Naruto Fanfiksi: Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapter 9
Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto
© Masashi Kishimoto
The
Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning:
Sequel from ‘HEART’. Semi-Crossover with The Lord of The Rings.
Romance/Adventure. A bit Fantasy. AU. OOC.
Pairing insert: Naru/Saku, Mina/Kushi, Sasu/Hina, Shika/Ino, Kaka/Kure
.
“Terserah! Aku tidak
sudi berteman dengan anak aneh sepertimu!” umpat Kushina kecil yang segera lari
ke arah hutan, meninggalkan Minato yang terdiam di tempatnya.
“Haah, keras kepala
juga dia.”
.
Chapter
9
Forbidden Love
.
.
Pagi itu Hinata kembali berdiri di
depan kamar yang Sasuke tempati di Menara Interogasi Konohagakure no Sato. Ia
membawakan sarapan karena ia tahu betul makanan yang diberikan di sana jauh
dari persyaratan empat sehat lima sempurna. Terlebih keadaan Sasuke masih belum
pulih benar. Ia kemudian mengetuk pintu.
Dan terdengar jawaban dari dalam.
“Siapa?”
“Hyuuga Hinata,” jawab Hinata dengan
santai.
Pintu itu pun terbuka,
memperlihatkan sosok Sasuke yang memasang air muka datar. “Ada apa?” tanyanya
seolah tak peduli.
Keberanian Hinata pun turun dua
tingkat. “I-Itu…saya membawakanmu sarapan, Sa-Sasuke-kun.”
“Hn.” Sasuke mundur dan membiarkan
pintu kamarnya tetap terbuka. Artinya ia mengizinkan Hinata untuk masuk. “Kau
bisa menaruhnya di meja sana,” ujarnya lagi menunjuk ke arah meja bundar tak
jauh dari pintu.
Hinata pun menurutinya, menaruh
rantang yang ia bawa di atas meja. Kemudian ia berniat keluar lagi, ia tahu
Sasuke pasti sudah bisa makan sendiri. Dan firasatanya mengatakan bahwa Sasuke
mungkin saja menganggapnya sebagai pengganggu. “Saya permisi ya, Sasuke-kun.”
“Tunggu.”
“Eh?” Hinata menoleh pada Sasuke
yang sedang memandangi jendela di depannya. “Ada apa, Sasuke-kun?”
“Kau—mengapa kau bersikap baik
terhadapku? Apa motif di balik semua ini?” tanya Sasuke yang matanya perlahan
menoleh pada pewaris Klan Hyuuga itu.
Mata Hinata melebar, ia kemudian
terdiam—nampak berpikir. Tapi kemudian matanya kembali mengecil. Ia sudah
menemukan jawabannya. “Saya hanya ingin melakukan permohonan terakhir Naruto-kun kepada saya, Sasuke-kun.”
Ekspresi Sasuke kini mengandung
emosi. “Jangan-jangan kau juga tahu—”
“Ya,” Hinata memotongnya dengan cepat.
“Aku mengetahuinya dari Naruto-kun.
Tentang pembantaian Klan Uchiha yang sebenarnya…”
Mata Sasuke pun melebar. Dari mana Naruto bisa tahu? Dan yang
lainnya—siapa yang telah memberi tahu mereka? Ia mengerti bahwa dirinya
dianggap parasit oleh Konoha, tapi yang mengherankan, ada seorang gadis yang
tidak terlalu ia kenal tiba-tiba masuk ke kehidupannya—menawarkan kebaikan.
Kalau memang karena Naruto—tiba-tiba ia sadar akan sesuatu. “Kau melakukan
semua ini…karena kau mencintai Naruto ya?” tanyanya langsung ke inti.
Hinata tertunduk. Mengingat Naruto
sebenarnya masih meninggalkan kepedihan di hatinya. “Saya—”
“Ah, sedang ada tamu rupanya.”
Hinata dan Sasuke langsung menoleh
ke arah pintu.
Terutama Hinata yang menyadari siapa
tamu tak diundang itu, ia langsung berdiri di depan Sasuke. “Bagaimana kalian
bisa tahu Sasuke-kun ada di sini?”
Si tamu tak diundang terdiam
memandangi Sasuke dan Hinata secara bergantian. “Jadi ada lagi Hyuuga dan
Uchiha yang saling jatuh cinta, eh? Aku tak menyangka. Ini sudah sekitar 80
tahun yang lalu.”
Dahi Sasuke mengerut. Apa yang dia maksud?
“A-Anda salah paham, Daimyou-sama. Saya hanya mengunjunginya
sebagai teman,” Hinata lekas-lekas mengoreksi.
Daimyou
datang bersama dengan tiga Anbu Ne dan
Koharu. Kedatangan mereka sama sekali tidak disangka-sangka. Dan kedatangan
mereka sudah pasti membawa pertanda buruk.
“Tsunade mungkin lupa bahwa aku
punya banyak mata-mata. Heh, jangan remehkan jaringan informasiku. Tua begini
juga aku adalah pemimpin Negara Hi,” ujar Daimyou
seraya membuka kipasnya. Seperti biasa ia selalu kepanasan di mana pun ia
berada.
Hinata menelan ludahnya. Apa yang harus aku lakukan?
.
o0o
.
“Kau galak sekali pada, Tou-chan,” ujar Naruto menunjukkan raut
kesalnya.
“Wajar kan perempuan jual mahal sedikit?
Apa lagi terhadap lelaki yang tidak terlalu di kenalnya,” kedua alis Kushina
terangkat. Memasang tampang menggoda.
Naruto memperhatikan tempat tersebut
sudah berubah menjadi hutan lebat. Di sana ia melihat Kushina kecil tangannya
diikat dan dikelilingi oleh shinobi
dari Kumogakure jika dilihat dari hitai-ate-nya.
“Apa yang mereka ingin lakukan
padamu?” tanya Naruto dengan air muka khawatir.
“Mereka mengetahui aku adalah
seorang jinchuuriki. Mereka ingin
mengetahui kekuatan rahasia yang aku miliki untuk dapat mengontrol chakra bijuu.”
Naruto memandangi Kushina
lekat-lekat.
Merasa diperhatikan, Kushina pun
menoleh. Ia tahu apa yang sedang putranya. “Pasti kau memikirkan tidak mungkin
wanita sepertiku memiliki kekuatan sehebat itu, kan?” tanyanya menyulam senyum.
“Eh? Ahaha t-tidak kok. A-Aku hanya
berpikir bagaimana kau bisa melakukannya,” tukas Naruto yang terlihat gugup.
Kalau
aku mengatakan bahwa aku juga bisa membaca pikiran orang lain dia pasti
langsung mati kutu, pikir Kushina dalam hatinya.
Kemudian pandangan mereka kembali
pada Kushina kecil.
“Sial! Aku tidak boleh mengeluarkan
kekuatanku sebenarnya. Bisa-bisa mereka tahu siapa aku,” gerutu Kushina kecil.
Lalu ia memutuskan untuk mencabut tiga helai rambutnya. Berharap shinobi dari Konoha yang menolongnya
tidak kehilangan jejak. “Tapi apakah memang ada yang sudi menolongku?”
Rombongan Kumogakure tersebut terus
berjalan melintasi hutan. Sampai pada akhirnya langkah mereka terhenti karena
bom asap yang mengepul di sekitar mereka.
“Apa-apaan ini?!”
“Jejak kita tercium, sialan!”
“Jaga jinchuuriki itu, jangan sampai ia lari!”
Para shinobi Kumogakure itu terlihat panik. Mereka tidak menyadari
seorang anak kecil beraksi diam-diam di antara asap. Dengan mulus ia memutus
tali yang mengikat di tangan Kushina dan kemudian membawanya ke tempat yang
aman.
“Baiklah sisanya serahkan sama
paman-paman Jounin di sana,” ucap
seseorang yang menggendong Kushina ala pengantin.
“K-Kau? Bagaimana kau bisa mencium
jejakku?”
“Eh? Tadi aku menemukan beberapa
helai rambutmu tidak jauh dari sini.” Minato menyunggingkan senyuman yang
sedikit membuat pipi Kushina bersemu merah.
“Bagaimana kau bisa tahu kalau itu
rambutku?”
“Karena tidak ada rambut lain seindah
rambutmu. Warnanya semerah mawar, aku suka melihatnya,” jawab Minato dengan
jujur sambil menunjukkan senyuman tulusnya.
Pipi Kushina pun tambah bersemu
merah.
Naruto sampai berbinar-binar melihat
kedua orangtuanya itu.
“Aku membenci rambutku yang merah
ini karena sering dijadikan olokan oleh anak-anak seumuranku. Ah, tidak seumuran
sebenarnya, aku tua beberapa puluh tahun dari mereka. Hahaha.”
Naruto bergidik ngeri; menelan
ludahnya sendiri. Sebenarnya umur dia
berapa sih?
“Tadinya
tidak nyaman juga menjadi anak kecil begini. Tapi akhirnya aku tidak
mempermasalahkannya karena…”
Kedua alis Naruto terangkat,
menunggu jawaban.
“Karena aku ingin beranjak dewasa
bersama orang yang aku cintai. Pada akhirnya aku jatuh cinta pada Minato.”
Ada perasaan senang yang tidak bisa
Naruto lukiskan dalam hatinya. Bagaimana tidak? Tentunya seorang anak akan
sangat bahagia jika ia dilahirkan dari dua orang yang saling mencintai. Tapi
ada yang mengganjal di hatinya, dan Naruto pun langsung menanyakannya. “Apakah Tou-chan tahu kau adalah seorang yousei?”
Kushina menatap Naruto terdiam. Raut
wajahnya yang ceria kini berubah datar. Ia menggoyangkan kepalanya ke kiri lalu
ke kanan, “Minato tidak pernah mengetahuinya, sampai Perang Dunia Shinobi
Ketiga berlangsung.”
Lantas mereka pun melompat ke
dimensi berikutnya. Di sana yang terlihat lagi-lagi sebuah medan perang. Api
yang menyala-nyala hingga mencakar langit. Suara wanita dan anak-anak menangis
karena ditinggal orang terkasih. Gelimpangan mayat yang berlumuran darah. Kunai,
pedang, pisau, dan panah yang berserakan di mana-mana.
Yang jelas pemandangan itu sama
sekali tidak indah dilihat berlama-lama.
Kemudian Naruto melihatnya. Kushina,
Minato, dan dua orang shinobi yang
tak ia kenal beristirahat di atas batu besar. Pada saat itu langit dikuasai
malam.
“Kalau kau kebingungan, Naruto,
sepertinya kau mengenal salah seorang dari mereka. Yang perempuan bernama Rin,
dan yang satu lagi adalah gurumu, Hatake Kakashi.”
“Kakashi? Kakashi-sensei?!”
Kushina mengangguk antusias.
“Apakah dia muridnya Tou-chan?”
“Ya, betul sekali. Dan yang itu
adalah Rin. Dia yang kau temui pertama kali saat kau siuman di Uzumakigakure,
Naruto.”
Mata Naruto membulat. “Ma-Maksudmu
dia sebenarnya adalah seorang yousei?”
Kushina mengangguk lagi.
Keempat shinobi itu bersembunyi di hutan yang cukup dalam. Perang
sepertinya belum selesai.
“Seperti biasa, Kushina. Mawarmu
memang obat yang paling mujarab. Padahal kebanyakan dari tumbuhan itu hanya
dijadikan hiasan taman,” ujar Minato seraya memandangi beberapa pokok mawar
yang tumbuh di depannya.
Kushina tersenyum mendengarnya. “Kau
harus ingat jika aku bisa menumbuhkan mawar yang beracun juga,” kemudian ia
tersenyum sejenak. “Aku mengkhawatirkan keadaanmu, Minato. Kudengar muridmu ada
yang tewas, dan satu lagi kehilangan matanya. Aku turut berduka cita,” ujarnya
yang sedang membalut tangan Minato yang terluka dengan perban.
“Yah, baguslah kau datang. Supaya
aku bisa terhibur sedikit,” ucap Minato tersenyum tipis. Ia memandangi
tangannya yang sedang diperban dalam waktu yang cukup lama.
Kemudian Kushina meletakkan
tangannya di pipi Minato, dan membawanya agar menoleh padanya. “Kau sangat
kelelahan, lebih baik besok saja kita kembali ke Konoha. Murid-muridmu juga
sepertinya sudah tidak mampu bertarung lagi,” ujarnya dengan senyuman yang
cukup membuat Minato berbunga-bunga.
Karena baginya Kushina sangat
cantik. Dan kecantikannya akan bertambah kala ia tersenyum.
“Ya,” Minato mengangguk. Tapi
kemudian raut wajahnya berubah tegas, matanya setajam elang. Ia mengeluarkan kunai-nya; melempar ke arah depan.
Kushina, Kakashi, dan Rin langsung
pada posisi bertarungnya.
“Ah, kita ketahuan. Memang Konoha no Kirou Senkou sangat hebat.”
Lalu di depan mereka muncul shinobi bertopeng yang jumlahnya
puluhan.
“Mereka dari Iwagakure!” seru
Kakashi.
“Serahkan padaku,” Minato sudah
siap-siap menyerang.
Namun Kushina menahannya. “Kau sudah
kehabisan banyak chakra karena
membunuh sekitar ratusan shinobi Iwagakure
tadi siang. Sebaiknya kita mundur, Minato.”
“Tapi kita terkepung, tidak ada
waktu untuk lari. Begini saja, kau bawa Rin dan Kakashi lari dari sini. Aku
akan mengalihkan perhatian mereka,” Minato memberi saran.
“Aku tidak akan meninggalkanmu!”
seru Kushina. Ia terkadang dongkol dengan sikap Minato yang ingin menghadapi
semuanya sendirian.
“Ta-Tapi—”
“Lama sekali kalian berdiskusi,
kalau begitu kami saja yang memulainya ya,” shinobi
Iwagakure itu menyeringai sebelum menghilang di kegelapan malam.
“Sial! Di saat malam begini jurus
mereka itu sulit untuk—eh? Ugh!”
“Minato!”
“Tou-chan!”
Naruto juga malah ikut panik melihat ayahnya diserang dari arah yang tak
terduga.
Tapi Minato tak mempedulikan luka di
tangan kirinya, ia melakukan serangan berputar. Lalu maju dua langkah ke
belakangnya. Dan…
ZRATS!
Satu shinobi Iwagakure telah berhasil dilumpuhkan, namun puluhan lainnya
pun menghilang bersamaan.
Kemudian Kushina melemparkan mawar
beracunnya ke beberapa arah yang berbeda. Shinobi
Iwagakure yang terkena tangkainya yang tajam dapat terlihat kembali, lalu
semaput ke tanah.
“Jangan sampai terkena mawarnya.
Berbahaya!”
Kushina lantas berdiri di dekat
Kakashi dan Rin. Ia menyeret keduanya di sekitar pohon. “Tak ada cara lain,
bisa-bisa di antara kita ada yang mati di sini. Minato! Mundurlah ke
belakangku!”
Hanya saja Minato seperti tidak
menuruti perintah kekasihnya itu.
Tanpa disangka-sangka Kushina
merasakan hawa membunuh dari arah depan Minato. Dengan cepat ia berlari ke
depannya.
Uhuk!
“Kushina!” Minato tak bisa menahan
kepedihannya ketika melihat Kushina memuntahkan darah segar. Kejadiannya begitu
cepat, ia langsung memeluk tubuh Kushina yang perlahan-lahan lunglai.
“Tenang saja, Minato. Kau tahu
sendiri lukaku mudah disembuhkan.”
“Minato sudah lama mengetahui jika
aku adalah jinchuuriki Kyuubi. Dan
dia adalah orang yang pertama kali membuka hatinya untukku, disaat yang lain
malah berlari ketakutan.”
Naruto terdiam mendengar apa yang
diutarakan ibunya itu.
“Tidak
ada cara lain ya?” Kushina yang baru saja ditusuk kunai oleh shinobi Iwagakure tiba-tiba berdiri
tegak. Ia lalu merentangkan kedua tangannya dan mengangkatnya perlahan.
DASH!
UWAAA!!
Minato dan Kakashi sangat terkejut
melihat keadaan di sekelilingnya. Para shinobi
Iwagakure itu berteriak kesakitan dan memegangi lehernya seolah-olah
dicekik dengan kuat.
Kemudian cahaya kemerahan
menyelimuti mereka. Kushina menghilang di balik cahaya itu. Lalu ia kembali
menghadap Minato dengan tangannya yang berlumuran darah. Bersamaan dengan
jatuhnya seluruh shinobi Iwagakure
itu ke tanah. Mereka semua telah mati.
“Ka-Kau…” Minato memperhatikan
Kushina dengan wajah bercampur antara kaget dengan takut. Ia belum melihat
Kushina yang seperti ini. “Aku telah membaca sejarahnya…ciri-cirinya juga sama.
Tapi mereka tidak mungkin ada, kan? Mereka hanya legenda, k-kau adalah…”
Kushina memandang Minato dengan air
muka sedih. Ia kembali mengaktifkan genjutsu-nya
dan wajahnya kembali seperti semula.
“Yousei…”
“Tou-chan
mengetahui jika kau adalah jinchuuriki,
tapi tidak mengetahui jika kau adalah yousei…,”
lirihnya.
Kushina mengangguk perlahan.
Lalu angin kencang berhembus di
tempat mereka. Ada cahaya merah lain yang datang. Kemudian memunculkan sosok
asing yang jarang terlihat di muka bumi ini. “Kushina, kau melanggar
perjanjian. Kau malah menunjukkan sosokmu sebenarnya pada manusia-manusia ini.
Sekarang tidak ada yang bisa kau sembunyikan. Kau harus mengikutiku pergi ke Valinor.”
“Siapa dia?” tanya Naruto.
“Dia ayahku.”
“Eh?”
Kemudian layar putih kembali muncul
di antara Naruto dan Kushina.
“Apa yang selanjutnya terjadi. Lalu
bagaimana dengan Rin?” tanya Naruto yang sangat penasaran.
“Ayahku tidak membuka rahasia Rin
karena wujud aslinya tidak terbongkar. Tapi yang tidak bisa kupungkiri ayahku
benar-benar murka.”
Lantas tempat mereka beralih ke
sebuah jembatan besar yang tidak jauh dari hutan itu.
“Kau sudah tahu tentang putriku dan
alasannya untuk mengemban tugas yang sangat konyol ini. Sejak dulu aku tak
pernah merelakannya menjadi jinchuuriki Kyuubi.
Dia kabur dari kampung halamannya tanpa bisa aku cium jejaknya. Beruntung dia
memperlihatkan wujud aslinya, aku langsung bisa menemukannya.”
Minato terdiam memandangi sungai
kecil di bawah jembatan yang ia pijaki.
“Dan dia malah jatuh cinta dengan
salah seorang manusia. Kau tahu? Itu adalah sangat terlarang.”
“Tapi Senju Hashirama dan Uzumaki
Mito—”
“Bersatunya mereka hanya mengantar
malapetaka. Hashirama meninggalkannya lebih dulu, dan Mito tetap hidup sampai
tua renta. Dia pikir semua yousei akan
mati jika pasangannya juga mati. Aku tidak ingin putriku mengalami hal yang
sama. Kalian adalah makhluk yang senang menumpahkan darah demi apa yang belum
tentu mutlak milik kalian!”
Minato semakin menunduk, ia lalu
memandangi Pemimpin Uzumakigakure itu dengan tak gentar. “Kushina adalah
perempuan yang hebat. Dia telah banyak menyelamatkan manusia di sini. Anda
seharusnya tidak meragukan kemampuan yang dimilikinya.”
Wajah Miyazaki semakin mengeras, “Kalau
bayarannya adalah nyawa putriku, aku tidak akan membiarkan ini terus
berlangsung. Biarkan dia pergi. Dia bukanlah milikmu, tapi milik klannya.”
Minato tak bisa berkata apa-apa
lagi. Ia telah kalah. Kalah dalam mempertahankan kekasihnya agar selalu berada
di sampingnya.
“Jadi kau kembali ke Uzumakigakure?”
tanya Naruto yang mulai geram terhadap seorang yousei yang menurutnya sombong itu.
Kushina mengangguk perlahan. “Tak
hanya itu, aku juga harus pergi ke Valinor.
Aku harus meninggalkan dunia ini.”
Lalu dimensi itu berpindah ke tempat
lain, yang bagi Naruto sama sekali tak asing.
Melihat bangunan-bangunannya Naruto
langsung mengetahui di mana ia berada. “Konohagakure…”
“Minato… Minato…”
Naruto langsung menoleh ke arah
suara. Terlihat wanita berambut merah mawar lebat yang berlari mengejar seorang
lelaki yang sama sekali tidak mengindahkannya. Susah payah ia mengejar, sampai
ia berhasil meraih bahu lelaki itu. Syukurlah lelaki itu tidak mengeluarkan
jurus ruang hampanya untuk kabur darinya.
“Minato!” Kushina langsung
menggenggam kuat tangan lelaki itu. “Kita perlu bicara!”
Minato tetap membuang muka.
“Tatap aku!” dengan tergesa Kushina
menyentuh dagu Minato dan menggerakkannya untuk menoleh ke arahnya. Biru langit
pun bertemu dengan merah darah. Betapa ia merindukan mata yang menyimpan
semangat itu. “Mengapa kau menjauhiku sejak insiden itu?”
“Semuanya sudah jelas; kau akan
kembali ke Uzumakigakure. Dan hubungan kita berakhir sampai di sini.” Minato
hendak pergi, namun Kushina tetap menahannya.
“Mengapa kau mengatakan hal ini? Kau
tidak benar-benar menyerah, kan? Namikaze Minato tidak pernah menyerah terhadap
apa pun,” lirih Kushina yang hampir menangis.
“Lihatlah kenyataan, Kushina. Kau
seorang yousei dan aku adalah manusia
biasa. Apakah aku pantas bersamamu?”
Mata Kushina membelalak.
“Apakah kita akan bahagia sampai
akhir hayat kita?”
Kushina terdiam di tempatnya.
“Lihat, kau sendiri tidak bisa
membayangkan akan jadi apa masa depan kita nanti.”
“Apa kau benar-benar ingin
mengakhirinya? Apakah kau tidak mencintaiku lagi?” terdengar nada putus asa
dari suara ini.
Sampai-sampai Minato kembali
membuang muka. “Ya, harus sampai di sini.”
“Katakan pada mataku langsung,
Minato, jika kau benar-benar tidak mencintaiku.”
Minato pun menatap Kushina dengan
wajah datar. “Aku sudah menyetujui perjodohanku dengan kunoichi asal Kirigakure, Mei Terumi.”
Kushina mundur beberapa langkah;
kakinya terasa lemah mendengar berita yang menurutnya tak masuk akal ini. Ia
menutupi bibirnya dengan kedua tangannya.
“Pulanglah, Kushina. Ayahmu sedang
menunggumu.”
“Tou-chan
payah!” umpat Naruto yang tingkahnya bak melihat tontonan drama. Mungkin saja jika ini diibaratkan sebagai sebuah
drama dan diperankan oleh orang lain, ia tidak akan pernah seemosional ini.
Tapi sayangnya drama ini dimiliki oleh kedua orangtuanya. Dan ia tentu merasa
sedih karenanya.
Kushina dan Naruto pun melompat ke
dimensi lain. Sekarang mereka berada di sebuah hutan lebat yang pohon-pohonnya
begitu tinggi, nyaris mencakar langit. Dan yang dilihat hanyalah hijau, tak ada
warna lain, kecuali lampion-lampion yang dibawa oleh sebuah rombongan asing
yang Naruto tidak kenal.
“Mereka siapa?” tanya Naruto.
“Mereka adalah yousei yang akan pergi ke Valinor
melalui Laut Aear. Dan mereka tidak
akan kembali.”
“Kau ikut?”
“Ya, aku di barisan paling depan.
Ayo, kemari, Naruto.” Kushina mengajak Naruto untuk mendekat sedikit ke arah
rombongan yousei yang berjalan beraturan
melintasi hutan belantara.
Para yousei itu memakai jubah merah marun, tak terkecuali Kushina yang
berada di depan barisan bersama dengan ayahnya. Kepalanya tertutupi kain kudung
yang tersambung dengan jubahnya.
Para keturunan kerajaan Rumah Besar
Uzumakigakure menggunakan kuda, sedangkan sisa dari mereka berjalan kaki
perlahan.
Naruto memperhatikan wajah-wajah
yang tak pernah dimakan usia itu dengan saksama. Satu hal yang bisa ia simpulkan;
wajah mereka begitu damai.
Lalu pada saat di persimpangan jalan
Kushina memberhentikan kudanya secara tiba-tiba. Ia menyadari ada seorang anak
kecil lelaki yang melintas di depannya. Anak kecil itu entah dari mana
datangnya, tapi terlihat nyata. Mata merah Kushina mengikuti ke mana anak kecil
itu berlari. Semakin menjauh, sosok anak kecil itu semakin transparan.
Kushina pun melihat ada sebuah
fatamorgana di sana. Ada sebuah tempat yang muncul, tempat yang sangat ia
kenal. Seorang lelaki berambut warna kuning berdiri membelakanginya, memandangi
pahatan wajah yang ada di tebing yang sedang dipandanginya.
Di belakangnya anak kecil tadi—yang
memiliki rambut berwarna kuning juga—memanggilnya, “Otou-chan!”
Lelaki itu pun menoleh pada anak
kecil itu. Dan ia menggendong si anak kecil dengan antusias; menciumi pipinya
yang gembil. Anak kecil itu kini memandangi Kushina seraya tersenyum. Mata
hijaunya gemerlap menatapnya lugu. Disadarinya anak kecil itu memanggilnya
dengan suatu panggilan yang tidak ia duga-duga…
Kushina tak terlalu mengenal wajah
lelaki itu karena ada seberkas cahaya yang menghalangi. Tapi ia tidak
mengalihkan matanya dari sana beberapa menit. Ia memejamkan matanya
rapat-rapat. Saat membukanya lagi, pemandangan itu telah menghilang. Ia pun melihat
tempat tadi hanyalah ruang-ruang di antara pohon yang berdiri tegak lurus
dengan langit.
“Siapa anak kecil itu? Kalau itu aku
mengapa matanya berwarna hijau?”
Kushina hanya tersenyum mendengar
pertanyaan Naruto.
Kushina yang bergabung dengan rombongan
klannya itu pun akhirnya berani mengambil keputusan.
“Kushina.”
Kushina menoleh ke arah suara yang
memanggilnya.
Rupanya itu ayahnya. “Ada apa? Kau
tidak bisa berhenti begitu. Kau hanya memperlambat laju rombongan yang lain.”
“Aku akan pergi ke Iwagakure;
membatalkan pernikahan Minato, Ada (Ayah).”
“Apa kau bilang?!” Miyazaki terlihat
marah.
“Tadi aku melihat masa depanku di
antara pepohonan. Dan pohon-pohon ini tidak pernah berdusta.” Kushina pun
berbalik arah, dan segera keluar dari rombongannya. Ia memacu cepat kudanya,
meninggalkan ayahnya seorang diri yang tak berkutik di tempat.
“Ayo kita ke tempat selanjutnya,
Naruto.”
Naruto hanya mengangguk.
Lantas tempat itu pun berubah di
sebuah tempat yang bangunannya terbuat dari kristal-kristal. Naruto
memperhatikannya dengan serius, ia langsung menyadari jika bangunan itu terbuat
dari kaca yang di dalamnya terdapat air yang mengalir. “Wow!” serunya. Ia pun
menyadari sosok perempuan berambut merah mawar yang berlari di depan bangunan
itu dengan terburu-buru.
Kushina lalu melepas jubah yang ia
kenakan untuk mempercepat larinya.
Sesampai ia di pintu ada dua orang
penjaga yang mencegahnya masuk ke dalam
“Mau apa kau? Tidak ada yang boleh
masuk, prosesi pernikahan sudah dimulai dari—uwaaa…!”
“Aku tidak ada urusan dengan
kalian!”
Naruto sampai ngeri melihat penjaga
itu lunglai ke lantai seperti habis kena cekik. Padahal yang ia lihat Kushina
sama sekali tidak menyentuh lehernya. Bahkan jarak mereka terpaut sejauh lima
meter. Perempuan itu tak peduli wajah asli yousei-nya
terlihat. Yang ia inginkan hanyalah menghentikan upacara pernikahan itu.
Kushina lalu meninju dinding yang terbuat dari
kristal tersebut. Lalu air pun menyembur deras keluar dari sana. Ia membuat
beberapa segel tangan dan berlari ke arah pintu yang tertutup rapat. “Suiton:
Suiryuudan no jutsu!”
Dan muncullah air berbentuk Naga
yang menghantam pintu. Pintu tersebut seketika hancur berkeping-keping. Dan
seluruh orang di dalam bangunan pun menoleh ke arah Kushina. Ia sudah mengubah
wajahnya kembali menjadi manusia biasa. “Hentikan pernikahan ini!”
“Kushina,” ujar Minato yang tidak
percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Aku tidak merelakan kau menikah
dengan wanita itu, Minato. Dan aku tahu betul kau tidak menginginkannya juga.
Jadi, berhentilah berpura-pura!” Kushina mendekat perlahan. Matanya terpanah
lurus ke mata biru Minato yang terlihat berkabut.
“Minato-kun, kita sudah melakukan perjanjian pernikahan. Kau sekarang telah
menjadi suamiku, kau tahu itu!” Mei Terumi yang mengenakan irotomesode serba biru langsung berdiri di samping Minato. Ia
menatap tajam Kushina. “Dan kau! Aku tidak akan membiarkanmu mengambil Minato
dariku!”
Tiba-tiba Kushina memutuskan untuk
pindah ke dimensi lain.
“Eh, mengapa hilang? Padahal tadi
sedang seru-serunya,” ujar Naruto yang kecewa.
Kushina tersenyum paksa. “Ahaha.
Sebenarnya aku muak sama kejadian ini dulu. Aku tak ingin mengingatnya lagi.
Benar-benar konyol!”
Naruto mendengus kesal. Apanya yang konyol sih? Cuma pertarungan dua
orang perempuan yang sedang memperebutkan seorang laki-laki.
Kemudian
latar putih itu kembali menunjukkan sebuah pemandangan. Sekarang mereka berada
di atas Menara Hokage, bangunan paling tinggi di Konohagakure.
Naruto memicingkan mata. Dilihatnya
sepasang wanita dan pria yang berdiri berhadapan. Tampak mesra sekali.
“Ne,
akhirnya kau menjadi Hokage juga, Minato. Kau tidak akan membiarkan aku pergi
lagi, kan?”
Minato
menggenggam setangkai bunga mawar di tangannya. Ia memotong bagian tangkainya
yang berduri, lalu menyematkan sisa bunga mawar itu di telinga kanan Kushina.
Ia lalu mengangguk. Memperlihatkan cengirannya yang sangat khas. “Kalau memang
malapetaka itu benar-benar ada, aku tidak akan takut. Aku akan melindungimu.
Dan kita akan menghadapinya bersama-sama.”
Ia
membelai anting mawar yang tersemat di telinga istrinya. “Ini anting hadiah
pernikahan dari ayahmu, kan? Indahnya. Seindah dirimu, Konoha no Rosu Akai.”
Kushina
tertawa geli. “Kau tidak setuju dengan, Akai
Chisio no Habanero?”
“Tidak, menurutku itu terlalu
menyeramkan,” canda Minato.
Kushina
memukul perlahan dada Minato; ia ikut tersenyum. Ia lalu mendekap suaminya itu
dengan erat. Menyandarkan kepalanya di bahu kekarnya. Setelahnya perlahan ia
berbisik di telinganya. “Aku ada sebuah kabar untukmu, Minato.”
“Eh, apa?”
“Ssstt…” Kushina menahan tubuh
Minato agar tetap berada di pelukannya. Ia berbisik kembali. “Kau akan menjadi
ayah.”
Minato langsung melepas pelukannya
pada Kushina dengan eskpresi tidak percaya. “Ma-Masa?”
Kushina mengangguk antusias.
Minato tak bisa menahan rasa
bahagianya. Ia lalu menggendong tubuh Kushina; berputar-putar tidak peduli ia
nanti akan pusing, meluapkan kegembiraannnya. Sepasang sejoli itu tertawa
bersama-sama. Tawa yang tidak akan terlupakan.
Naruto mengusap air matanya yang
terlanjur turun. Ia terharu melihat kedua orangtuanya bahagia. Sebenarnya ia
ingin memanggil wanita yang sekarang berada di sampingnya dengan sebutan ibu,
namun ia masih gengsi untuk melakukannya.
Kemudian layar putih kembali
menghiasi padangan Kushina dan Minato.
“Dari sini, aku akan
memperlihatkanmu bagaimana kejadian penyerangan Kyuubi di Konohagakure. Saat
itu adalah malam pada waktu kau dilahirkan,” ujar Kushina memperingatkan.
“Eh?” Naruto agak kaget
mendengarnya.
“Sebenarnya aku tidak ingin
mengingatnya lagi, tapi kurasa kau perlu mengetahuinya. Kau siap?”
Naruto mengangguk perlahan.
Latar pun berubah di sebuah goa yang
Naruto tak tahu di mana. Ia meringis mendengar teriakan seorang wanita yang
pada akhirnya ia sadar itu adalah teriakan Kushina. “Apa yang terjadi padamu?”
“Ah, belum pernah melihat wanita
melahirkan?”
Kedua alis Naruto terangkat. “Memang
apa yang kau lahirkan?”
Kushina menahan tawanya sendiri.
“Aku melahirkan dirimu, Naruto.”
Mata biru Naruto melebar. Ia lantas
menutup kupingnya lagi ketika mendengar teriakan yang tak kalah kencang
dibanding tadi. Ia memperhatikan ayahnya yang sedang memegangi perut ibunya.
“Apa tidak ada cara untuk
menghilangkan rasa sakitnya?” tanya Minato yang khawatir melihat keadaan
istrinya yang kesakitan. Penuh peluh dan tangisan.
“Kau fokus saja pada kewajibanmu
menahan segelnya, Minato. Jangan memasang tampang memelas seperti itu. Kau adalah
Hokage Keempat!”
“Ugh, Kyuubi mulai melawan,” lirih
Minato. Ia berusaha dengan keras agar segelnya tetap terjaga.
“Apa yang Tou-chan lakukan?”
“Minato menahan segel Kyuubi agar
tidak terbuka karena pada saat melahirkan segelnya menjadi lemah. Dan ini
adalah hal yang sangat rahasia sehingga aku melahirkan di sini, bukan di rumah
sakit seperti kebanyakan orang. Tapi rupanya kami tak punya kuasa…”
“Memangnya ada apa?”
“Karena ada yang mengetahui rahasia
ini,” jawab Kushina seraya memejamkan matanya.
“Cepatlah keluar, Naruto! Kasihan
ibumu!” teriak Minato yang tenaganya hampir habis menahan perlawanan Kyuubi
yang ingin keluar dari segelnya.
Tak lama setelah itu, terdengar
teriakan Kushina dibarengi dengan teriakan lain yang tampak asing.
“Selamat, Hokage-sama. Seperti yang telah diprediksi,
bayi laki-laki yang sehat.”
Minato langsung menatap bayi yang
menangis kencang itu yang sedang digendong oleh Biwako, istri Hokage Ketiga
yang membantu persalinan. “Aku jadi ayah,” lirihnya menitikkan air mata. “Eh?
Mengapa telinganya agak runcing begitu?”
Biwako lalu membawa bayi Naruto
kepada Kushina yang tampak kelelahan.
Kushina memperhatikan bayinya dengan
saksama. “Dia…yousei…”
Minato yang masih kaget kembali
bertanya. “Aku bukannya tidak senang, Kushina. Tapi bukannya kau telah menjadi
manusia seutuhnya. Mengapa Naruto—”
DUAG!
Biwako dan pembantunya terkulai di
lantai, sementara Naruto sudah berpindah tangan ke orang asing yang menggunakan
topeng—yang berdiri tak jauh dari pintu goa. “Serahkan jinchuuriki itu padaku, Yondaime. Kalau tidak anak ini akan
kubunuh.”
“Siapa kau?” Minato berusaha tetap
tenang. Pandangannya kemudian beralih pada Kushina yang mengerang kesakitan.
Segelnya lama-lama terbuka. Aku harus
bergerak cepat.
SSAATTT
Pria bertopeng itu melempar Naruto
ke atas. Dengan sigap Minato mengambilnya, hanya saja kemudian ia menemukan
beberapa bom kertas menempel di kain yang menutupi tubuh bayi Naruto.
Minato pun melesat cepat keluar goa.
“Minato! Naruto!” teriak Kushina
yang panik. Ia merasakan bom itu meledak dengan dahsyatnya.
“Sialan!” Naruto sungguh geram
melihat pemandangan itu. Ia ingin menolong, tapi sekarang ia agak waras untuk
menyadari bahwa kejadian di depannya ini hanyalah proyeksi dari masa lalu. Ia
tidak akan bisa melakukan apa-apa.
“Terima kasih, Tuhan. Kau tidak
apa-apa, Naruto.” Minato memeluk bayi Naruto, lalu mengeluarkan jurus ruang
hampa untuk kembali ke rumahnya. Ia meletakkan Naruto di tempat tidur, dan
menutupi tubuh kecilnya dengan selimut agar tidak kedinginan. Ia sudah berhenti
menangis. “Kau tunggu di sini ya, Naruto. Aku akan menyelamatkan ibumu.”
Minato berjalan ke arah lemari.
Mengambil jubah kebesarannya dan mengenakannya. Jubah Hokage Keempat.
Kushina dan Naruto berpindah tempat
lagi ke sebuah lapangan di mana Kushina diikat.
“Kau menganiaya wanita yang baru
melahirkan ini. Kalau tidak, aku pasti akan mencabikmu sampai mati,” ujar
Kushina yang tidak takut dengan apa yang akan dilakukan pria bertopeng itu.
“Aku mengakui jurusmu itu memang
menakutkan, tapi yang namanya penjahat selalu mengambil kesempatan dalam
kesempitan. Kau harus tahu itu.” Ia lalu mengaktifkan sharingan-nya. “Ayo, keluarlah, Kyuubi. Laksanakanlah perintahku!”
Kushina mengerang. Ia merasakan
tubuhnya panas membara pada saat Kyuubi perlahan-lahan keluar dari segel yang
ada di perutnya.
Sekarang Kyuubi sudah keluar
seutuhnya dari segel. Ia mulai mengamuk tak terkendali. Matanya pun berubah
merah menjadi sharingan. Rupanya genjutsu telah mempengaruhi Kyuubi.
Sementara itu Kushina tersungkur ke
tanah. Ia menjadi lemah tak berdaya. Bagaimanapun keluarnya Kyuubi dari
segelnya itu berdampak buruk padanya. Ia menyadari Kyuubi menatap garang
padanya.
“Apa yang Kyuubi akan lakukan?”
Naruto memandangi bijuu itu dengan
air muka cemas. Ia hampir saja berlari ke arah Kushina saat Kyuubi hendak menginjak
wanita itu. Syukurlah Minato menyelamatkannya tepat waktu.
Minato menatap pria bertopeng dengan
tajam.
“Minato, cepat selamatkan penduduk
desa. Ini sangat berbahaya,” bisik Kushina yang hampir kehabisan tenaga.
Minato hanya memperhatikan istrinya
dengan ekspresi sedih. Kemudian ia menggunakan jurus ruang hampanya ke rumahnya
sendiri. Ia meletakkan Kushina di samping Naruto yang sedang tertidur pulas.
Perlahan Kushina mendekap Naruto,
anaknya yang baru saja lahir. Ia menciumi pipi bayi merah itu. “Ibu
menyayangimu, Naruto.”
Naruto terhenyak mendengarnya.
Antara haru dan pedih, ia berusaha menahan agar air matanya tidak keluar.
“Minato, bawa Kyuubi ke tengah
hutan,” pinta Kushina lagi.
Minato pun menurutinya. Ia kembali
ke medan pertempuran. Berdiri tepat di arah Kyuubi yang akan mengeluarkan bijuu dama-nya yang sangat
menghancurkan. Ia membentuk beberapa segel tangan seraya mengarahkan kunainya
ke arah Kyuubi. Kyuubi pun menghilang dalam sekejap.
Mata Minato kemudian mencari pria
bertopeng itu. Ia menemukannya. Tanpa pikir panjang lagi, ia menggunakan jurus
ruang hampa untuk menyerangnya dengan rasengan.
Pria bertopeng itu tampak terkejut
dengan serangan tiba-tiba Minato. Ia berhasil menghindar, namun baju di lengan
kanannya terkoyak-koyak akibat serangan rasengan Hokage Keempat itu.
“Siapa kau? Apakah kau Madara?”
tanya Minato yang menatap garang ke lawannya itu.
“Sepertinya sampai di sini saja
perjumpaan kita, Yondaime. Ini baru
pemanasan, tapi seharusnya kau menyadari malapetaka itu tak akan bisa kau
hindari bersama-sama dengan istrimu yang yousei
itu.”
Mata Minato pun membesar. “Bagaimana
kau mengetahuinya?”
Belum sempat terjawab. Pria
bertopeng itu menghilang dengan cepat.
“Sialan!” Minato pun segera beranjak
dari sana. Masih ada urusan yang harus ia lakukan.
Tiba-tiba layar putih itu muncul
kembali di depan Kushina dan Naruto.
Kushina menoleh ke arah Naruto yang
tubuhnya terlihat tergegar-gegar, tangannya mengepal kuat untuk menahan gejolak
dalam tubuhnya. “Apa kau masih ingin melanjutkannya? Sebentar lagi kita akan
mencapai akhir.”
“Lanjutkan saja,” jawab Naruto
dengan cepat.
Kushina
mengambil nafas dalam-dalam. Lalu mereka kembali ke dimensi lain yang berupa
hutan.
Naruto memperhatikan Minato muncul
dengan dirinya yang masih bayi, dan Kushina yang terduduk. Ia melihat dari
punggung Kushina keluar rantai-rantai besi yang mengikat Kyuubi; berhasil
menjinakkannya.
“Aku memiliki chakra yang dapat meredam chakra
Kyuubi, Naruto,” ucap Kushina menjelaskan.
Tapi Naruto tak menjawab apa-apa, ia
tampak serius dengan pemandangan yang terjadi di depannya.
Kushina yang di masa lalu itu, tiba-tiba
memuntahkan darah segar.
“Hei,” Naruto tampak bereaksi. Ia
seperti akan mendekat ke arah ibunya yang sekarat itu.
“Kushina,” lirih Minato. Lantas bayi
Naruto menangis kencang.
“Maafkan Ibu karena membangunkanmu,
Naruto,” ungkap Kushina lemah. Pandangannya beralih pada suaminya. “Minato, aku
akan menyegel Kyuubi ke dalam tubuhku. Dia akan terkubur mati bersamaku.
Maafkan aku semuanya berakhir seperti ini.”
Mata Minato mulai berkaca-kaca.
“Yang paling aku sesali adalah aku
tidak akan bisa melihat Naruto tumbuh dewasa. Terima kasih untuk semuanya,
Minato. Tapi aku tidak pernah menyesali keputusanku untuk bersama denganmu. Aku
tidak menyesal melahirkan putramu. Aku mencintaimu,” ujar Kushina tersenyum
manis.
Minato pun menangis dibuatnya.
“Kushina, kau yang membuatku jadi Hokage. Kau yang melahirkan buah hati kita.
Kau juga merelakan keabadianmu untuk bersama denganku tinggal di dunia fana
ini. Tapi kita tidak bisa menyerah di sini, ini adalah permulaan.” Ia lalu
mengusap air matanya dan menghentakan tangannya ke tanah sehingga muncul sebuah
tempat tidur bayi yang di kelilingi enam lilin. Ia meletakkan Naruto di sana.
Kushina terbelalak melihatnya. “Apa
yang akan kau lakukan, Minato?” Ia memperhatikan suaminya membentuk susunan
segel tangan yang panjang. Ia langsung mengenali urutan segel tangan itu.
“Minato, kau—”
“Aku akan menyegel Kyuubi pada
Naruto. Chakra yousei-nya mungkin akan ikut teredam juga, Kushina sehingga ia
nanti akan terlihat seperti manusia biasa. Naruto harus melaksanakan misi yang
belum selesai.” Shinigami pun muncul di belakang Minato.
Mata sayu Kushina pun melebar.
“Fuunjutsu:
Shikifujin!” tangan Shinigami mengambil jiwa Kyuubi perlahan.
Tertatih-tatih Minato membantu istrinya berdiri; memosisikan dirinya di
belakang Kushina. Mereka berdua kemudian mendekat ke arah Naruto. “Ada yang
ingin kau sampaikan pada Naruto, Kaa-san?”
Kushina pun memejamkan matanya
rapat-rapat. Ia menangis tersedu-sedu. “Naruto, jadilah anak yang baik dan
suatu saat kau akan menjadi Hokage seperti ayahmu. Bahkan kau bisa melampaui
dia.” Ia terdiam sejenak, namun air matanya yang mengalir tidak bisa
dihentikan. “Kau harus memakan makanan yang sehat, jangan banyak memakan ramen.
Hati-hati terhadap Jiraiya-sama, aku
takut penyakit mesumnya ia tularkan padamu. Kau juga harus memiliki banyak
teman, jangan nakal karena mereka akan menjauhimu kalau kau sikapnya
menyebalkan. Lalu manusia pasti akan hidup berdampingan. Wanita dan pria
ditakdirkan untuk selalu bersama, Naruto. Maka dari itu kalau suatu saat kau
akan menikah, jangan memilih wanita yang aneh, pilihlah wanita seperti aku.”
Sedih sekali mengingat kejadian itu.
Kushina yang asli kini tak bisa menahan air matanya lagi. Ia tertunduk lesu,
mengatupkan matanya erat-erat.
“Naruto, pesan ayahmu sama dengan
pesan ibumu yang cerewet,” ujar Minato seraya tersenyum. Kemudian ia pun melanjutkan kembali jurus
penyegelan itu. Sampai ia dan istrinya tergeletak tak bernyawa.
Setelahnya cahaya putih
kebiru-biruan muncul di tempat itu. Semuanya lalu terasa terang, tapi sayangnya
tidak menerangi hati Naruto yang kini malah kian suram.
“Ka—Kaa-sama…”
Suara itu terdengar putus asa
sehingga takut-takut Kushina menoleh kepadanya. Ia baru menyadari wajah Naruto
yang telah banjir air mata, dan tentunya tercenung melihatnya.
“Kaa-sama!”
Naruto pun tak ragu untuk memeluk ibunya yang ia kira telah tiada.
Kushina terisak-isak menyambut
pelukan putranya yang terpisah dengan dirinya selama 16 tahun lamanya.
Berkali-kali ia menciumi kepala putranya untuk melampiaskan rasa sayangnya yang
selama ini tidak bisa tersampaikan.
Rindu itu tak bisa dibendungnya
lagi. Ibu dan anak itu menangis bersama-sama. Dan Naruto semakin memeluk ibunya
dengan erat.
Dan layar putih itu memecah, dan
beralih kembali menjadi kamar yang Naruto tempati di Uzumakigakure. Di sana ada
Rin yang mengnonaktifkan jurus jelajah waktunya. Ia membantu Kushina dan Naruto
untuk melihat kejadian yang telah lalu. Ia memperhatikan ibu dan anak itu
dengan miris di hati sekaligus rasa senang yang tak terperi. “Syukurlah…”
Bersambung
0 komentar