Fanfiksi NARUTO Dibuang Sayang : HEART FINAL CHAPTER
MAU KE JEPANG GRATIS? YUK NULIS ARTIKEL. DEADLINE 16 JUNI 2016. INFO LEBIH LENGKAP KLIK BANNER DI BAWAH INI
Heart Chapter 10
Final Chapter : Heart… Jantung.
Naruto © Masashi Kishimoto.
NaruSakuSasu. Semi-Canon. Tragedy.
Italics : Flashback
Bold and Italics : Naruto’s Letter
Tsunade duduk di ruangannya dengan perasaan cemas di hati. Berkali-kali ia berusaha menahan gejolak amarah yang menggerogoti otaknya sejak sehari yang lalu. Tapi yang ini lebih parah dari yang sebelum-sebelumnya. Dia ingin marah, dia ingin menangis.
Kemarin sore dia mendengar kabar tidak mengenakkan dari tim Kakashi yang telah menyelesaikan misi mereka. Memang tempat persembunyian Akatsuki tidak jauh dari desa Konoha, sehingga tak heran apabila misi itu berjalan sangat cepat. Tentu saja bukan dalam kategori misi yang sukses dilaksanakan, mengingat mereka tak berhasil membawa pulang Naruto hidup-hidup.
Tsunade dikejutkan dengan kehadiran Pakkun—anjing milik Kakashi—yang memberi kabar kepadanya untuk segera beranjak ke rumah sakit Konoha karena Kakashi sedang menunggunya di sana.
Dan sesampainya di sana, tentu saja dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Kakashi membawa tubuh Naruto yang sudah tak bernyawa di belakangnya. Tsunade nyaris jatuh ke lantai apabila dia tidak cepat-cepat mengontrol emosinya sendiri. Iya juga menahan airmatanya untuk tidak jatuh. Karena dia adalah seorang Hokage yang berwibawa. Tak sepatutnya ia menunjukkan kelemahannya di depan anak buahnya.
Tsunade masih sedikit berharap dengan kejanggalan yang ditemukan oleh Kakashi. Tapi belum sempat ia benafas lega, tiba-tiba ada kabar lain yang membuat ia kaget setengah mati. Muridnya Sakura mengalami syok berat karena peristiwa ini. Meski tak harus dirawat intensif, tetap saja tak membuat Tsunade tak khawatir padanya.
Tsunade termenung sesaat di ruangannya. Ia berpikir apa jadinya kalau Sakura tahu perihal Naruto yang ingin mendonorkan jantungnya untuk Sasuke? Ia berniat untuk tidak memberitahukan pada Sakura perihal itu, dan meminta para shinobi yang mengetahui hal ini untuk tutup mulut.
Tok! Tok!
Lamunan Tsunade buyar ketika didengarnya suara panggilan dari pintu seberang. Ia langsung berdiri. “Masuk.”
“Shitsureishimasu, Hokage-sama.”
“Ah, Kakashi. Aku sedang menunggumu. Bagaimana hasilnya?”
Kakashi terlihat serius menatap Tsunade. “Lebih baik anda melihat langsung apa yang tim investigasi temukan. Sekalian ada yang ingin saya diskusikan dengan anda.”
Tsunade mengatupkan kedua matanya—menarik nafas perlahan—kemudian membukanya lagi. “Baiklah, kalau begitu.” Ia dan Kakashi segera beranjak ke rumah sakit Konoha.
0o0o0o0o0
Sasuke berjalan di sebuah tempat misterius yang ia sendiri tak tahu dimana ia berada. Ia melihat ke sekelilingnya. Api merah menari-nari, menjulang menjilat-jilat langit. Menimbulkan warna merah menyala yang memonopoli, tak ada warna lain yang menghiasi kecuali warna bak darah itu. Tempat itu begitu terang, disebabkan oleh api yang berada di sekitarnya.
Di sana berjejer bangunan-bangunan aneh seperti kuil yang bertingkat-tingkat, paviliun-paviliun kecil berornamen burung elang. Tak ada pepohonan, batu, ataupun awan putih. Semuanya serba api. Tapi ada yang aneh dengan tempat ini, meski dikelilingi oleh api, bangunan-bangunan itu tidak hangus terbakar olehnya
“Di mana aku?” Tanya Sasuke pada dirinya sendiri. Ia berjalan ke sembarang arah, karena ia sendiri tidak tahu ke mana kakinya mau melangkah. Hanya jalan setapak yang ia temukan, ia pun memutuskan untuk mengikuti jalan penuh liku itu.
“Uchiha Sasuke ka?” Lamat-lamat terdengar suara memanggil nama Sasuke. Suaranya sangat berat, seperti bukan suara manusia.
Sasuke terkesiap karenanya. “Hh?” Sasuke langsung menoleh ke arah belakang. Ia lalu menoleh lagi ke sembarang tempat, tapi tak menemukan apa-apa. Yang ada hanya api merah yang menari-nari dengan eloknya.
“Akhirnya kau tiba juga di sini, Uchiha Sasuke.”
“Si—Siapa?” Sasuke mewanti-wanti jika ada yang menyerangnya. Dia lalu menggerayangi tubuhnya sendiri, tapi sama sekali tak menemukan senjata untuk melindungi diri.
“Aku sudah menantimu sejak lama.”
“Huh?” Sasuke mengerutkan dahinya. Dia benar-benar tak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya saat ini. Seingatnya dia sedang terluka parah akibat serangan salah sasaran Madara tempo lalu. Setelahnya dia tidak ingat apa-apa, malah tiba-tiba berada di tempat asing ini. Kalau mengingat kesalahan-kesalahannya yang dulu, dia mulai berpikir, “Apakah aku sedang berada di Neraka?”
Suara itu berdeham, terkekeh-kekeh karena menurutnya itu adalah pernyataan yang sangat lucu. “Neraka katamu? Hahahaha.”
Sasuke memincingkan matanya, “Kenapa tertawa?”
“Kenapa kau mengira kau berada di Neraka saat ini, Sasuke?”
Sasuke lalu diam sejenak, ia sebenarnya tidak mengerti apa maksudnya ini. Tapi dia berpikir dia memang banyak sekali berbuat kiryah selama hidupnya. “A—Aku pikir, aku pantas berada di sana,” ucapnya lirih sembari menundukkan kepalanya.
“Hahaha. Sudahlah, tak usah dipikirkan. Aku hanya ingin mengucapkan, selamat datang di Lembah Api, Uchiha Sasuke.”
Sasuke lalu mendongakkan kepalanya. “Le—Lembah api?”
“Ya, aku sudah menunggumu sejak lama. Kau, Uchiha Sasuke. Abdi dari Himitsu no Hi, api dari selatan bumi.”
“Hi—Himitsu no Hi? Apa maksudmu? Aku tak mengerti.”
Suara itu kembali berdeham selayaknya monster. “Kau berasal dari klan hebat pengendali api. Aku berharap kau dapat mengendalikanku.”
“Huh? Mengendalikanmu?”
“Aku dulu berharap kakakmu yang menjadi tuanku. Tapi sayang sekali dia telah mati, jadi aku berharap padamu.”
“Maksudmu Itachi-Nii? Si—Siapa kau sebenarnya? Lalu untuk apa aku mengendalikanmu?”
Tiba-tiba Sasuke merasa tanah di bawahnya bergetar, ia ingin lari dari sana. Takut-takut tertimpa reruntuhan bangunan yang dikiranya akan jatuh ke bumi. Namun ia dikejutkan dengan munculnya elang raksasa di depan matanya sendiri.
Sasuke membuka matanya lebar-lebar. Ia memperhatikan elang itu sampai tubuhnya menggigil. Baru kali ini ia melihat makhluk indah lagi gagah ini. Elang itu membentangkan sayapnya, api yang menyelimuti tubuhnya pun makin berkobar. Ia mendongakkan kepalanya ke atas langit, dan mengeluarkan suara melengking tinggi hingga ke angkasa.
Sasuke takjub dengan apa yang dilihatnya. Cahaya api yang menyala dari bulu-bulu elang itu sangat terang, sehingga Sasuke menghalangi pandangannya sendiri dengan satu tangannya. Ia menyadari elang itu sedang memandanginya dengan tatapan buas.
Elang itu menundukkan kepalanya pada Sasuke. “Aku berharap kau bisa melakukan perubahan besar pada dunia shinobi yang sangat bobrok ini, Uchiha Sasuke. Salah satu caranya adalah kau harus bisa mengendalikanku.” Lantas burung elang itu terbang—melaju cepat ke arah Sasuke.
Sasuke ingin buru-buru menghindar dari terjangan elang itu, tapi yang ia rasakan tubuhnya menjadi kaku. Ia mulai panik. Tatapan elang itu seperti hendak menerkamnya. Sasuke pasrah dan mengatupkan matanya rapat-rapat.
Time skip. Di ruangan rumah sakit Konoha, tempat di mana Sasuke dirawat.
Seorang ninja medis sedang memeriksa keadaan Sasuke yang berangsur-angsur membaik dalam dua hari ini. Ia memperhatikan layar EKG yang berada di depannya. Keadaan jantung Sasuke telah stabil, meski kesadarannya masih minim.
SRETT…
Ninja medis itu langsung menoleh ke arah lain ketika didengarnya suara aneh yang tiba-tiba muncul. “A—Apa itu?”
SRET… SRET…
Ninja medis itu menoleh ke sekelilingnya lagi. Ia mulai merinding, karena di ruangan itu hanya ada dia dan Sasuke yang masih terbaring di kasurnya. Ninja medis itu terlihat ketakutan, lalu hendak beranjak keluar dari sana karena merasakan hawa yang tidak enak. Padahal dia sendiri sebenarnya tidak terlalu percaya dengan yang namanya takhayul.
Sebelum keluar dari ruangan, ninja medis itu mengambil papan berisi laporannya, lantas memperhatikan sebentar monitor EKG yang memperlihatkan denyut jantung Sasuke. Ia pun memperhatikan monitor secara teliti. Betapa kagetnya ia ketika dilihatnya bagian kesadaran Sasuke angkanya perlahan naik.
Ia pun segera mengarahkan pandangannya ke arah Sasuke. Tangan Sasuke perlahan bergerak—bergesekan dengan seprai di bawahnya. Tak hanya itu, bola matanya terlihat berputar di balik kelopaknya yang masih mengatup.
Ninja medis itu nampak terkejut dengan apa yang ditemukannya. “A—Aku harus melapor pada Yamanaka Ino dan Godaime-sama sekarang juga.”
0o0o0o0o0
Tsunade dan Kakashi tiba di Menara Investigasi. Memang mayat Naruto tidak di periksa di rumah sakit, melainkan diotopsi di salah satu ruangan Menara Investigasi. Di sana sudah menunggu tim forensik rumah sakit Konoha, beberapa tim investigasi—Ibiki, Shikamaru, dan Inoichi—pun ikut serta berada di dalam.
“Hokage-sama, anda telah tiba rupanya. Silahkan masuk.” Seorang Anbu yang menjaga pintu ruangan investigasi mempersilahkan Tsunade untuk masuk ke dalam. Menyusul di belakangnya, Hatake Kakashi—si ninja peniru. Anbu tersebut memandang Kakashi sebelum mengangguk kepadanya. Kakashi membalas dengan anggukan pula.
“Konnichiwa, minna!” ucap Tsunade sesampainya ia di dalam ruangan.
“Konnichiwa, Godaime-sama,” balas semua orang yang berada di sana. Mereka membungkuk sebagai tanda penghormatan pada the Slug sannin itu.
“Baiklah, kita langsung saja ke inti permasalahan. Apa yang kalian temukan?”
“Tsunade-sama, coba anda perhatikan di sana.” Kakashi mendekat ke arah Tsunade sembari menuntunnya untuk melihat mayat yang terbaring—yang seluruh tubuhnya diselimuti kafan putih.
Salah satu tim forensik membuka kafan itu hingga leher si mayat.
Ketika wajah mayat itu terlihat, Tsunade terkesiap seketika. “I—Ini? Bagaimana bisa? Jadi mayat yang kalian bawa…”
“Kemungkinan salah satu jutsu tingkat tinggi yang Madara gunakan,” ungkap Kakashi. Ia mengingat pertarungan terakhirnya dengan Uchiha Itachi. Dia kira pada saat itu Itachi telah dikalahkan. Tapi yang mengejutkannya, mayat Itachi yang Kakashi lihat seketika berubah menjadi mayat seseorang yang sama sekali tak ia kenal.
“Mayat ini berubah ke wujud aslinya 5 jam setelah tim sampai ke desa,” jelas Shikamaru.
“Jadi ini manipulasi?” Tanya Tsunade yang masih belum mengerti apa tujuan Madara menggunakan tak tik seperti ini.
“Ya, tadi saya sudah memeriksa memori mayat ini. Dan saya menemukan bahwa kemarin mayat ini sempat bertarung dengan salah satu anggota Akatsuki berwajah seperti hiu,” jelas Inoichi. Ia menggunakan jutsu rahasia klan Yamanaka yang tingkatnya lebih tinggi dari shintenshin no jutsu. Hanya Inoichi yang bisa menggunakan jutsu itu. Dari yang sudah ia telaah, mayat itu adalah seorang shinobi dari Kusagakure.
“Sepertinya shinobi Akatsuki yang anda maksud adalah Hoshigaki Kisame, Yamanaka-san,” ucap Kakashi yang mengenal ciri-ciri para shinobi Akatsuki dari buku bingo nuke-nin yang pernah dibacanya.
“Lalu Naruto… Apakah dia—.”
“Kemungkinan besar Madara tidak berhasil mengekstrak Kyuubi dari tubuh Naruto.” Kakashi memotong kalimat Tsunade. Ia kemudian menceritakan tentang patung Gedou Mazou—yang biasa Akatsuki gunakan untuk menyimpan bijuu yang telah diekstrak—yang kesembilan matanya telah terbuka. “Saya segera menyadari bahwa Madara menggunakan genjutsu untuk mengelabui kami. Saya sebenarnya langsung ingin mematahkan genjutsu-nya. Namun Sakura keburu histeris ketika melihat mayat Naruto palsu itu.”
Tsunade terdiam sejenak, benaknya kembali terisi dengan murid kesayangannya itu. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Sakura. Sama sekali tak terpikir olehnya kalau Sakura menjadi syok seperti itu. Tak sadarkan diri sembari menyebut-nyebut nama Naruto. Beruntung obat anti depresi yang disuntikan ke tubuhnya membuat hasil yang signifikan.
Yang penting sekarang, Sakura tidak boleh tahu dulu tentang perihal pendonoran jantung Naruto untuk Sasuke.
Pikiran Tsunade kemudian berganti, tertuju pada Naruto yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Kalau memang Madara tidak berhasil mengekstrak Kyuubi, lalu di manakah Naruto saat ini?
“Lalu di mana Naruto sekarang? Apakah Madara membawanya pergi?”
“Aku rasa Madara tidak membawa Naruto bersamanya karena Kiba juga tidak mencium bau Naruto di sekitar sana. Baunya samar-samar, seperti menghilang begitu saja setelah kami sampai,” jelas Shikamaru sembari menatap mayat shinobi Kusagakure itu. “Lalu aku menemukan sesuatu yang janggal di goa itu…”
“Sesuatu yang janggal apa, Shikamaru?” Tsunade menatap ninja jenius itu dengan rasa penasaran di hatinya.
“Kami semua melihat dengan jelas di dalam goa itu luluh-lantak, sangat berantakan. Seperti telah terjadi pertarungan sebelum kami sampai di sana. Anda menyadarinya juga ‘kan, Kakashi-sensei?”
Kakashi mengiyakan. “Madara sempat berdalih kalau Naruto berontak dan menggunakan kekuatan Kyuubi untuk melawannya. Tapi dari yang Tsunade-sama pernah katakan, kekuatan Kyuubi dalam tubuh Naruto sedang dalam keadaan lemah seiring dengan lemahnya keadaan Naruto. Jadi aku meragukan kekuatan Kyuubi bisa keluar pada saat itu.”
“Lalu aku juga menemukan kubangan lumpur yang sangat luas. Jika dilihat dengan teliti seperti berasal dari jutsu suiton dan doton yang saling berhantaman. Aku yang pernah melatih Naruto jutsu elemental, tahu betul jika Naruto hanya bisa menggunakan elemen angin dalam bertarung.”
Tsunade terkesiap, ia langsung mengerti apa yang Kakashi maksud. “Jadi…ada orang lain yang membawa Naruto pergi?”
Shikamaru menatap Tsunade dengan wajah serius. “Itu adalah hal yang sangat mungkin terjadi, Tsunade-sama. Namun motif orang itu membawa Naruto pergi harus diselidiki lagi. Apa itu dari shinobi dari desa kita sendiri atau dari 4 desa ninja besar lainnya. Yang jelas orang itu pasti shinobi yang sangat hebat karena dengan mudah membawa Naruto pergi dari cengkraman Madara.”
Kakashi tiba-tiba mendekati Tsunade, membisikkan sesuatu ke telinga kanannya.
Tsunade menatap Kakashi dengan geriap. Lantas ia kembali menatap anak buahnya. “Baiklah, kalian teruskan investigasi kalian. Aku ada urusan sebentar dengan Kakashi.”
Tsunade dan Kakashi kemudian keluar dari ruangan. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor hingga ke sudut perbatasan koridor lain.
Kakashi memastikan terlebih dahulu bahwa tak ada seorang pun yang menguping pembicaraan mereka.
“Apa yang ingin kau bicarakan, Kakashi?” Tanya Tsunade memulai percakapan.
Kakashi merogoh kantung kunainya, mengambil sesuatu dari sana. Ia lalu menunjukkan sesuatu yang diambilnya itu pada Tsunade. “Saya menemukan ini di luar markas Akatsuki, Tsunade-sama.”
Tsunade mengerenyitkan dahinya. “Bunga mawar? Apa maksudnya?”
“Saya sendiri belum mengetahui pasti, tapi ketika melihat bunga mawar ini saya jadi teringat akan sesuatu.”
“Sesuatu?”
“Masalahnya saya juga tidak menemukan ada dahan mawar di sekitar sana. Yamato juga telah memeriksa area luar markas Akatsuki dan sama sekali tidak menemukan dahan mawar ini.”
Tsunade mememincingkan matanya—menatap mawar itu. Ia lantas mengambilnya dari tangan Kakashi. “Jadi maksudmu, mawar ini bisa menjadi petunjuk?”
Sejurus Kakashi terdiam. “Saya belum mengetahuinya, Tsunade-sama. Tapi mawar ini…” Kakashi teringat kenangan 18 tahun yang lalu, yang terjadi sebelum perang dunia ketiga shinobi dimulai.
Flashback On
“Ah, sensei telat!” teriak Obito kecil yang kesal dengan keterlambatan gurunya dengan mengulurkan jari telunjuknya pada Minato.
Kakashi nyaris menjitak kepala teman se-timnya itu, tapi niatnya ia urungkan karena kali ini dia setuju dengan tindakan Obito. Padahal sensei mereka adalah shinobi papan atas yang notabene-nya adalah seorang ninja yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan. Tapi tumben-tumbennya Minato tidak datang tepat pada waktunya.
“Ya, ya. Maaf aku terlambat. Aku ada urusan sebentar tadi. Hahaha…” Minato memasang tampang tidak bersalahnya pada ketiga muridnya tersebut.
Sejurus Kakashi menyadari Minato menggenggam 5 tangkai bunga mawar di tangannya. “Sensei, bunga mawar itu untuk siapa?”
Obito keburu menyeletuk, sebelum Minato menjawabnya. “Masa kau tidak tahu, Kakashi. Tentu saja itu untuk Kushina-san. Ya ‘kan sensei? Ah, sensei pacaran terus nih!” goda Obito.
Minato sontak tersipu malu. “Hahahaha!!!” Dia hanya bisa tertawa terpingkal, alisnya mengerut. Sebelumnya ia diam, lalu tiba-tiba menyodorkan mawar itu pada ketiga muridnya. “Bukan. Mawar ini aku yang mendapatkannya dari Kushina. Coba kalian lihat, indah ‘kan?” Obito, Kakashi, dan Rin memperhatikan mawar itu dengan saksama. “Mawar ini berbeda dengan mawar lainnya. Dia tidak memiliki duri, bisa menjadi obat juga, Kushina bisa menumbuhkan mawar ini hingga tak terhingga jumlahnya.”
Mawar itu mengkilap terkena sinat terang matahari siang. Tampak segar seperti baru mekar diawal fajar. Kilauannya berwarna merah jambu, sungguh elok jika dipandang.
Obito tiba-tiba tertawa geli. “Tapi walaupun begitu, seharusnya ‘kan sensei yang memberikan Kushina-san bunga. Kok malah terbalik. Haahh, sensei dan Kushina-san memang pasangan yang aneh! Hahahaha!!!”
Minato langsung sweatdrop mendengarnya.
Flashback Off
Kakashi tersenyum dibalik maskernya. Kenangan bersama tiga orang yang paling berharga dalam hidupnya, begitu membekas di kalbunya sampai sekarang. Kalau boleh jujur, Kakashi masih ingin bersenda gurau dengan Minato-sensei, Obito, dan Rin.
“Maksudmu, mawar ini kenapa, Kakashi?” Tanya Tsunade yang membuyarkan lamunan si ninja peniru itu.
“Sumimasen. Tsunade-sama. Saya teringat kejadian dulu tentang mawar ini. Rasa-rasanya saya tidak asing lagi dengan bunga itu. Yang saya ingin tanyakan pada anda, dulu waktu perang dunia shinobi ketiga, anda pernah membuat obat dari bunga mawar milik Kushina-san ‘kan?”
“Ya, itu benar. Memangnya kenapa?”
“Apakah mawarnya seperti ini?”
Tsunade terkejut seketika. Mata hazel-nya kembali menatap mawar merah itu dengan teliti. Tapi itu adalah kejadian 18 tahun yang lalu, Tsunade tidak bisa mengingatnya dengan jelas bentuk mawar itu secara spesifik. “Maaf, Kakashi. Aku tidak ingat bagaimana bentuknya. Sebenarnya aku memiliki satu tangkai lagi, tapi itu pun telah Sakura gunakan untuk membuat ramuan obat Naruto dan Sasuke.”
“Be—Begitu?” Kakashi lantas menghembuskan nafasnya kuat-kuat. Tadinya ia berharap apa yang ia temukan bisa membawa mereka untuk memecahkan teka-teki ke mana perginya Naruto. Namun hasilnya, nihil.
“Maksudmu, Kakashi. Kushina yang membawa Naruto pergi?”
Kakashi sontak menengadahkan kepalanya. “A—aku juga tidak mengerti, Tsunade-sama. Minato-sensei dan Kushina-san telah meninggal 16 tahun yang lalu. Tapi anda pasti tahu sendiri ‘kan? Mayat sensei dan Kushina-san menghilang tiba-tiba pada saat di makamkan. Lagipula…”
Tsunade menunggu dengan penasaran kalimat apa yang akan Kakashi sebutkan.
“Lagipula mendiang nenek anda dan Kushina-san memiliki kekuatan istimewa yang tak dimiliki oleh manusia mana pun di muka bumi ini.”
Tsunade memejamkan matanya perlahan. “Ya, Mito-obasan bukanlah manusia biasa.”
“Kalau begitu, apakah anda mempunyai arsip khusus tentang klan mereka?” Tanya Kakashi lagi yang hendak meneliti tentang sebuah klan misterius, yang sebenarnya telah menghilang dari dunia 100 tahun yang lalu.
0o0o0o0o0
Haruno Sakura telah siuman dari ketidaksadarannya kemarin. Kabar dari Tsunade siang tadi—yang menyebutkan bahwa mayat tersebut bukanlah mayat Naruto—sedikit melegakan hatinya. Ia memang telah melihat langsung mayat Naruto palsu itu di Menara Investigasi Konoha.
Seketika itu, Sakura langsung lunglai ke tanah dan menangis sejadi-jadinya. Ia sangat bersyukur pada Tuhan karena dengan begitu ada kemungkinan Naruto masih hidup. Walaupun tak ada seorang pun yang tahu dimana Naruto berada saat ini.
Sakura hanya berharap tim investigasi dapat menemukan petunjuk yang bisa mengantar mereka ke tempat dimana Naruto berada.
Di luar sana, langit senja terlalu dini berganti kelabu. Di sambut derasnya hujan. Diterpa dinginnya angin senja yang mengganas. Karena itu Sakura enggan pulang ke rumahnya. Ia berjalan perlahan, menelusuri koridor rumah sakit Konoha.
Langkah kakinya membawanya pergi ke ruangan bawah paling ujung, yang berdekatan dengan taman rumah sakit.
Kamar nomor 7. Di sanalah Uzumaki Naruto, teman baiknya dirawat. Di sana ia selalu merengek untuk dibelikan ramen oleh Sakura. Di sanalah malapetaka itu terjadi. Sakura sangat menyesal, kalau saja malam itu ia langsung pulang ke desa mungkin kejadiannya akan berbeda.
Sampai di depan pintu, Sakura lalu melenggang masuk ke dalam. Kamar itu terlihat rapi, padahal kemarin yang ia dengar ruangan ini sangat berantakan akibat serangan Madara.
Kamar ini rencananya tidak akan ditempati oleh siapa pun. Tujuannya sudah pasti untuk mengenang Naruto. Padahal ia belum diketahui apakah masih hidup atau mati. Semua rakyat Konoha bersimpati kepadanya. Entah sejak kapan kamar ini dipenuhi dengan bunga-bunga yang diberikan oleh para penduduk desa. Dari bunga azalea, mawar, krisan, aster, sampai matahari pun menghiasi kamar bekas Naruto yang terlihat sunyi itu.
‘Cepatlah kembali!’Itulah yang kebanyakan mereka tulis di papan tulis ruangan yang penuh berisi kalimat-kalimat do’a mereka. Semua penduduk Konoha berharap pahlawannya kembali.
Pandangan Sakura tiba-tiba terhipnotis oleh bunga matahari yang diletakkan sendiri di meja kecil sebelah tempat tidur. Ia lalu mendekatinya. Ia lalu menyadari warna kelopaknya yang kuning keemasan, persis dengan warna rambut Naruto yang dicumbu oleh sinar mentari sore.
Sakura mengambil satu tangkainya dan duduk di pinggiran kasur. Ia menciumi bau bunga itu. Harum semerbaknya menusuk-nusuk hidung. Lantas ia mengarahkan pandangannya ke kasur yang didudukinya. Sakura mengusap perlahan kasur itu, berharap seseorang yang dulu terbaring di sini berada di hadapannya.
“Sakura-chan!”
Sapaan cerianya tak pernah lepas dari ingatan Sakura. Ia jadi bersedih hati. “Kau ada di mana sekarang, Naruto? Bagaimana keadaanmu? Apa kau kesulitan mencari makan? Lalu kakimu, bagaimana kau bisa mencari makan kalu kakimu belum sembuh? Aku sudah menemukan obatnya, berkat obat itu keadaan Sasuke-kun semakin membaik. Karenanya, cepatlah kembali Naruto,” lirih Sakura. Perlahan ia merebahkan tubuhnya ke kasur, menangis sembari mencengkram sprei di bawahnya dengan kuat.
Sementara itu di Uzumakigakure, desanya para yousei. Namun hanya segelintir yousei saja yang masih tinggal di sana. Sebagian besar telah pergi ke Valinor*—tempat persinggahan terakhir mereka yang tak diketahui dengan pasti di mana tempatnya.
Uzumaki Kushina beserta beberapa yousei lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di desa. Karena memang ada sesuatu hal yang harus mereka selesaikan dulu di sini. Terlebih saat ini Kushina telah memberanikan diri muncul di hadapan anak semata wayangnya. Meski sampai saat ini pun malaikat kecilnya itu tak kunjung bangun dari tidur lelapnya.
Kali ini Kushina sedang berada di paviliun belakang rumah besarnya. Paviliun yang lebih tepat dibilang kamar tidur itu, seluruh dinding dan atapnya terbuat dari kaca tembus pandang. Karenanya cahaya matahari dengan mudah masuk dari arah mana saja. Di dalamnya terdapat tempat tidur besar beralaskan seprai tebal berwarna putih.
Di atasnya terbaring Uzumaki Naruto yang sebagian tubuhnya diperban tanpa menggunakan selimut. Di sana hanya ada mereka berdua, seorang anak dan ibu yang telah lama terpisah karena malapetaka yang terjadi 16 tahun yang lalu.
Kushina duduk di sebelah Naruto sembari menggenggam erat tangan malaikat kecilnya. Ia memilih kamar seperti ini karena baik untuk proses penyembuhan luka Naruto yang belum sembuh sepenuhnya. Sinar matahari membantu mempercepat regenerasi sel-sel di dalam tubuhnya.
Karena itulah salah satu kelebihan yousei, sel-sel dalam tubuh mereka dapat beregenerasi berkali-kali sehingga menyebabkan kebanyakan dari mereka berumur panjang. Dapat hidup hingga beratus-ratus tahun lamanya.
Kushina membelai perlahan wajah Naruto dengan penuh sayang. Ia pandangi malaikat kecilnya dengan rasa haru di hatinya. Karena sungguh ia sangat bersyukur diberi kesempatan untuk bertemu dengan permata hatinya kembali. Baru ia sadari wajah Naruto sangat mirip dengannya. Kecuali bentuk wajah, rambut dan mata biru langitnya yang menurun dari suaminya, Namikaze Minato.
“Cepatlah bangun, Naruto.” Ucap Kushina lirih.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari terowongan kecil yang menghubungkan paviliun tersebut dengan rumah besarnya. Pandangan Kushina tertuju ke sana.
“Nee-sama.”
Kushina langsung tahu bahwa itu Rin. “Ternyata kau, Rin. Bagaimana? Apa itu ramuan yang telah kau buat?”
Rin membawa secangkir teh di atas nampan yang sedang digenggamnya. “Bukan, Nee-sama. Ini kubawakan teh untukmu. Akhir-akhir ini Nee jarang tidur karena saban hari selalu menemani Naruto-kun di sini.”
Kushina tersenyum mendengar pernyataan adik angkatnya itu. “Terima kasih, Rin. Apa boleh buat, aku sendiri enggan meninggalkannya. Oh ya, bagaimana dengan ramuan obatmu, Rin?” Tanya Kushina sembari mengambil perlahan cangkir teh yang disodorkan oleh Rin. Mereka lalu beranjak ke tempat duduk di seberang kasur.
“Belum sempurna, Nee-sama. Aku membutuhkan tanduk rusa klan Nara dari Konoha untuk memaksimalkannya.”
“Begitu?” Kushina lalu terlihat berpikir sejenak.
“Nee-sama, biar aku yang—.”
“Tidak perlu, Rin. Aku yang akan ke Konoha lusa. Kau menjaga Naruto saja. Lagipula ada yang harus aku selidiki di sana.”
Rin terdiam sembari menatap Kushina.
“Aku tahu, Rin. Sebenarnya kau belum sanggup kembali ke Konoha. Walau itu hanya untuk sementara.”
Rin lalu menundukkan kepalanya. Sebongkah ingatan pahit dari masa lalu tiba-tiba melintas kembali dalam benaknya. Ingin dilupakan, tapi sulit dihilangkan dari memori. “Nee-sama, aku…”
“Kau juga nanti harus bertemu dengan Kakashi sekalian mengucapkan salam perpisahan padanya. Aku tahu Kakashi sangat terpukul dengan hilangnya dirimu secara tiba-tiba. Mungkin kau sudah dikiranya mati, Rin.” Kushina menatap Rin sembari meminum tehnya. “Lukamu memang tak bisa disembuhkan. Maka dari itu kau harus pergi ke Valinor setelah misi besar kita ini selesai. Namun Kakashi juga berhak tahu keadaanmu yang sebenarnya.”
Yousei pengendali tanah itu kemudian menghembuskan nafasnya perlahan. “Ya, aku mengerti, Nee-sama.” Rin lalu menatap Naruto yang masih tertidur dengan nyenyaknya. “Nee-sama, apa nanti Nee akan membawa Naruto ke Valinor juga?”
“Naruto berhak memilih dimana dia akan tinggal. Aku tak akan memaksanya tinggal bersamaku. Karena aku tak ada hak untuk memintanya tinggal bersama ibu yang meninggalkannya selama 16 tahun lamanya,” ucap Kushina sembari tersenyum getir. Ia menatap Naruto di seberang sana.
“Nee-sama. Itu bukan salah Nee maupun Minato-sensei. Semuanya terjadi diluar kendali kita,” ucap Rin sembari mengenggam tangan Kushina. Bagaimanapun juga yousei bukanlah dewa yang dapat menentukan nasibnya sendiri. “Tapi Nee, sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan kepadamu sejak lama.”
Pandangan Kushina kini beralih pada Rin. “Apa yang ingin kau tanyakan, Rin?”
“Nee masih yakin yousei dan manusia bisa bersatu?”
Kushina nampak terkejut dengan pertanyaan adik angkatnya itu.
“Senju Hashirama, Hokage Pertama dengan Uzumaki Mito, dayang-dayang rumah besar Uzumaki. Pada akhirnya mendiang Mito-san bisa sepenuhnya menjadi manusia, tetapi ketika Hokage Pertama mati dia tetap hidup hingga mencapai umur 80 tahun. Lalu Nee dan Minato-sensei pun harus terpisah karena kutukan dunia fana ini. Dan juga—.”
Kushina tiba-tiba memotong kalimat Rin. “Jika Minato mati, maka seharusnya aku mati juga, Rin.”
“Eh? Maksud, Nee-sama?”
“Aku mengikat jiwaku sendiri ke dalam jiwa Minato. Tidak abadi lagi seperti klan kita pada umumnya. Karena itu… Karena itu sebenarnya Minato belum mati…”
Mendengar pernyataan Kushina itu mata Rin terbuka lebar seketika. “Ja—Jadi…”
“Jasadnya ada di Valinor. Ayah yang membawanya ke sana.”
Mata Rin semakin terbuka lebar. “Be—Begitu rupanya…”
“Memang kutukan delusi yang belum kita tahu kebenarannya itu selalu menghantui para yousei. Maka dari itu cinta antara yousei dan manusia adalah terlarang. Tapi…”
Rin terus memandangi Kushina dengan tatapan cemas di hatinya. “Tapi aku berharap Naruto bisa membuktikan kutukan itu tidak ada…”
0o0o0o0o0
Sakura merasakan cahaya sendu matahari menerpa wajahnya. Perlahan ia membuka mata, lalu mengalihkan pandangnnya pada langit-langit. “Ugh, di mana aku?” Ia menyadari ini bukan kamar tidurnya.
Sakura kemudian bangkit, menyedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Seprai putih, kumpulan bunga-bunga segar, dan bau rumah sakit.
“A—Aku tertidur di sini?” Sakura lalu memandang ke luar jendela. Ia melihat warna jingga menghiasi langit Konoha. “Ah, syukurlah masih senja. Aku harus kembali ke rumah sekarang.”
Sakura buru-buru berdiri dari kasur dan tanpa sengaja menjatuhkan setangkai bunga matahari yang ia letakkan di sampingnya. Refleks ia menginjak bunga matahari itu di lantai.
“Sial, kenapa aku menginjaknya?” Bunganya jadi hancur!” umpat Sakura pada dirinya sendiri. Ia kecewa dengan kecerobohannya. Padahal ini adalah bunga untuk Naruto, bukan miliknya pribadi. Segera ia memunguti kelopak bunga matahari yang berserakan itu. Matanya lalu menatap ke bawah meja, kemudian mengambil kelopak bunga matahari yang berserakan di sana.
Sakura menyadari ada secarik kertas yang menarik perhatiannya. Sebenarnya ia ingin membiarkan kertas itu dan melanjutkan pekerjaannya. Namun warna-warna yang dipantulkan kertas itu menambah rasa keingintahuannya. Akhirnya Sakura pun mengambil kertas itu.
“Apa ini?” tanyanya pada diri sendiri. Sakura membuka lipatannya, ternyata itu adalah sebuah gambar. Ia juga menyadari bahwa kertas ini adalah kanvas kecil yang biasa orang melukis gambar-gambar sederhana di atasnya.
Sakura memandang gambar itu selintas. Seorang pemuda berambut kuning, duduk di kursi roda. Mengulurkan tangannya mengambil kelopak-kelopak bunga sakura yang berguguran dari dahannya. Ekspresi yang dipasang pemuda itu sangat bagus. Sakura berdecak kagum melihatnya. “Indahnya, siapa yang menggambarnya ya?”
Pandangan Sakura lalu tertuju pada bagian kiri bawah kanvas. Ada tanda tangan peluksinya di sana. Ia terkesiap melihatnya. “Lho? Ini kan tanda tangan, Sai.” Ucap Sakura sembari mendekatkan 7 cm gambar itu ke matanya. “Dan yang dia gambar ini… Rasa-rasanya aku kenal.”
Sakura lalu memutar otaknya. Rambut kuning dengan guratan seperti kucing di kedua pipinya. “I—Ini ‘kan… Naruto!” ia terkejut bukat main, tapi sekaligus juga merinding. Entah mengapa perasaannya menjadi tidak enak ketika memandang gambar Naruto itu sekali lagi.
“Apa maksud gambar ini?” Tanya Sakura penasaran. Lantas ia membalikkan kanvas itu dan menemukan deretan kalimat yang berjejer ke bawah. Ditulis menyerupai beberapa rima puisi.
Sakura memandanginya selintas. Tulisannya sangat acak-acakan. Dan tentunya ia mengenali siapa pemilik tulisan itu. “Ini kan tulisan Naruto,” ucapnya pelan.
Tanpa ragu lagi Sakura membaca setiap bait tulisan Naruto. Baru rima pertama ia nyaris menjatuhkan kanvas itu. “A—Apa maksudnya ini?” Sakura membuka matanya lebar-lebar. Seketika tubuhnya bergetar, tidak percaya dengan apa yang sedang dibacanya.
Kini ia takut membaca rima berikutnya, tapi rasa penasarannya mengalahkan rasa ketakutannya sendiri. Mata emerald-nya berputar ke kiri dan ke kanan mengikuti letak tulisan yang berjejer ke bawah. Gejolak di hatinya semakin merana tatkala ia sampai pada kalimat terakhir. Tetesan air mata seketika jatuh berlinangan di wajah putihnya yang ayu. “Ke—Kenapa Naruto menulis kalimat seperti ini?”
The Hokage apprentice itu berulang-ulang kali membaca tulisan yang menurutnya sangat tak masuk di akal itu. Dan berulang-ulang kali juga hantaman kepedihan memukul-mukul hatinya ketika dibacanya bait-bait keputusasaan itu.
Sakura mulai terisak-isak. “A—Aku. A—Aku harus menanyakan apa yang terjadi sebenarnya pada shisou sekarang juga!” Tanpa pikir panjang, Sakura segera keluar dari bekas kamar Naruto itu. Ia terus berlari seperti orang kesetanan, menyusuri koridor rumah sakit, tak peduli dengan orang-orang di sana yang memperhatikannya.
Dari koridor seberang Ino melihat sahabatnya melintas. Ia lalu berniat menghampiri Sakura, memberi kabar bahwa pujaan hatinya telah sadar dari koma panjangnya. “Oi, Forehead!” teriak Ino sembari melambai-lambaikan tangannya pada Sakura.
Semakin lama, Sakura semakin mendekatinya sembari berlari. Ino lantas berbicara dengan wajah gembira padanya ketika sahabatnya itu melintas di depannya. “Sakura, Sasuke-kun telah sadar dari komanya. Ayo, kau ha—. Eh, Sakura? Kenapa kau menangis?”
DUKK!!!
Tiba-tiba saja Sakura menabrak tubuh Ino hingga ia terpelanting ke lantai. Ino sangat kaget dengan kejadian itu, Sakura tak mempedulikan kata-katanya dan begitu saja melintas di depannya, meninggalkan Ino yang tersungkur ke tanah. Dengan wajah keheranan, Ino memandang punggung sahabatnya itu yang semakin lama semakin menjauhinya. “A—Ada apa dengannya? Bahkan ia tak menyadari kalau dia telah menabrakku.”
Sakura lantas terus berlari menuju Menara Hokage. Kanvas yang berisi tulisan Naruto itu digenggamnya dengan erat, terkoyak-koyak—sudah tak jelas lagi bentuknya. Tapi sebenarnya hatinya-lah yang terkoyak-koyak karena isi tulisan itu. Isi hati sahabatnya yang kini menghilang seperti ditelan bumi. Sakura bukan lagi merasa ditampar atau diinjak-injak ketika membacanya. Tapi dia merasa telah menghilangkan satu nyawa yang kehadirannya sangat di tunggu-tunggu oleh penduduk desa.
Apa sampai seperti itu? Sampai seperti itukah Naruto ingin membuktikan kata-katanya sendiri? Tulisan itu…
Ne, Sakura-chan…
“Tsunade-shisou!” Sakura langsung mendobrak pintu ruangan Hokage tanpa mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk.
Tsunade yang sedang mengerjakan dokumen laporan misi sontak terkejut dengan kehadiran Sakura yang cukup mengagetkannya. “Sakura! Ada apa denganmu? Kenapa tak mengetuk pintu du—.” Tsunade tak melanjutkan kata-katanya ketika ia sadari airmuka Sakura yang seketika membuatnya khawatir.
Baca suratku di kamarmu.
Hingga kau dapat memandangi aku yang saat ini bersatu dengan bayang malam.
Yang biasa ada bintang bertaburan…
Yang biasa Sang Chandra memantulkan dengan indah cahayanya di kala malam menjelang.
Sakura dengan tergesa-gesa masuk ke dalam, mendekati Tsunade yang termangu melihat keadaannya. “Shisou, benarkah Naruto ingin mendonorkan jantungnya untuk Sasuke-kun?” Tanya Sakura tiba-tiba.
Tsunade sontak terkejut setengah mati mendengarnya. Perihal yang benar-benar dia ingin pendam, semata-mata untuk tidak diketahui oleh Sakura. Belum apa-apa Tsunade merasa terpojok. Apa dia harus mengatakan yang sebenarnya?
Bukankah kau sangat senang memadanginya, wahai Sang Surga?
Namun Tsunade tetap memasang airmuka tenangnya. “Darimana kau mengetahui kabar burung itu, Sakura?”
“Aku mohon jawab pertanyaanku dengan jujur, shisou!” mohon Sakura. Nada suaranya tinggi dari biasa, padahal selama ini dia selalu bersikap sopan pada Tsunade.
Ne, Sakura-chan…
Aku tak tahu apa keputusanku benar adanya.
Aku hanya meragukan diriku tentang dirimu
Tsunade tercenung di kursinya. Keringat dingin sedikit demi sedikit turun dari dahinya. Tubuhnya sedikit bergetar, tapi Tsunade tetap mempertahankan sikap tenangnya. Ia lalu mengatupkan kedua matanya rapat-rapat. “Sakura, tenanglah dulu. Kau dapat darimana kabar itu?”
Melihat ekspresi tenang gurunya, emosi Sakura juga menjadi redam. “Aku tahu kabar itu dari sini.” Sakura menyodorkan surat Naruto itu pada Tsunade.
Tsunade lantas mengambilnya dan membacanya pula.
Sanggupkah kau bahagia denganku nanti?
Sanggupkah aku membuatmu tersenyum sebagaimananya dirimu?
Indah senyummu yang kuharap selalu memantul di kornea mataku.
Sanggupkah aku bertahan berada dalam bayang sosok yang kau cinta?
Hati Tsunade jadi trenyuh ketika membaca tulisan Naruto itu. Tanpa ia sadari airmata keluar dari mata hazel-nya yang mengecil.
Aku bukan Sasuke, Sakura-chan.
Aku bukan penggantinya...
Melihat reaksi gurunya itu, emosi Sakura mulai tak keruan lagi. “Jadi itu benar, Shisou?” Tanya Sakura sembari terisak. Berharap Tsunade bilang bahwa hal itu tidak benar.
Tsunade ingin menjawabnya, namun entah mengapa lidahnya menjadi kelu. Sepenggal kata pun sangat sulit ia ucapkan. Ia tidak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya pada Sakura.
Aku adalah siluman Kyuubi, sedangkan dia adalah seorang Uchiha.
Aku si super bodoh pembuat onar, sedangkan dia si tampan penuh dengan talenta.
Aku tahu, aku bukanlah siapa-siapa, Sakura-chan.
“Ano… Sakura.” Akhirnya Tsunade bisa mengeluarkan suara juga, tapi kini dia ikut tidak dapat mengontrol emosinya. Jika mendengarnya dengan jelas suara Hokage Kelima itu sedikit bergetar. “Kau tahu? Seorang laki-laki yang begitu antusias mempertahankan apa yang diyakini dan dipercayainya. Aku baru melihatnya saat ini.”
Karena aku menyadari, aku tak sebanding dengan dirinya.
Karena aku menyadari Sasuke adalah sahabat sejatiku.
Karena aku menyadari kau hanya satu di hatiku
Karena aku menyadari kau tak akan pernah membalas cintaku…
“Apa maksud, Shisou?”
“Sakura, di sini sudah jelas tertulis. Naruto sudah menyebutkan semuanya, alasan mengapa dia sebegitu keras kepalanya ingin mendonorkan jantungnya untuk Sasuke. Aku tak perlu mengatkannya ulang kepadamu.”
Jadi maksud mimpi Sakura kemarin adalah ini?
Karena itu biarkan aku menepati janjiku…
“Jadi itu benar, Shisou?”
“Kalau aku menyembunyikannya sampai hari kiamat pun, aku tahu pada akhirnya kau akan tahu, Sakura.”
Airmata Sakura semakin deras turun. “Kalau begitu kenapa! Kenapa Shisou mengizinkan Naruto mendonorkan jantungnya untuk Sasuke-kun?!” teriaknya lagi.
Parau suaranya membuat tenggorokan Tsunade tercekat, tapi kini ia tak mau lagi menutupi diri. Dia tidak mau Sakura mengalami hal yang sama seperti dirinya.
Ne, Sakura-chan…
Jantungku kau minta pun akan aku berikan.
Jangan menangis lagi, kini kau bisa mendekapnya sesuka hatimu.
Seperti impian-impian terpendammu yang tak pernah kau ceritakan padaku.
Namun aku mengetahui, aku mencoba mengerti…
“Bagaimana kau bisa menentang keinginan seseorang yang kepalanya begitu keras menyaingi batu, Sakura?”
Sakura lantas mengatupkan matanya rapat-rapat. Sudah cukup, dia ingin segera keluar dari sini.
“Kau tidak pernah tahu seberapa dalam cinta Naruto padamu ‘kan, Sakura?”
“Kau tahu, Sakura-san? Naruto-kun… Dia sangat sangat mencintaimu!”
Kalimat Sai itu kembali terngiang-ngiang di benaknya.
Aku memang terlanjur mencintaimu, Sakura-chan…
Tapi aku tak akan pernah mengemis cinta itu padamu…
“Padahal orang yang dia ingin berikan jantungnya, adalah orang yang mencoba membunuhnya. Kriminal papan atas yang kejahatannya sudah terkenal di seantero 5 negara besar. Tapi dia begitu yakin Sasuke akan kembali ke jalan yang benar. Dia begitu yakin bahwa Sasuke-lah yang lebih pantas memiliki kesempatan hidup dibanding dirinya.”
Sakura lalu menyeka air matanya. Sungguh kata-kata Tsunade barusan begitu menusuk-nusuk hatinya, tapi dia begitu lelah untuk mengeluarkan airmatanya yang nyaris habis.
“Karena di balik semua itu yang dia harapkan hanyalah kebahagiaan perempuan yang dicintainya setengah mati. Tak peduli cintanya berbalas atau tidak,” ucap Tsunade lirih. Ia sendiri tak tahu mengapa ia bisa berbicara seperti itu pada muridnya.
Dengan jantungku, aku menghidupkannya kembali…
Dengan cara itu aku menjaga kalian berdua.
Dengan cara itu aku membawa Sasuke pulang kepadamu.
Dengan cara itu aku mencintaimu, Sakura-chan…
“Tapi setidaknya kita harus bersyukur bahwa operasi itu gagal dilaksanakan dan kau menemukan obat untuk menyembuhkan Sasuke.” Tsunade tersenyum dalam tangisnya. Setidaknya semua kejadian yang terjadi kemarin tidak sebegitu buruk dari apa yang ia bayangkan.
Berbahagialah…
Berbahagialah bersama dirinya yang kau cinta…
“Ada kabar baik untukmu, Sakura. Sasuke telah sadar dari komanya. Kau bisa mengunjunginya sekarang.” Tsunade lantas mendekati Sakura dan merengkuh kedua bahu muridnya itu. “Cerialah sedikit. Naruto pasti bisa kita temukan, Sakura.”
Di bawah dahan sakura yang bunganya berguguran.
~Uzumaki Naruto~
Sakura lantas menatap Tsunade dengan tatapan dingin. “Bagaimana aku bisa ceria. Shisou? Sedangkan Naruto menderita di luar sana.” Ia lantas langsung berhambur keluar ruangan Hokage tanpa mempedulikan panggilan Tsunade kepadanya.
Sakura sudah tak peduli kalau dia akan basah kuyup karena kehujanan. Dia berlari ke lantai paling atas Menara Hokage. Ke tempat yang paling disukai Naruto karena dia selalu bilang bahwa dia bisa memandang seluruh desa Konoha dari sana. Karena impian terbesarnya adalah menjadi Hokage desa Konoha. Sakura bukan lagi merasa bersalah ataupun kecewa, tapi dia merasa hampir menghilangkan satu nyawa yang memiliki cita-cita yang sangat besar dalam hidupnya. Dia dan juga Sasuke…
Bukan perihal tidak jadi atau jadinya pendonoran jantung itu dilakukan. Setelah membaca ungkapan isi hati Naruto itu mata gelapnya kini terbuka lebar. Uzumaki Naruto memang sangat mencintainya. Sangat menghargai persahabatannya dengan Sasuke.
Padahal dulu Sai telah mengatakan semuanya pada Sakura. Tapi penyesalan memang selalu hadir belakangan bukan?
Sakura terus berlari… Terus berlari hingga ia sampai di atap Menara Hokage. Dan di sinilah. Di sinilah ia berdiri pada akhirnya. Memandang tumpahan air hujan yang lebat, turun setetes demi setetes dari atas langit. Memandang pohon-pohon hijau yang nampak begitu suram. Bukan pesona yang ia dapat, semuanya hanya menambah kehampaan hati gadis berambut pink itu.
Sakura mengakui bahwa pemandangan yang disuguhkan di depan matanya memang sangat indah. Tapi tetap saja tidak bisa mengobati hatinya yang tergores, tersayat oleh sembilu.
Masih teringat olehnya kata-kata Yamato dulu di jembatan Surga dan Bumi.“Sakura, aku tahu dengan hanya melihatmu… Sebenarnya kamu….”
“Aku juga mencintaimu, Naruto. Aku juga ingin selalu bersamamu!” teriak Sakura sembari terisak-isak. Kedua matanya mengatup, bahunya naik-turun. Tubuhnya gemetar tak keruan.
Sebenarnya Haruno Sakura juga mencintai Uzumaki Naruto, tapi enggan mengakui karena masih terbayang-bayang dengan sosok Sasuke di belakangnya. Sebenarnya ia juga menyayangi Uzumaki Naruto, tapi enggan mengakui karena merasa tidak pantas mendapatkan cintanya. Dan kalau sudah begini, apa Naruto mau menerimanya kembali?
~THE END~
~Andai semua dapatku ulang kembali. ‘Kan ku terima cintamu sepenuh hati… (Astrid_Tak Bisa Kembali)~
*Valinor : Kalau yang pernah nonton LOTR. Itu nama lainnya Grey Havens, tempat persinggahan terkahir para Elf yang menyingkir dari Middle Earth. Mereka hidup damai di sana.
Uzumakigakure : Dalam khayalan Elven tempatnya itu kayak Revendell, rumahnya Lord Elrond di LOTR Hehehe. Jadi bayangkan saja seperti itu.
Buat kamar tidur Naruto di Uzumakigakure itu kayak kamarnya Kira Yamato dari Gundam Seed, pas dia diselamatin Lacus Clyne, dirawat dirumahnya. ^^
Oh ya, sekarang saya nulis novel dan salah satu naskah saya udah diterbitkan di toko buku. Penerbitnya Elex Media Komputindo judul novel Bintang dan cahayanya saya pakai nama pena nama saya sendiri, Pretty Angelia. Yuk dibeli di toko Gramedia dan Gunung Agung terdekat :D.
\
Tags:
Fanfiksi: HEART
6 komentar
lanjut capter 11 nya :D .
ReplyDeletechapter sebelasnya berbentuk fic baru, judulnya Klan Peri Klan Uzumaki, udah ditulis sampai chapter 11 lho ^^
DeleteHello kk... Lanjutan fict klan peri uzumaki ada kk??
ReplyDeleteFict itu bersambung di chap 11
masih belum aku tulis, ditunggu aja yak :D
DeleteKapan chapter selanjutnya di buat
ReplyDeleteMaksudnya kapan chapter 13 kemabalinya klan peri klan uzumaki di buat?
ReplyDelete