Daimyou lalu membuka kipas dan mengibaskannya di depan wajahnya. Ia lalu berteriak pada ANBU yang menjaga Sasuke. “Tidak ada senjata kan di bajunya?! Lepaskan tali di tangannya!”
Para ANBU mengangguk kemudian melepaskan tali yang mengikat kedua tangan Sasuke yang dilingkarkan ke belakang.
Sasuke lalu merasa lega tali itu akhirnya lepas juga dari tangannya. Pergelangannya jadi tambah sakit ketika tali itu tidak melilit tangannya. Ia lantas menatap altar berisi para Kage dan Daimyou dengan ekspresi datar. Ia yang dalam keadaan berlutut pun membungkuk ke mereka hingga dahinya menyentuh lantai kayu di bawahnya.
Tsunade terhenyak melihat Sasuke melakukan itu. Apa maksudnya ini, Sasuke?
Sasuke kemudian kembali menegakkan tubuhnya. Tiba-tiba ia mengaktifkan sharingan-nya. Membuat para Kage terkesiap dan berada dalam pose akan bertarung. Namun mereka terdiam saat Sasuke hanya diam di tempat tidak melakukan penyerangan. Mereka melihat jari telunjuk dan tengah Sasuke yang ujungnya terarah ke matanya sendiri.
Mata Tsunade membesar. Jangan-jangan.... “Sasuke!” teriaknya. Namun terlambat.
Sasuke pun menusuk kedua matanya sendiri dengan tangannya itu. Hingga matanya mengeluarkan darah yang banyak. Darah itu mengalir deras di kedua pipinya yang pucat. Ia jadi terlihat seperti menangis darah.
Seisi lapangan eksekusi itu mengeluarkan suara terkejut.
Tidak terkecuali Sakura yang tangisannya kian menderas. “Apa yang kau lakukan, Sasuke-kun?! Kenapa kau melukai dirimua sendiri!”
Sasuke tersenyum kecil. “Tidak akan ada lagi yang bisa memanfaatkan kekuatan Uchiha. Meski aku mati sekalipun.”
“Arrghhh!”
Terdengar teriakan di bagian pasukan Kerajaan Negara Hi. Ada sebuah kunai yang menancap di dahi salah satu pasukan yang berbaris paling depan. Barisan mereka pun jadi berantakan. Semua orang berteriak panik.
Tsunade pun berdiri dari tempat duduknya dengan mata nyalang. “Apa ini? Siapa yang melakukan penyerangan? Aku belum memberikan aba-aba—hah?” Ia pun menyadari bayangan hitam yang melompat dengan cepat dan lari dari arena lapangan itu. Tanpa ragu, Tsunade pun melenguh, “Kakashi!”
Seseorang yang tidak dikenal, telah memicu perang saudara di Konohagakure....
Bersambung....




[1] Perisai angin

Share:

3 komentar

  1. wahh bagus nih artikelnya :) kunjungi balik web ane gan

    www.hadiblacksite.com
    kalo mau iklan di web ane cuma 5rb / bulan gan :)

    ReplyDelete