Fanfic NARUTO Dibuang Sayang: HEART Chapter 2
Heart
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Semi Canon. Rated T. Tragedy/Drama.
Pairing: NaruSakuSasu.
.
.
Chapter 2
Luka Itu…
.
.
“K—kau…tidak apa-apa kan, Sakura-chan?” Naruto tersenyum simpul, ia memuntahkan darah segar dari mulutnya.
“I—iie…” Sakura menangis deras, tak terkontrol. Ia menutup mulutnya dengan tangannya. Sesekali ia pejamkan matanya, dan membukanya kembali. ‘Bagaimana ini? Kusanagi Sasuke-kun menembus paru-paru kanan Naruto. Aku harus segera menyembuhkan lukanya.’
“Seperti biasanya, kau memang bodoh, Dobe!” Sasuke menarik kusanagi-nya dari tubuh Naruto. Ia tersenyum sinis, cukup puas dengan apa yang telah ia lakukan.
Sakura hendak menyentuh bahu Naruto. Tangannya sedikit bergetar, ia menggerutu dalam hati. Kenapa ia setegang ini? Kalau tidak cepat, darah Naruto akan terus mengalir. Sakura menghapus air mata yang berlinangan di pipinya. Ia menyadari, sekarang bukan saatnya untuk menangis.
POOF!!
Naruto menghilang ketika Sakura hendak mengeluarkan jutsu medisnya.
“E—Eh?” Sakura terheran-heran dengan apa yang dia lihat. Mulutnya terbuka lebar; berekspresi layaknya orang bodoh. ‘Kagebunshin?’ pikirnya dalam hati. Sakura terlalu kaget dengan kejadian barusan, dia kalap kalau Naruto ahli dalam tipuan. Entah mengapa kali ini dia merasa dibodohi.
Kakashi yang melihat hal itu menghembuskan nafasnya kuat-kuat, ia juga cukup kaget melihat Naruto—yang tanpa pikir panjang—langsung melompat ke arah Sakura.
“A—Apa?” Sasuke tercengang. ‘Kuso, kenapa aku sampai tertipu?! Sempat-sempatnya Naruto mengeluarkan kagebunshin tanpa sepengetahuanku, dia berhasil menipu sharingan-ku!’ Sasuke menggerundel dalam hati. Ia perhatikan sisi depan, kanan, kiri, dan belakangnya. ‘Sial, di mana dia?’
“Aku disni, Teme!” Tiba-tiba Naruto muncul dari arah kanan Sasuke. Dan…
DUAAKKK!!!
Naruto mengarahkan pukulannya ke wajah Sasuke. Ia terpental beberapa meter.
“Sakura-chan, kau tidak apa-apa?” Naruto cepat-cepat lari ke arah Sakura. Diperhatikannya Sakura yang tertunduk, matanya kosong menatap sepatunya sendiri.
“Ya,” ujar Sakura garang. Naruto bergidik ketakutan. Tubuhnya langsung membeku; wajahnya pucat pasi. Ia menelan ludahnya sendiri. Naruto kenal sekali akan hawa ini. Hawa membunuh Haruno Sakura ketika ia marah—pada saat Naruto melakukan hal-hal konyol di depannya. Tapi Naruto tidak melakukan sesuatu yang konyol bukan?
“Ka—kau kenapa, Sakura-chan?” Tanya Naruto. Naruto menelan ludahnya sekali lagi, ia mundur satu langkah.
Sakura memandangnya dengan tatapan death glare. Lalu ia mengepalkan tangannya yang berbalut sarung tangan hitam—yang Naruto tidak mengerti—seperti berapi. Mungkin karena ketakutannya ia jadi berhalusinasi hiperbolis seperti itu.
“Grrhhh… BAKA!!”
BLETAKK!!!
Sakura memukul kepala Naruto dengan kepalan tangannya.
“I—Ittai… Nan da yo, Sakura-chan?” Naruto mengusap-usap kepalanya. Kekuatan monster Sakura, ia tahu tidak dikeluarkan Sakura seluruhnya. Tapi tetap saja bukan main sakitnya.
“Kenapa?! Kenapa KATAMU?! Jangan bermain-main dengan kagebunshin-mu, BAKA! Kau nyaris membuatku jantungan! Aku pikir k—kau...kau…” Sakura tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Tetesan air mata terlihat dari ujung matanya. Tertahan di sana, namun kemudian berderai perlahan.
“Hehe…Maafkan aku, Sakura-chan. Aku hanya ingin mengelabui Sasuke. Kau tekejut ya? Jangan khawatir, kau lihat sendiri aku tidak apa-apa ‘kan?” Naruto memberikan senyuman khasnya pada Sakura. Sakura menatap mata azure Naruto lekat-lekat. Semburat cahaya terpancar dari sana. Ia tersenyum kecil, dalam hati ia bersyukur pada Tuhan ternyata Naruto baik-baik saja.
Sasuke bangkit dari tempatnya. “U—Ugh, sialan kau, Naruto!” umpat Sasuke. Naruto mengarahkan pandangannya pada Sasuke. Ia tahu Sasuke akan menyerangnya kembali.
“Sakura-chan, kau tetap berdiri di sampingku. Kimi wa ore ga mamoru,” ucap Naruto lantang. Sakura terperanjat dengan ucapan Naruto itu. Jantungnya berdegup kencang, dia sendiri tidak tahu mengapa. Tanpa ia sadari pipinya bersemu merah.
‘Naruto kau selalu memperlakukan aku layaknya seorang putri raja, tapi aku…aku selalu menganggapmu bodoh dan tidak tahu malu. Sungguh menyesal aku baru menyadari betapa berartinya dirimu bagiku. Sekarang aku akan ikut bertarung bersamamu,’ tekad Sakura dalam hatinya. Kemudian ia mengepalkan tangannya, dan mengumpulkan sejumlah chakra ke bagian itu.
“Sekarang kau tak akan lolos, Dobe!” Sasuke melesat cepat ke arah Naruto dengan menggunakan sunshin no jutsu-nya. Naruto memperhatikan gerakan Sasuke secara teliti. Ia lalu mengaktifkan sage mode-nya. Sasuke pun mengaktifkan kembali chidori di kusanagi-nya.
Naruto menerka-nerka dari arah mana Sasuke akan mengayunkan kusanaginya,
‘Kanan atau kiri? Dari gerakannya aku bisa perkirakan, ia tidak akan menebaskan kusanaginya dari atas atau bawah.’ Naruto mulai memutar otak; memprediksi gerakan Sasuke selanjutnya.
Kakashi akhirnya memutuskan untuk melihat saja pertarungan itu, dirinya memilih diam. Tapi sebenarnya ia sedang memperhatikan gerak-gerik Uchiha Madara, takut-takut Madara akan menyerang di tengah-tengah pertarungan Sasuke dan Naruto.
Naruto menyiapkan kunai di tangan kanannya. “Sakura-chan, berdiri di belakangku sekarang!” perintah Naruto, namun Sakura tetap berdiri di samping Naruto. Naruto menyadari akan hal itu. “Kenapa kau diam saja, Sakura-chan?” Pandangan Naruto beralih ke Sakura, ia hilang fokus pada gerakan Sasuke.
“Kau melihat ke arah mana, Dobe?!” pekik Sasuke. Ia kemudian mengayunkan kusanaginya ke arah kiri Naruto. Naruto berhasil menghindar ke kanan, namun bahu kirinya sedikit tergores akibat serangan Sasuke.
“Ugh, Kuso!” umpat Naruto, ia menyentuh bahu kirinya itu. Darah segar mulai menetes dari sana sedikit demi sedikit. Tapi ia tahu Kyuubi akan menyembuhkan lukanya dengan cepat, jadi ia tidak meminta Sakura untuk segera mengobatinya.
“Hn, kau selalu saja lengah, Dobe,” Sasuke tersenyum licik dan hendak menyerang Naruto lagi.
“Yang lengah itu kau, AYAM!” seseorang menghujat Sasuke. Sasuke terperanjat mendengar suaranya. Sasuke tahu itu bukan suara Naruto. Dilihatnya ke arah kanan dan... “Rasakan ini, SHANNAROOO . . .!!!!!” Sakura melesat cepat ke arah Sasuke dengan sejumlah chakra dikepalan tangannya. Ia menatap Sasuke tajam.
DUAKKKK!!!
Sakura meninju dada Sasuke dengan kekuatan monstrous-nya. Sasuke terlambat menghindar ia terpental kurang lebih 25 meter.
“E—EH??!! Nani yattan da, Sakura-chan?!” teriak Naruto terbelalak kaget. Mulutnya terbuka lebar—ia terpaku di tempat dimana ia berdiri. Bola matanya nyaris keluar dari rongganya.
“K—Kau?? Sakura?? Ke—kenapa kau..,” ucap Sasuke tergagap, bukan main betapa kagetnya ia dengan serangan Sakura yang tiba-tiba. Ia tidak menyangka Sakura memiliki kekuatan seperti itu. Sasuke hendak berdiri cepat, namun terhenti karena ia merasakan dua tulang rusuk bawahnya patah. Ia berlutut menahan sakit.
“Kau pikir kau orang palling tampan di dunia, HAH??!! Jangan bercanda Sasuke!! Seenaknya saja bilang aku bodoh!! Aku bukan gadis umur 12 tahun yang cengeng seperti dulu!!” Sakura menatap nanar Sasuke. Nafasnya memburu karena amarah yang bergejolak di dalam jiwanya. Sakura kini tidak ragu lagi, dia ingin menunjukkan pada Sasuke kalau dirinya tidak selemah yang Sasuke kira.
“Apa-apaan kau, Sasuke?! Naruto itu temanmu!! Kau harusnya bersyukur memiliki teman seperti dia, dia satu-satunya orang yang mengerti keadaanmu!!” teriak Sakura lagi.
Sasuke terdiam, dia ingin mengindahkan ucapan Sakura barusan. Namun entah mengapa ucapannya sedikit meracuni pikiran Sasuke. Ditatapnya Sakura dengan raut wajah kesakitan. Dia akui Sakura ternyata tak selemah dulu. Sasuke begitu risih tatkala Sakura selalu mengikutinya kemana saja dia pergi—layaknya anak kucing yang kehilangan ibunya. Menangis di depannya. Bergelayut manja—dengan seenaknya memeluk dirinya.
Sasuke bukannya tidak tertarik pada perempuan, tapi hal itu tidak terlalu ia pikirkan—karena ia terlanjur merelakan dirinya terkurung di kegelapan. Yang bisa Sasuke lakukan hanyalah melontarkan kata terima kasih pada Sakura—yang ketika itu mengungkapkan cinta padanya.
Madara tersenyum melihat pemandangan tersebut. “Kekuatan gadis itu sepertinya pernah kulihat sebelumnya,” bisik Madara, tapi kata-katanya terdengar oleh Kakashi, sehingga membuat Kakashi langsung menoleh kepadanya. “Senju Tsunade, cucu dari Hokage Pertama, rupanya gadis itu muridnya ya, Kakashi?” Tanya Madara sembari tertawa mengejek.
Kakashi mengerenyitkan dahinya, menatap tajam sharingan Madara yang tampak di mata kanannya. “Kenapa kau tertawa?”
“Haha, jangan marah begitu Kakashi. Aku baru menyadari kalau anak-anak ini sangat mirip sekali dengan Densetsu no Sannin. Yah, wajar karena mereka adalah murid-muridnya,” ujar Madara tertawa terkekeh-kekeh. Kakashi makin menyipitkan matanya, tidak suka muridnya diolok-olok.
“Lalu apa maumu?” Tanya Kakashi dingin.
DUARRR!!! Terdengar suara ledakan yang tiba-tiba membumbung tinggi dari area itu. Sakura meninju daerah bawah—membuat retakan disekitarnya—sehingga tempat itu pun menjadi luluh lantak tak terdeskripsikan. Karena jika dilihat bentuknya saja sangat tidak jelas. Sakura benar-benar mengeluarkan kekuatan supernya kali ini. Naruto saja sampai dibuatnya mematung. Dia tidak pernah melihat Sakura seperti ini sebelumnya.
“Maju, Sasuke!” teriak Sakura mantap. Matanya melukiskan semburat keyakinan yang tak terbendung. Kali ini dia ingin menyadarkan Sasuke dengan caranya sendiri. Pemuda emo itu sekali-kali perlu diberi pelajaran juga. Dirinya dulu hanya bisa menangis melihat cinta pertamanya itu terbuai dalam lubang amarah yang berkepanjangan. Sakura ingin Sasuke menjadi Sasuke yang ia kenal dulu.
Sasuke berkali-kali menghindar dari serangan Sakura. Anehnya kali ini dia tidak berniat untuk menyerangnya balik. Ada perasaan aneh—yang Sasuke sendiri pun tak tahu kenapa ia menjadi bungkam seperti ini. Ada rasa yang bergejolak di hatinya yang membuat ia segera mengubah pendapatnya tentang Sakura. Apakah Sakura yang sekarang telah mencuri hatinya yang selama ini dia tutupi?
Sasuke nyaris kehilangan tenaganya, ia berlutut lemah. Nafasnya tersengal-sengal, keringat mengucur deras dari pelipisnya. Tenaganya memang sudah habis terkuras dari penyerangannya ke pertemuan para kage. Pandangannya buram, ia tahu sebentar lagi matanya mungkin akan buta. Tapi tiba-tiba…
Hoeeekkk!!
Sasuke memuntahkan darah segar dari mulutnya. Serangan Sakura tadi sepertinya mengenai organ vitalnya.
“Sasuke-kun!” teriak Sakura yang merasa sedikit bersalah telah melukai Sasuke. Dia sebenarnya tahu mungkin Sasuke akan babak belur karena serangannya, tapi entah mengapa rasa iba muncul dalam hatinya.
“Sakura-chan cepat sembuhkan Sasuke kalau tidak dia akan mati!” teriak Naruto tiba-tiba. Sakura langsung bergidik ngeri mendengar kalimat yang diucapkan Naruto.
Mati? Tidak. Dalam hatinya Sakura tidak akan membiarkan Sasuke mati!
“Yah, sudah saatnya kita akhiri permainan ini,” ujar Madara yang tiba-tiba muncul di samping Sasuke. Sasuke mendongak ke arah Madara. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia merasa khawatir akan tindak-tanduk Madara selanjutnya. Mau apa dia? Hal itu yang ada di benak Sasuke.
‘Sial mau apa dia?’ begitu pula yang ada di pikiran Kakashi. Gerakan Madara yang sangat cepat membuat Kakashi gagal memprediksi gerak-geriknya.
“Sasuke, kau sebaiknya tunggu disini. Aku yang akan menangkap jinchuuriki Kyuubi. Tapi sebelum itu mungkin aku akan membereskan penghalang dulu.” Madara langsung mengambil kusanagi Sasuke, lalu dengan jurusnya—yang mirip sekali dengan hiraishin no jutsu-nya Hokage keempat—dia langsung ke arah Kakashi dan menyerangnya ke bagian sekitar leher.
Kakashi tidak sempat menghindar, karena Madara menyerang sarafnya. Ia tumbang seketika di tempat. Namun ia berusaha agar tetap terjaga—yang ia pikirkan hanyalah murid-muridnya. Ia tahu betul mereka berada dalam keadaan bahaya.
“Kakashi-sensei!!” sungguh aneh bagi Kakashi mendengar The Uchiha Prodigy memanggil namanya dengan ekspresi khawatir. Padahal beberapa menit yang lalu dia menyatakan bahwa dia tidak lagi termasuk anggota tim tujuh. Kemudian ia tidak kuat lagi Kakashi pun akhirnya tidak sadarkan diri.
Begitu pula dengan Naruto dan Sakura yang terkejut melihat sensei-nya diserang. Sakura ingin menghampirinya namun dicegat oleh Naruto.
“Sakura-chan, diam di tempat. Kalau kau bergerak sembarangan—bisa-bisa terkena serangan Madara juga. Ia hanya membuat sensei pingsan, tenang saja,” ungkap Naruto sembari menggenggam erat tangan Sakura. Sakura memandang mata azure itu lekat-lekat—sinarnya pekat berawan—seakan-akan menyiratkan bahwa ia takut terjadi sesuatu pada Sakura. Sakura pun mengangguk pelan.
“Satu sudah dibereskan, lainnya…” Madara langsung melihat ke arah dimana Naruto dan Sakura berdiri. Sharingan-nya memandang tajam ke arah mereka. Naruto segera mengambil ancang-ancang, dia tetap mengaktifkan sage mode-nya.
“Hentikan, Madara!! Kau tidak perlu ikut campur urusanku dengan Naruto! Biar aku yang melawannya!” Sasuke berdiri dari tempatnya. Tapi kepalanya mulai pening; pandangannya kabur. Ia berusaha memperjelas penglihatannya dengan menyipitkan kedua matanya. Madara mulai menghilang, namun Sasuke tidak bisa mengaktifkan sharingan-nya dikarenakan tenaganya nyaris habis.
‘Sial, kenapa—kenapa aku seperti ini? Kenapa aku tidak bisa membenci mereka?’ batin Sasuke dalam pikirannya. Kemudian dia mulai mendalami kata-kata Sakura tadi.
‘Dia adalah orang yang paling mengerti keadaanmu!’
Sasuke tidak mengerti mengapa pikirannya jadi berubah 180 derajat begini. Telah lama ia bungkam rasa pedulinya terhadap orang-orang di sekitarnya. Hal itu semata-mata hanya untuk balas dendam kepada Itachi yang telah membantai habis klannya. Dan pada akhirnya Sasuke tahu kenyataan pahit dibalik tragedi pembantaian itu.
“Kau tahu Sasuke kenapa Itachi tidak membunuhmu pada malam itu? Karena nyawamu baginya lebih berharga daripada nyawa seluruh penduduk desa Konoha.”
Ungkapan Madara itu terngiang-ngiang di benaknya. Dalam hati ia bersyukur, karena ternyata Itachi tidak pernah berubah memandang dirinya. Sungguh menyesal, Sasuke tidak sempat bilang kalau dia sudah memaafkan Itachi. Sungguh menyesal, ia tidak sempat bilang kalau baginya Itachi adalah kakak terbaiknya sepanjang masa. Dan sungguh menyesal ia tidak sempat juga bilang bahwa bagi dirinya, nyawa Itachi lebih berharga dibandingkan dengan nyawa penduduk Negara Api.
Sasuke menengadah ke depan, menelaah sesosok rambut kuning yang terlihat sibuk memandangi daerah sekitarnya. Rasa-rasanya ia mau pingsan. Tapi Sasuke memilih bertahan dengan tetap mempertahankan keseimbangan chakranya.
Sasuke tahu betul bahwa hanya Naruto yang memahami dirinya. Lalu pikirannya berlabuh ke waktu lalu. Masa-masa yang ingin ia kubur dalam-dalam di ingatannya—namun terpaku dalam kalbunya. Bayang-bayang itu segera fana—tapi menghantuinya antara jaga dan mimpi.
“K—Kau?? Ke—Kenapa kau melindungiku Sasuke?”
“Hn, diam kau, Super bodoh. Aku tidak tahu, badanku yang bergerak sendiri.”
-
“Akhirnya kau datang juga, Teme! Kupikir kau tak punya nyali untuk ikut ujian Chuunin ini.”
“Dari kata-katamu tampaknya kau menang pertandingan sebelumnya ya, Dobe?
“Hahaha tentu saja. Kau jangan sampai kalah Sasuke, aku akan menjadi lawanmu jika kau menang nanti.”
“Banyak omong kau, Dobe.”
-
“Kenapa, Naruto? Kenapa kau sangat peduli padaku?”
“Karena berteman denganmu, aku menjadi tahu bagaimana rasanya memiliki saudara.”
-
“Kau masih saja menghabiskan waktumu dengan hal yang tak berguna Dobe. Bukankah lebih baik kau berlatih saja untuk mencapai cita-citamu sebagai Hokage?”
“Bukankah kau tahu juga Sasuke? Bahwa seseorang yang tidak bisa menyelamatkan temannya tidak layak menjadi Hokage?”
-
“Aku akan menjadikan kebencianmu sebagai bebanku dan mati bersamamu, Sasuke. Sehingga tidak ada lagi yang mengenal jinchuuriki Kyuubi dan Uchiha.”
“Hn, yang akan mati seorang hanya kau, Dobe!”
Kemudian lamunan Sasuke pudar seketika. Matanya terbuka lebar, bibirnya bergetar ketika dilihatnya sekelebat rambut hitam berdiri di belakang Naruto. Jantungnya mulai berdegup kencang. Ia mengenal—sangat mengenal orang itu. Sosok itu adalah orang yang selalu dirindukannya selama ini.
“Nii-san,” ungkap Sasuke. Matanya berair dan jatuh perlahan melewati pipinya yang kusam.
Sosok itu lalu mengulurkan tangannya ke arah Sasuke, seolah mengundangnya untuk beranjak meraihnya. Dia Uchiha Itachi melontarkan senyuman simpulnya kepada Sasuke. Senyuman khasnya—yang selama hidupnya hanya dilontarkan untuk Sasuke seorang.
“Kemari otouto-chan.” Sasuke tidak mendengar apa yang diucapkan Itachi. Namun dari gerakan bibirnya, dia tahu apa yang Itachi ungkapkan. Sasuke tidak tahu apa ini hanya sebuah ilusi semata atau bayang mimpi. Namun jikalau itu hanya sebuah ilusi ia tidak akan kecewa.
Sasuke memejamkan matanya dan berpikir sejenak. Setitik cahaya terang menghampirinya. Dia arahkan pandangannya ke arah tempat Itachi berada. Tapi ia telah menghilang bersama desiran angin. Sasuke langsung mengerti apa maksud Itachi. Ia tak berpikir panjang lagi—dengan segenap kekuatannya yang tersisa—ia langsung melajut cepat ke arah belakang Naruto.
Dan benar saja ternyata Madara muncul di sana. Tanpa ragu-ragu ia langsung menghunus kusanagi yang ia genggam ke arah Naruto. Naruto merasakan hawa jahat di punggungnya, ia menoleh kesana.
“Narutoo…!! Di belakangmu!!” teriak Sakura.
CRASSHHH!!!!
Sakura melotot lebar tidak percaya dengan apa yang ia lihat. “U—Uso.”
Naruto tersungkur ke tanah. Bisa ia rasakan cipratan darah di sekitar wajahnya. Dan ia tahu betul ini bukan darah miliknya. Nyaris sama dengan kamuflase yang ia buat sebelumnya. Tapi yang berbeda ini bukan kamuflase semata. Tak bisa ia pikir dalam logikanya, sosok yang tadi begitu bersemangat ingin membunuhnya malah balik melindunginya.
“Sa—Sasuke?!! Ma—Majika?!” ucap Naruto parau. Bibirnya bergetar hebat, matanya menyiratkan luka yang mendalam. Perasaan ini…Perasaan ini sama seperti saat dulu. Saat Sasuke melindunginya dari serangan Haku.
Dilihatnya dimana Kusanagi itu menembus tubuh Sasuke. Ternyata tepat di bagian jantungnya!
“Sa—Sasuke? Apa-apaan kau?!” Madara langsung melepas tangannya dari kusanagi Sasuke. Kalau ia lepas dari tubuhnya; takut akan menjadi memperparah luka Sasuke.
“Kau memang bodoh, Dobe. Yang boleh mengalahkanmu itu hanya aku tahu.” Sasuke tersenyum bangga. Walau sakitnya bukan main. Ternyata akhirnya dia benar-benar menyadari bahwa dia menganggap Naruto sebagai saudaranya. Seperti Itachi yang ia anggap sebagai kakak terbaiknya; ia melihat sosok itu di Naruto. Dan dia tidak mau—untuk kedua kalinya—melihat orang yang berharga itu mati di depannya.
Sasuke pun lunglai ke tanah. Kepalanya jatuh tepat berada di kaki Naruto. Naruto memandanginya ngeri. Darah mengalir banyak dari luka Sasuke.
“S—Sasuke!!”
“Sa—Sasuke-kun!” Sakura langsung berlari ke arah Sasuke. Tangisannya mengalir bagai air terjun yang tak henti-hentinya jatuh ke lembah. Begitu juga dengan Naruto, dia tak henti-hentinya mengumpati Sasuke yang nyaris kehilangan kesadarannya.
‘Kau yang bodoh, Teme!’
‘Kenapa kau melindungiku, Brengsek?!’
‘Kau tak boleh mati sebelum aku mengalahkanmu!’
Naruto menatap Madara dengan garang. Kali ini dia marah…sangat marah. Tapi kegetirannya menutupi itu semua. Dia berusaha menahan emosinya yang nyaris meledak-ledak. Untuk kali ini dia tidak mau Kyuubi mengambil alih tubuhnya.
Sakura dengan cekatan segera melepaskan pedang yang tertancap di tubuh Sasuke. Ia lakukan secara perlahan karena ia melihat sendiri Sasuke meringis kesakitan. Sakura lalu merubah posisi Sasuke terlentang. Kemudian ia tempatkan tangannya di sekitar dada kiri Sasuke. Gemerlap sinar hijau muncul disekitar pergelangan tangan Sakura. Ia mulai terisak-isak, tak sanggup melihat Sasuke nyaris meregang nyawa.
“Sasuke-kun… Aku mohon bertahanlah.”
“Sa—Sakura…sudah cukup…k—kau…hanya membuang chakra-mu saja.” Sasuke memuntahkan darah segar dari mulutnya—membuat Naruto dan Sakura terperanjat.
“Grrhh…Diam kau Teme! Biarkan Sakura-chan mengobatimu! Jangan sok kuat kau!” umpat Naruto. Ia tak kuat lagi, pertahanannya tumbang. Naruto ikut terisak di tengah-tengah semilir angin—yang entah sejak kapan—berdesir memperkeruh suasana. Menusuk-nusuk kulit jangatnya yang seakan tak berdaging. Sayup-sayup membuatnya bergetar; melihat kepahitan sebuah peristiwa yang tak satu pun tahu bagaimana ujungnya.
“Hn, wajahmu jelek sekali, Dobe.” Sasuke tertawa getir. Hal itu hanya membuat Naruto dan Sakura makin terisak.
“Damare, Teme!” umpat Naruto lagi. Ia tak bisa berpikir mengapa Sasuke melindunginya. Ia tak bisa menebak mengapa pikiran Sasuke berubah secepat itu.
“Aku… Maafkan aku Naruto, Sakura… A— ” Sasuke memuntahkan kembali darah dari mulutnya. Sakura mulai panik, ia tidak mengerti mengapa ninjutsu medisnya tidak ampuh untuk menyembuhkan Sasuke dengan cepat. Ya, ternyata Sakura mulai kehabisan chakra-nya juga.
“Sudah cukup kau bicara, Sasuke!”
Madara yang tidak berkutik melihat pemandangan di depannya, berusaha untuk tidak keras kepala lagi. Ia harus memikirkan langkah pasti selanjutnya. Dalam hati ia menggerutu, ini akibatnya karena ia terlalu bernafsu untuk segera menangkap jinchuuriki Kyuubi. Seseorang yang akan ia jadikan alat dalam perang nanti. malah nyaris terbunuh di tangannya.
Madara berniat untuk kabur dengan jurus ruang hampanya. namun tertahan tatkala ia melihat Naruto berdiri dari tempatnya.
“Jangan kabur kau, Brengsek!” Naruto mengambil posisi untuk menyerang Madara. Dia membentuk segel tangan jurus kagenbunshin, dan sepuluh Naruto palsu pun bermunculan.
“Haha maaf Naruto, lain kali saja kita lanjutkan permainan ini. Tapi sebelum itu aku ingin memberikan hadiah padamu.” Madara membuka mata kanannya lebar-lebar dan memfokuskannya ke arah Naruto. Kemudian… “Amaterasu!” teriak Madara.
“A—Apa?! Kalian semua, cepat selamatkan Sakura-chan, Sasuke dan Kakashi-sensei!” perintah Naruto ke semua bunshin-nya. Bunshin-bunshin itu berhasil membawa mereka ke tempat yang aman. Sedangkan Madara hilang di tengah-tengah kobaran api yang hebat.
Sakura memandang ngeri api hitam yang melalap tempat itu. Lalu bunshin-bunshin Naruto tiba-tiba menghilang. Sakura bergidik takut, ia arahkan pandangannya ke arah Naruto. Dilihatnya sahabatnya itu tersungkur ke tanah; menahan sakit akibat luka di sekitar kakinya. Ternyata Naruto sedikit terlambat untuk menghindar sehingga api hitam menggerogoti kakinya.
“Narutooo!!!!!” teriak Sakura yang langsung berlari menghampiri Naruto. Ia tak peduli dengan kobaran api di sekitarnya yang bisa saja melalapnya tiba-tiba. Langit di atas kepalanya seolah berputar, mengapa akan seperti ini jadinya? Tiga orang rekannya tidak sadarkan diri. Apa yang bisa ia lakukan?
Sakura lalu memindahkan Naruto ke dalam pangkuannya.
“Ba—Bangun Naruto. Aku mohon sadarlah!” ucap Sakura sembari menggoyangkan bahunya. Tapi pemuda itu sama sekali tak bergeming. Ia dekap erat Naruto dalam pelukannya air matanya tak pernah berhenti memancar dari mata jade-nya yang sembab.
Lalu teriakan minta tolong Sakura terdengar di penjuru tebing—yang berdiri kokoh di sekitarnya. Menghasilkan gema yang menyakitkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Sakura terlalu panik, sampai ia menyadari ada seseorang yang meneriakkan sebuah jutsu.
“Mokuton no jutsu!”
Lalu apa yang berkobar itu pun lenyap seketika…
Akhir dari flashback dalam flashback.
“Sakura-chan!” Sakura membuka matanya perlahan. Ia kembali ke alam sadarnya. Namun yang tak ia sadari setitik air matanya jatuh tiba-tiba. “Hei, kau kenapa menangis?” Naruto menyeka air mata Sakura sembari mendekatkan wajah Sakura agar bisa tercapai oleh gapaian tangannya.
“A—Aku hanya ingat kejadian beberapa minggu yang lalu. Itu merupakan hal yang paling terburuk yang pernah aku alami, Naruto. Kau, Sasuke-kun, dan Sensei terluka. Tapi aku panik…aku—aku—” Lalu Sakura pun jatuh ke dalam dekapan Naruto—ikut berbaring bersamanya. Sedu sedannya membuat Naruto tercekat.
“Gomen, Sakura-chan. Seandainya aku lebih kuat—”
Sakura menengadahkan wajahnya ke Naruto, dan langsung memotong kata-katanya. “Tidak! Hentikan Naruto! Kau selalu bilang semuanya salahmu,” ucap Sakura tertahan. Ia memandang mata safir itu dengan lembut. Kemudian ia berbaring kembali di sebelah Naruto—menyebamkan wajahnya di atas dada bidangnya. “Berhenti menyalahi dirimu sendiri, Naruto. Onegai.” Sakura meraih tangan kiri Naruto yang letaknya tidak jauh dari tangan kanannya. Ia beri sentuhan lembut agar Naruto mau menuruti kata-katanya.
Naruto memandangi kepala Sakura yang berada di lehernya. Ia mengambil nafas perlahan—merasakan aroma bunga sakura yang menusuk hidungnya. Serasa di taman surga dunia yang berada di sekitar Monumen Pahlawan Konoha.
Naruto tersenyum. “Ya, aku mengerti Sakura.”
Sakura pun membalas senyuman Naruto lalu lebih merapatkan dirinya ke dalam dekapan Naruto. Dia tahu Naruto sedang sakit. Dan dia tahu pula, aturan rumah sakit Konoha—yang menyebutkan—apapun keadaannya satu tempat tidur berisi satu pasien, tidak lebih. Namun entah mengapa Sakura hari itu merasa lelah sekali dari perjalanan panjangnya. Matanya pun tertutup perlahan tidak mendengarkan ocehan Naruto yang tak henti-hentinya berceloteh tentang ramen.
“Aku boleh ‘kan makan ramen, Sakura-chan?” Naruto melihat ke bawah dan ditemukannya Sakura terlelap. “Sakura-chan?” panggil Naruto lagi. Dilihatnya Sakura yang sudah pergi ke alam mimpinya, Naruto menghembuskan nafasnya perlahan. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak membangunkan Sakura.
Dalam hati Naruto sebenarnya sedikit nervous, baru kali ini selama hidupnya ia berbaring satu ranjang dengan Sakura. Memang tempat tidur di ruangannya cukup besar jadi Naruto tidak terlalu mempermasalahkannya.
Naruto memandangi Sakura dengan lembut. Lalu ia bawa tangan kirinya untuk membelai wajah ayu Sakura.
“Sasuke-kun,” gumam Sakura dalam tidurnya. Naruto segera menghentikan gerakannya. Dilihatnya raut wajah Sakura yang berubah sendu—seperti mau menangis. Naruto lalu memandangi langit-langit diruangannya dengan penuh tanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Sasuke?” Naruto mulai berpikir. “Apakah ada yang Sakura-chan sembunyikan padaku?” Pertanyaan-pertanyaan itu pun menghantuinya sampai ia terlelap.
Bersambung…
Kritik, saran, dll silahkan di kolom Review^^
0 komentar