Naruto Fanfiksi for LAFSEvent NaruSaku Day 3/4: Jatuh Cinta Setiap Hari
Jatuh Cinta Setiap Hari
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Angst/Romance.
Rated T. Alternate Reality. Sekuel from Yume.
Towards Multichapter in the future. OOC.
Alur Campuran
For LAFSevent
Happy NaruSaku Day ¾
.
Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku setiap hari,
jika hanya itu yang bisa membuatmu selalu berada di sisi….
.
.
I just love that man
I love him wholeheartedly
I follow him around like a shadow everyday
(That Guy – Baek Ji Young, OST Secret Garden)
.
.
Haruno Sakura tidak bermaksud apa-apa. Ia hanyalah satu di antara
berjuta wanita yang memiliki sifat plin-plan seperti langit musim gugur yang
sering berubah-ubah. Ia hanya ingin meyakini bahwa pilihannya tidak salah. Karena
itu ia meminta waktu. Tapi yang terlambat disadarinya …, pilihan sementaranya
itu telah membawanya ke malapetaka yang lebih besar.
Selama
tiga bulan terakhir hidupnya bak terpuruk di lubang neraka….
.
Senin, minggu terakhir bulan Maret
Sakura segera berlari menuju ke ruang rumah sakit ketika mendengar kabar
tersebut. Ia tidak peduli jika orang itu tidak memanggilnya. Orang itu hampir
sebulan lamanya berada di Kiri dan pulang dengan membawa flu yang membuat
kepalanya pening. Ia hanya ingin melihat wajah penuh semangat itu. Ia tengah
diserang rindu yang menggunung….
“Naruto!”
serunya ketika ia tiba di sebuah ruang serba putih. Seseorang yang berada di
dalam—yang bersandar di dinding menunggu ninja medis untuk memeriksanya—bertemu
mata dengannya. Sakura terpaku sebentar di tempatnya. Menelisik dengan saksama
sosok itu dengan mata hijaunya.
Hingga
membuat Uzumaki Naruto, si Hokage Keenam tersipu-sipu sendiri ditatap lama
seperti itu. “Ah, siapa, ya?”
Sakura
seketika menggigit bibirnya. Ia seharusnya tahu bakal jadi seperti ini. Hatinya
tersayat-sayat melihat ekspresi Naruto yang malu-malu sekaligus bingung itu. Lalu
ia pun melontarkan senyuman palsunya pada Naruto. “Saya yang akan memeriksa
keadaan Anda, Hokage-sama.”
“Kau
orang baru di sini? Kok aku baru lihat ya?”
Sakura
melangkah perlahan ke tempat tidur Naruto. “Saya Kepala Ninja Medis
Konohagakure, Hokage-sama.”
“Oh
ya? Berarti kau cukup lama ya di sini?” Naruto menggaruk dagunya sendiri
sembari mengingat-ingat Sakura.
“Ya,
dan sepertinya Anda terlalu sibuk dengan pekerjaan Anda sehingga tidak mengenal
saya. Tetapi saya mengenal Anda,” ujar Sakura masih dengan senyuman palsunya.
“Begitu
ya,” Naruto mengeluarkan cengiran khasnya seraya mengusap-usap belakang
kepalanya. Dalam hati ia mengerti mengapa ninja medis itu mengenalnya, karena
dia adalah Hokage. “Kalau begitu salam kenal. Namaku Uzumaki Naruto? Kau?”
Sakura
berjalan menuju kotak obat yang menempel di dinding di sebelah tempat tidur.
“Saya Haruno Sakura,” tukasnya cepat-cepat lalu memalingkan wajahnya pada kotak
obat tersebut.
“Wah,
nama yang cantik. Sesuai dengan dirimu.”
“Terima
kasih, Hokage-sama,” jawab Sakura
tanpa menatap Naruto.
“Ah
ya, tidak perlu seformal itu padaku. Kau boleh memanggil namaku. Sepertinya
umur kita tidak terlalu berbeda jauh, Sakura.”
Sakura
masih menyibukkan dirinya di kotak obat tersebut. Kenapa? Kenapa kau tega melakukannya padaku Naruto? Ratapnya dalam
hati. “Baiklah kalau yang itu kau mau, Naruto.”
“Aku
pikir tadi Ino yang akan datang. Karena kau yang akan menghilangkan flu sialan
ini bagaimana jika besok malam aku menraktirmu makan di Ichiraku Ramen?”
Sakura
pun memberanikan diri untuk memandangi Naruto. Ia bisa mengetahuinya jika
Hokage Keenam itu jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Ia kenal betul
dengan tatapan mata biru yang penuh dengan cinta itu. Ia tahu ini bakal
percuma, namun ia tak sanggup menolak. “Aku akan memikirkannya.”
“Yosh!
Terima kasih, Sakura-chan.”
Sakura menggigit bibirnya kuat-kuat
hingga berdarah—untuk menahan tangisnya agar tidak pecah. Ia tahu ini bakal
percuma … karena besoknya Naruto tidak akan mengingat ajakannya itu lagi….
.
Rabu, minggu terakhir bulan Maret
Siang itu Sakura berkunjung ke Menara Hokage untuk memberikan laporan
kerja rumah sakit Konohagakure.
“Kerja
yang bagus, Haruno-san. Kontribusimu
sangat penting untuk kelangsungan hidup Konohagakure. Aku sangat berterima
kasih.” Uzumaki Naruto, Hokage Keenam Konohagakure itu takjub dengan kinerja
bawahannya tersebut yang mampu menurunkan angka kematian warga desa hingga 10%.
Meski begitu ia sedikit heran mengapa baru melihat kunoichi cantik itu
sekarang. Ia berpikir mungkin karena ia terlalu sering berinteraksi dengan
banyak orang sehingga tidak mengingatnya.
Sakura
tersenyum kecut. Kau seharusnya tidak
pernah memanggilku seperti itu, Naruto. “Ini sudah menjadi tugas saya,
Hokage-sama,” ujarnya dengan sopan
sembari membungkukkan badan. Ia tidak menyadari mata biru itu sedang menatapnya
penuh kagum.
“Sepertinya
kau kecapekan, Haruno-san. Oh ya,
namamu yang sebenarnya?”
“Sakura,”
jawab Sakura.
“Kau
tidak keberatan jika aku memanggilmu dengan nama kecilmu?”
Sakura
menggeleng seraya tersenyum tipis.
“Baiklah!
Sekarang ikut aku menikmati angin ya. Aku tahu kau butuh angin segar.” Naruto
berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju Sakura. Ia lalu menggenggam
tangan ninja medis itu.
Sakura
merasakan debaran di hatinya. Meski ia seharusnya marah dengan sikap lancang
Naruto itu, tapi sudah seharusnya tidak ada jarak yang memisahkan mereka.
Naruto
ternyata membawa Sakura menuju ke atap Menara Hokage yang cukup luas—yang biasa
digunakan untuk pertemuan rahasia Hokage dengan jounin dan chuunin. “Wah,
segarnya!” serunya sesampainya di sana. Semilir angin langsung menghantam
wajahnya dengan lembut. Ia memejamkan matanya rapat-rapat sembari menyesap
udara segar di sekitarnya.
Sementara
itu mata Sakura tertuju pada tangan Naruto yang menggenggam tangannya. Ia tahu
seharusnya genggaman tangan itu bertaut, bukan di satu sisi seperti itu. Dalam
hati ia menangis sejadi-jadinya.
Naruto
lantas memandangi Sakura yang menunduk. “Ada apa?” tanyanya dengan ekspresi
heran. Ia lalu memosisikan dirinya menghadap ninja medis itu.
Sakura
pun menegakkan kepalanya menatap Naruto. Ia melebarkan senyumannya pada Hokage
Keenam itu. “Tidak apa-apa. Saya hanya merasa beruntung berdua seperti ini
dengan Hokage termuda sepanjang masa Konohagakure.” Ia tahu pertemuan ini bakal
percuma, namun ia hanya ingin menandaskan rasa rindunya. Ia ingin membuat
Naruto jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
Wajah
Naruto memerah mendengarnya. “Haa…. Aku tidak menyangka kau akan berkata
seperti itu,” tukasnya yang lalu tertawa terbahak-bahak. Ia lakukan itu untuk
meredam kegugupannya. Ia lalu menatap Sakura sekali lagi. “Harusnya aku yang
mengatakan itu, Sakura. Aku tidak habis pikir kenapa aku baru mengenalmu sekarang.”
Sakura
hanya menatapnya sembari tersenyum.
“Kalau
begitu besok malam apa kau mau menikmati taburan bintang bersamaku, Sakura? Di
sini.”
Senyuman
Sakura semakin melebar, namun tangisan pecah di sanubarinya.
-chan…. Kau lupa menambahkan –chan, Naruto.
Kau kejam!
.
What’s the point of living alone? I’m your girl!
I can’t do anything without you. I know only you
I can’t even die because you might return.
I can’t live alone without you….
(I Can’t - Mi, OST Secret Garden)
Jumat, minggu terakhir bulan Maret
Sakura menatap pohon-pohon gundul sakura yang berjejer di depannya.
Musim semi telah tiba sejak tiga minggu lalu, namun bunga-bunga di pepohonan
tersebut belum kunjung mekar.
“Kapan
mekarnya ya?”
Tiba-tiba
sebuah suara muncul di samping Sakura. Ia pun menoleh ke arahnya. Cukup
terkejut melihat sosok itu ada di sini karena jam segini seharusnya ia berada
di Menara Hokage. Dan seharusnya Sakura yang pergi mengunjunginya. Ia tak
pernah melupakan misinya untuk membuat Naruto jatuh cinta padanya setiap hari.
“Mungkin
awal April, Hokage-sama,” jawab
Sakura tanpa ragu.
“Eh?”
Naruto menoleh ke sumber suara itu. Dari ekspresinya ia tidak menyadari ada
juga orang di sana selain dirinya. Ia pun memandangi gadis itu dengan saksama.
Matanya lalu tertuju pada hitae-ate yang
ada di kepala Sakura. “Kau kunoichi Konoha,
tapi kok rasa-rasanya aku baru lihat ya?”
“Anda
pasti sangat sibuk sehingga melupakan saya. Saya sudah beberapa kali mendapatkan
misi diri Anda. Ah ya, selamat datang di wilayah keluarga Haruno, Hokage-sama,” Sakura lantas membungkukkan
tubuhnya pada Hokage termuda di Konohagakure.
“Wah,
jadi ini wilayah Klan Haruno,” Naruto terkikik, sedikit merasa bersalah.
“Ya,
kami memang hanya klan biasa yang tidak memiliki kemampuan apa-apa jika
dibandingkan dengan klan lain. Kemampuan kami hanyalah membuat Konohagakure
semakin indah,” jelas Sakura. Ia lalu merentangkan tangan kanannya. Mengambil
kelopak bunga sakura yang jatuh dari dahannya. Ada beberapa bunga yang mekar,
namun beberapa juga berguguran karena tertiup angin.
“Bagiku
itu sangat luar biasa. Shinobi pada
umumnya adalah mereka yang ditugaskan dalam medan perang yang jauh dari kata
keindahan. Jika memang hanya itu kemampuan klanmu, aku sangat mensyukurinya.”
Sakura
tercenung mendengarnya. Ini bukan pertama kalinya Naruto berkata seperti itu.
“Jadi,
siapa namamu?”
“Haruno
Sakura, Hokage-sama.”
“Wah,
nama yang cocok denganmu. Sepertinya kau lahir di saat bunga sakura sedang
bermekaran.”
“Begitulah.”
Naruto
menyerap seluruh udara di sekitarnya dengan perlahan. “Ah, aku tidak sabar
menanti pohon-pohon itu bermekaran.”
“Oh
ya? Tapi saya tidak terlalu yakin saya akan bahagia saat mereka bermekaran,”
bisik Sakura tiba-tiba.
Namun
Naruto dapat mendengarnya, karena itu ia kembali menoleh pada Sakura. Kali ini
ia memahat ekspresi heran di wajahnya. “Mengapa kau bisa tidak bahagia?”
“Seharusnya
saya menikah dengan kekasih saya saat pohon-pohon ini bermekaran, tapi tidak
jadi…,” jawab Sakura sambil memandangi kakinya sendiri.
Mata
Naruto sedikit melebar. “Rupanya kau telah memiliki kekasih. Sayang sekali jika
pernikahannya gagal. Aku turut prihatin.”
“Dia
sendiri yang membatalkannya tanpa bilang pada saya dulu. Seharusnya kami
menikah tanggal 3 April nanti. Dia sendiri yang dulu memilih tanggalnya karena
baginya tanggal itu adalah tanggal istimewa.” Tanpa ditanya, Sakura memberitahu
segala hal yang seharusnya diketahui juga oleh Naruto.
Naruto
menyimak dengan raut serius…. Pada dasarnya ia memang tidak tega melihat seorang
wanita nyaris menangis, namun sayangnya ia tidak mengingat apa yang seharusnya
tidak dilupakannya.
“Tanggal
istimewa karena tanggal itu pertama kalinya ia jatuh cinta sama saya…. Seharusnya
kami juga akan menikah di bawah pohon-pohon sakura yang bermekaran ini. Tapi dia
malah mencampakkan saya.” Kau mencampakkan
aku, Naruto. Kau malah menghapusku dari ingatanmu!
Naruto
melihat bahu wanita itu mulai naik-turun tidak beraturan. Ia pun mengambil
inisiatif mendekat ke arahnya. Selama ini ia belum pernah merasakan bagaimana
pernikahan yang gagal itu. Sekali lagi, untuk kali ini Naruto sama sekali tidak
mengetahuinya. Yang ia pahami, ia tidak ingin membiarkan gadis itu sendirian
menghadapi kesedihannya.
“Kalau
begitu bagaimana jika kau memberikan kesempatan untuk laki-laki lain? Aku
misalnya?” Naruto menawarkan kebaikan bukan karena kasihan. Namun karena
diam-diam ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada kunoichi itu.
Sakura
mendengarnya dengan jelas. Ia lalu berlari ke arah Naruto dan memeluknya dengan
erat. Dinding ketabahan yang ia ciptakan sebulan lamanya akhirnya
porak-poranda. Ia meratap sejadi-jadinya.
Harusnya
Sakura bahagia….
Tapi
ia tahu esok tak lagi sama….
Esok
hari semua ini akan hilang tak bersisa….
“Kau kejam…. Kau kejam…!” pekik
Sakura sembari menangis tersedu-sedu tanpa Naruto sadari bahwa gadis itu sedang
memaki-maki dirinya. Ia memeluk Naruto dengan sangat erat. Ia sudah lelah
berhadapan dengan Naruto yang esok hari tidak akan mengingatnya lagi…. Tapi ia
tetap akan menunggu tanpa batas waktu….
.
It’s okay to give you my everything, and lose my
everything.
You don’t know how much I love you….
I will wait for you here forever.
Say bad words, and go away, that’s okay.
You may not know how much I love you….
(Here I Am – Mi, OST Secret Garden)
Tiga bulan yang lalu…. Rumah Sakit
Konohagakure.
“Aku mohon Baa-chan, kabulkan permintaanku. Aku … ingin
melupakan Sakura-chan selamanya. Aku
tidak ingin mengingatnya lagi….”
Tsunade
menatap pemuda di depannya dengan wajah prihatin. Keadaan Naruto begitu
berantakan secara fisik dan mental. Mata birunya pucat, sorotnya seperti orang
mati. Tubuhnya pun lebih kurus dari biasa. Ekspresinya kosong tanpa cahaya
semangat. Ia baru melihat seorang pemuda yang patah hati begitu rapuh seperti
ini. “Naruto bersabarlah sedikit. Berikan Sakura waktu. Kau tahu dia hanya
butuh waktu untuk memastikan kebimbangan hatinya.”
“Sakura-chan melepaskan cincin itu dari
tangannya. Keadaan Sasuke yang baru keluar dari penjara membuatnya kembali mengingat
cinta yang ia sangka telah dilupakannya. Jadi, apa lagi yang harus kutunggu?”
“Naruto—”
“Apa
kau tega melihat aku lebih menyedihkan daripada keadaanku ini, Baa-chan? Aku tidak bisa
mengendalikannya. Sakitnya terlalu luar biasa…,” lirih Naruto seraya menyentuh
dadanya.
Tubuh
Tsunade gemetar. Ia bisa mendengar suara Naruto yang goyang; menandakan pemuda
itu menahan tangisnya agar tidak membuncah keluar. Ia tahu betul yang Naruto
minta darinya akan berakibat fatal. Karena itu ia tidak ingin gegabah….
“Aku
bukan laki-laki yang plin-plan. Aku akan tetap mencintainya jika Sakura-chan bersama orang lain. Dan … itulah
yang paling menyakitkan….”
Tsunade
terpaku di tempatnya.
“Kau
tidak ingin aku … membunuh diriku sendiri, kan?”
Tsunade
sontak berdiri dari duduknya. “Jangan gegabah—”
“Karena
itu kabulkan permintaanku, Baa-chan!”
pekik Naruto sembari menggebrak meja di sampingnya. Ia mengepalkan tangannya
rapat-rapat hingga darah muncul di sela-sela jarinya. Ia membungkuk menatap
bayangannya sendiri di ubin dekat kakinya. Betapa jeleknya wajahnya saat itu. Giginya
saling beradu karena getaran hebat di seluruh tubuhnya. Ia terguncang. Namun hatinya
yang lebih terguncang…. “Aku ingin membunuh Sakura-chan di ingatanku. Aku tidak peduli dan tidak ingin mengenalnya
lagi. Cukup sehari saja, lalu besoknya ia hilang kembali dari pikiranku. Aku
tahu kau mengetahui jurus itu. Aku sangat butuh bantuan Baa-chan untuk
melakukannya. Tolong….”
Tsunade
bergidik melihat sedikit demi sedikit air mengalir dari mata biru Naruto yang
kini bercampur merah. Tanpa sadar ia ikut menangis juga. Ia mengembuskan napas
kuat-kuat. Ia paham ia tidak memiliki jalan lain. Aku tidak punya kuasa apa-apa. Maafkan aku, Sakura. Jurus ini bersifat
permanen, tidak ada yang bisa mematahkannya. Kecuali— “Baiklah jika itu
yang kau mau, Naruto.”
Tsunade
lalu meminta Naruto untuk membenarkan posisi duduknya. Ia menggigit tangannya
hingga berdarah, lantas dengan darah itu ia membentuk segitiga terbalik di
seluruh dahi Naruto dan menuliskan nama lengkap Sakura di dalamnya. Kemudian ia
melakukan lima segel tangan dan merapalkan jurusnya.
Cahaya
kuning pun mengitari ruangan itu, bersamaan dengan Haruno Sakura yang
menghilang dari ingatan Uzumaki Naruto untuk selamanya….
.
.
THE END?
Setelah kemarin membuat fic yang
manis-manis sekarang mencoba kembali membuat angst meski tidak yakin ini angst
100 persen heuhehe :3. Udah saya bilang di atas fic ini bakal lanjut di
multichapter yang nggak akan banyak chapternya, jadi ditunggu saja yak :D.
Saya juga nggak bosen bilang kalau
chapter baru Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki lagi ditulis. Jadi, mohon
bersabar ^^.
By the way, Happy NaruSaku Day ¾ :D
Tags:
Fanfiksi
0 komentar