Ichi Go Ichi E (Full of Friendship): Bab 2 Lucitania Kamel: Sampai Kapan Mau Jadi Bocah?
Kamel
memperhatikan kerupuk ikan, camilan kesukaannya yang berserakan di sekitar
kakinya. Ia menggigit bibirnya sendiri, menahan tangisannya agar tak membuncah.
“Duh,
sori ya. Gue nggak sengaja nyenggol lo.” Kata maaf itu menguar di balik
cekikikan menyebalkan yang terekam di daun telinga Kamel, namun ia tak peduli.
Yang ia pedulikan cuma satu, kerupuk ikannya itu sudah tidak bisa disantapnya
lagi.
“Lagian
punya badan lesu banget. Perasaan tadi gue nggak terlalu kuat nyenggol lo.”
Kamel
melirik sejenak Linzy si ketua geng Rambut-Bandana, yang merupakan teman
sekelasnya. Mereka disebut dengan geng Rambut-Bandana karena semua anggotanya
memiliki rambut yang panjangnya hingga ke pinggul yang sehari-hari dihiasi
bandana dengan warna mencolok mata. Ia lantas kembali menunduk memandangi
lantai.
Cekikikan
jelek bak kuntilanak itu kembali terdengar. Membuat bulu kuduk Kamel berdiri.
“Udah
sih, Zy. Cabut ke kelas yuk! Lo nggak sadar dikacangin sama si Unta ini?” ujar
Jenna. Unta adalah panggilan kesayangan teman-teman
sekelasnya pada Kamel. Diambil dari camel
yang artinya unta.
Linzy
geleng-geleng kepala. “Woles sih lo. Lagian siapa yang peduli dikacangin sama
Kamel? Dia memang pendiam, kan?” Ia lalu melirik Kamel dan mendekat ke arahnya.
“Mel, lo udah SMA kali. Bentar lagi mau lulus malah. Jangan kayak bocah gitu,
sih.” Tangan Linzy merogoh dompetnya, mengambil selembar uang sepuluh ribu,
kemudian menyodorkannya pada cewek yang rambutnya dikuncir di kedua sisi kepala
itu. “Nih. Cukup kan buat ngeganti snack lo?”
Kamel
memperhatikan uang yang ditawarkan padanya itu. Ia lalu nyengir lebar, menunjukkan
deretan giginya yang dibehel. “Nggak usah, Zy. Makasih banyak,” ucapnya sembari
menggoyangkan kedua tangannya di udara.
Dahi
Linzy mengerut. Ia kembali tertawa geli. “Yaudah kalau gitu.” Uang tersebut ia
simpan kembali di dompetnya. “Kamel … Kamel, kalau lo kayak gini terus nanti
nggak bakal ada cowok yang deketin lo,” sambungnya yang masih cekikikan. Teman-teman
Linzy pun begitu.
Kepala Kamel miring ke
kanan. “Cowok? Gue udah punya empat kok.”
“Oh ya?” Jenna dan
Linzy saling lirik. Melempar tatapan mengejek satu sama lain.
“Bener! Cowok pertama suka marahin gue karena
gue bego, tapi dia pintar banget, sering bantuin gue belajar pelajaran IPA.
Cowok kedua emang bawel dan perhitungan, tapi dia tajir, jadi sering ngebeliin
gue kerupuk ikan sampai dua kilo. Cowok ketiga orangnya sok ganteng dan
nyebelin, tapi dia sering nyanyiin lagu buat gue, suaranya merdu banget! Cowok
keempat dari tampangnya kelihatan galak, tapi dia nggak pernah nolak pas gue
minta tolong.”
“Hm?”
satu alis Linzy mengerut. Ia lantas memandangi temannya satu per satu, kemudian
tertawa lantang berbarengan. Matanya kembali menatap remeh pada Kamel. “Ada-ada
aja lo.”
Kamel
mengangguk berapi-api. “Kapan-kapan mereka gue bawa ke sekolah terus gue
kenalin sama kalian.”
Tawa
Linzy kembali lepas di udara. “Aduh! Lama-lama sakit perut gue karena ketawa
mulu. Gue ke kelas duluan ya. Dadah, Unta.” ia dan geng-nya pun meninggalkan
Kamel sembari melambaikan tangan.
“Lo
baik banget sih sama Kamel, Zy? Kalau gue sih pengen banget toyor tuh
kepalanya, nggak tahan gue sama muka sok polos dia,” ucap Jenna.
Kedua bahu Linzy terangkat. “Lebay lo bilang
gue baik. Gue juga agak jijik sih. Tapi gimana dong? Gue bukan cewek yang suka
nge-bully gitu. Lagian dia nggak
bikin masalah sama gue.”
“Dia
bilang punya empat cowok. Lawak banget lah!”
Entah
sudah berapa kali hari Geng Linzy terpingkal-pingkal karena ulah Kamel.
Sementara
itu mata Kamel tertuju sosok Linzy yang menjauhinya. Ia memperhatikan lekat-lekat
teman sekelasnya yang modis itu. Senyumnya kembali tersungging. “Udah cantik.
Ramah lagi. Gue jadi pengen kayak dia.” Sekarang ia menggoyangkan tubuhnya ke
kiri dan ke kanan.
Kaki
Kamel kemudian tidak sengaja menginjak salah satu kerupuk ikan tersebut. “Aduh,
harus dibersiin dulu,” ia bersungut-sungut, lekas memunguti satu per satu
kerupuk ikan yang berserakan di lantai. Dikumpulkannya dalam satu wadah yang lantas
dibuangnya ke tempat sampah.
Kamel
tidak menyadari banyak mata yang sedang memperhatikan tingkah childish-nya itu. Tapi ia yang memang
terlampau polos memang selalu asyik dengan dirinya sendiri. Ia lalu mengeluarkan
sebuah notes dan pulpen mini dari
saku rok sekolahnya dan mulai menulis di sana.
Nanti mau bercosplay kayak Linzy. Harus
beli kaos kaki pink-putih yang
panjangnya sebetis. Kontak lens warna pink.
Terus wig warna marun yang
panjangnya sepinggang. Bikin baju seifuku[1].
Di
sebelah tulisan tersebut ia membuat sketsa kasar sepasang cewek dan cowok yang
mengenakan baju seragam sekolah ala Jepang. Kamel tersenyum puas dengan hasil
karyanya. Bibirnya maju 5 cm. “Konsep baru buat di festival Jepang nanti.
Mudah-mudahan aja Dhira, Binar, Rey, sama Jo suka.”
Kamel
pun dengan menggebu-gebu beranjak dari kantin; hendak menuju kelasnya.
Sayangnya ia terlampau bersemangat. Kakinya menginjak sisa kerupuk ikan yang
tertinggal di lantai. Ia pun terpeleset dengan pantat yang jatuh duluan. Tentu
saja ia langsung jadi bahan tertawaan semua orang yang ada di kantin.
“Duh!”
Kamel mengerang. Seorang penjual jajanan di kantin itu mengulurkan tangan;
ingin membantunya berdiri. “Nggak apa-apa, Bang. Terima kasih.”
Tanpa
beban berarti, Kamel berlari kencang menuju kelasnya. Ia tidak ambil-pusing dengan
kumpulan mata yang tengah memperhatikan tingkah anehnya itu. Lucitania Kamel
memang cewek yang langka….
0 komentar