Kamelia di Padang Salju (Buat Nabila Nurjanida)
Kamelia di
Padang Salju
Pernah menonton drama Jepang penuh
haru One little of Tears? Bagi Anda
yang pernah menontonnya, saya bisa tebak bahwa Anda pasti meluluhkan airmata
lebih dari satu liter dalam setiap adegan pilu yang disajikannya.
Kisah nyata seorang gadis Jepang penderita
Spinocerebellar Degeneration; penyakit
langka yang menyerang bagian otak cerebellar.
Membuatnya kesulitan menggerakkan tangan dan kaki, berbicara, melihat, dan yang
paling parah adalah gagal pernafasan. Maka kematian adalah akhir dari
perjuangan kerasnya.
Kisah Aya, gadis penderita Spinocerebellar Degeneration, adalah
kisah yang sangat menggugah banyak orang. Kisah perjuangan sejati yang belum
tentu semua orang mampu setegar karang menghadapinya.
Tapi apakah Anda tahu bahwa cerita nyata di atas
terjadi pula di Indonesia?
Penyakit ini biasa disebut Motor Neuron Disease….
Penyakit yang menyerang saraf motorik seseorang.
Membuatnya sulit beraktifitas seperti: menggerakkan kaki dan tangan, berbicara,
menelan, dan yang paling berbahaya adalah mengurangi kemampuan bernapas secara
perlahan-lahan. Itulah yang membuatnya menjadi salah satu penyakit berbahaya di
dunia.
Meski terlihat sama, Motor Neuron Disease berbeda dengan penyakit yang menyerang Aya, Spinocerebellar Degeneration. Berbedanya
di mana? Saya pun kurang memahami karena saya buta akan istilah-istilah
kedokteran.
Mungkin Anda sekalian tidak mengetahuinya. Kisah di
atas tanpa diduga-duga saya temukan di lingkungan sekitar saya sendiri—sekitar
dua tahun yang lalu.
Ya, penyakit langka lagi mematikan itu menyerang seorang
teman saya….
Dia adik kelas saya waktu SMA, sekaligus teman satu
angkatan pada saat kuliah. Tak disangka-sangka saya yang terlambat kuliah
setahun, bisa bertemu dengannya kembali di salah satu kampus swasta ternama di
Bandung.
Saya tadinya memang tidak terlalu mengenalnya. Kami
hanya mengenal wajah dan nama. Pada saat ospek di kampus, itu pun dia yang
menyapa duluan. Saya cukup kaget melihatnya berada di barisan peserta ospek. Perkenalan
kami yang cukup intens justru berawal karena kisah ini. Nanti akan saya ceritakan
bagaimana alur ceritanya.
Untuk lebih mudah diingat, panggil saja dia dengan Mbil.
Mbil yang saya tahu pada saat SMA adalah gadis berjilbab yang tomboy lagi cantik J. Sangat senang berpetualang, dan paling getol berorganisasi. Dia adalah anggota
pecinta alam, mengikuti banyak organisasi: dari OSIS di dalam sekolah, sampai forum
komunikasi OSIS kota Bogor.
Menempuh rimba, menyebrangi sungai-sungai berjeram,
berorganisasi di sana-sini hingga jarang berada di rumah. Jadi, bisa ditebak
bahwa Mbil adalah gadis super sibuk yang sangat aktif.
Sehingga ketika saya mendengar kabar itu, saya pun serasa disambar petir di
siang bolong. Memang selama enam bulan, saya tidak pernah bertemu dengannya di
kampus saya bersekolah di Dayeuhkolot. Cukup sulit karena kami berbeda
fakultas. Pernah terlintas juga di otak saya untuk mencari tahu ke mana Mbil di
fakultas tetangga. Tapi saya tidak menemukannya, saya bingung mau nanya sama
siapa. Waktu pertama kali masuk kampus IMT saya malas mengikuti organisasi apa
pun, pengen hidup tenang hehe, jadi nggak terlalu banyak kenal
mahasiswa-mahasiswa di fakultas lain.
Namun, saya mengetahui keadaan Mbil dari teman SMA sekaligus teman SD saya (Ranika :D). Teman saya tersebut mengatakan jika Mbil sudah tidak kuliah lagi karena
keadaannya yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajar.
Saya pun berinisiatif untuk mencarinya. Pertama-tama yang
saya lakukan adalah mencari Mbil di Facebook
karena saya ingat dia belum ada di dalam daftar teman saya. Alhamdulillah saya menemukannya, dan
langsung saya add. Selang satu hari,
ada pemberitahuan Mbil mengkonfirmasi. Lantas saya memperhatikan isi wall-nya terlebih dahulu sebelum membuka
pembicaraan. Ternyata wall di Facebook Mbil penuh dengan post dari orang lain. Hampir semua
isinya mengucapkan rasa empati dan simpati sekaligus pujian.
Dari sana saya pun mengetahui jika Mbil membuat blog pribadi yang berisi tentang
pengalamannya dalam menghadapi Motor
Neuron Disease.
Akhirnya saya pun membuka blog itu, dan saya disambut dengan header bertuliskan kata-kata ini:
I am 20 years old girl who suffered Motor Neuron
Disease #MND. In this blog, I’ll post about this disease, me, family, and
friends.
Baru membaca header-nya
saja membuat trenyuh. Kemudian saya pun membaca tulisan yang Mbil publish dalam blog tersebut. Saya membacanya dari tulisan yang pertama sekali
Mbil publish. Saya tidak menyangka … tidak
menyangka salah satu teman saya mengalaminya. Terakhir saya berjumpa dengannya
Mbil masih sehat wal’afiat.
Di dalam blog
tersebut, Mbil menceritakan masa-masa sulit saat pertama kali Motor Neuron Disease menyerangnya.
Berjalan mulai sulit dia lakukan; jalannya ibarat penguin. Lalu makan dan minum
juga dilakukan dengan kehati-hatian ekstra karena takut tersedak. Untuk
berbicara pun demikian, kata-kata apa yang diperintahkan otak untuk diutarakan,
saat keluar dari mulut terdengar lain. Pandangannya buram, tangannya begitu
lemas; sulit ditegakkan. Terkadang ia mengalami sesak napas yang begitu
menyakitkan.
Saat divonis menderita Motor Neuron Disease, Mbil mengutarakan bahwa dia sangat sedih
sekali sampai saking sedihnya tidak bisa menangis. Dia berusaha menerimanya
dengan ikhlas karena sebulan sebelumnya telah mendengar diagnosa awal dari
konsultasi yang dilakukan dengan dokter ahli saraf. Dan ternyata diagnosa itu
benar adanya. Sehingga menurutnya, ikhlas adalah jalan terbaik untuk saat ini.
Saya membaca satu demi satu tulisan Mbil tanpa ada
satu pun yang saya lewatkan. Di sana, saya melihat antusiasme pengunjung blog-nya yang menyemangatinya.
Mengatakan bahwa tulisan-tulisan tersebut sangat inspiratif.
Tulisan-tulisan itu begitu apa adanya. Saat depresi, Mbil
akan bilang depresi. Saat senang, Mbil akan bilang senang. Yang membuat
trenyuh, dia berusaha menjadikan semua ini sebagai takdir manis Tuhan yang
diberikan padanya.
Mbil mengutarakan, memang penyakitnya itu telah
merenggut segalanya darinya. Tapi selama ada harapan akan dia hargai. Walau
hanya 0,000000001% akan sangat dia syukuri. Dia berusaha tegar dan menerimanya
dengan lapang dada. Dia juga berharap cukup tubuhnya saja yang penyakit itu
ambil. Tidak dengan keluarganya, juga orang-orang terdekatnya.
Mbil mengutarakan alasannya menulis tentang
penyakitnya melalui blog, bukan
karena dia ingin dikasihani oleh orang-orang. Tapi sekadar berbagi, bahwa hidup
ini terlalu rendah untuk tidak disyukuri. Karena kehidupan begitu mahal
harganya. Dan Tuhan telah memberikannya secara gratis.
Karena itu, Mbil ingin bermanfaat bagi orang lain.
Caranya adalah melalui goresan tangannya sendiri (karena sebuah tulisan bisa
mengubah dunia :D). Selesai membaca blog
Mbil, saya pun langsung kepikiran sesuatu. Kebetulan saya sedang ada tugas
untuk membuat film pendek. Saya pun berencana membuat film pendek yang memuat kisah
tentang Mbil. Maka pertama-tama yang saya lakukan adalah saya harus meminta
izin terlebih dulu.
Saya pun mengirimkan pesan kepada Mbil lewat Facebook. Awalnya saya berbasa-basi
dahulu karena kami memang tidak pernah mengobrol seperti ini sebelumnya. Saya
berbicara panjang-lebar: dari menanyakan kabar, mengucapkan rasa empati,
mengatakan bahwa saya sempat mencarinya di kampus, dan terakhir mengutarakan
niat saya untuk memuat kisahnya ke dalam sebuah film.
Saya mengatakan, hanya film pendek biasa untuk tugas
di kampus. Bukan untuk diikutkan pada festival film indie atau mencari uang. Karena ini adalah film yang pertama kali
saya buat dengan lima orang personel, saya pun belum punya nyali membawa film
itu sampai ke sebuah kompetisi film.
Akhirnya dengan ramah, Mbil mengatakan setuju. Dia
juga tidak menuntut yang macam-macam. Ya, karena dia mengerti film ini juga
hanya sebuah film sederhana. Bukan film untuk komersialisasi.
Alasan saya ingin mengangkat kisah Mbil ke sebuah film
pendek bukan hanya karena untuk tugas semata, tetapi agar teman-teman di kampus
membuka mata. Agar nantinya lebih banyak orang yang mendoakan Mbil.
Lantas saya dan rekan-rekan mulai membuat film tentang Mbil. Judul yang saya berikan adalah ‘Namaku Mentari’. Saya bertugas menyusun
naskah skenarionya, sedangkan untuk sutradara ditugaskan pada teman sekelas
saya, Daniel. Lalu tiga kru lain bertugas menjadi camera person, Aca sama Indra dan talent, Corry. Total ada lima kru dalam film ini ditambah dua talent dari luar tim.
Dalam waktu tiga minggu, kami berusaha semaksimal
mungkin untuk menghasilkan film pendek yang apik. Mengejar deadline yang diberikan dosen. Tapi ada rintangan yang menghadang
yaitu, rekan-rekan saya yang sulit menyamakan waktu karena kesibukan
masing-masing (lagi banyak tugas sama lagi banyak yang jadi anggota kepanitiaan,
termasuk saya).
Ada Indra teman sekelompok saya dalam membuat film ini |
Akhirnya pembuatan film itu pun hasilnya tak bisa
maksimal. Peng-edit-an setelah
produksi hanya dilakukan dalam waktu semalam (tepuk tangan buat Danil yang merangkap sebagai sutradara dan juga editor :D). Setelah selesai, saya memutuskan
untuk tidak memperlihatkannya pada Mbil karena menurut saya hasilnya kurang
maksimal hehe ^^a. Tapi ditutup-tutupi pun akhirnya tanpa sengaja ketahuan juga
(akibat Farah yang promosiin di twitter -___-). Dengan antusias yang membuncah Mbil
ingin sekali menonton film pendek tentangnya yang saya buat itu. Akhirnya
dengan ragu-ragu saya meng-upload
film tersebut ke Youtube, lalu
memberikan link-nya pada Mbil
melalui Twitter. Dia sempat berkata
akan menonton film itu bersama dengan dokternya (jadi tambah malu akunya K). Karena saya diam-diam mengambil foto Mbil dari Facebook di film tersebut (maaf ya Mbil
nggak bilang2 -__-v ) dan ketahuan juga akhirnya
(malu deh akunya K)
Corry as Mentari |
Saya yang numpang lewat hehehe |
Bumper In Namaku Mentari |
Mentari dan Keluarga |
Untuk sekarang hanya hasil dari tarian tangan ini yang
bisa saya persembahkan padanya. Saya bukan siapa-siapa, tapi saya ingin sekali
berada dalam lingkaran orang-orang yang peduli padanya. Karena bagi saya Mbil
adalah penyembuh kepesimisan.
Tetap semangat, Mbil. Doaku akan selalu menyertaimu. I heart you…. (ngomong ala SM*SH)
Meski dingin menerpa, dia tetap tumbuh segar di antara
hamparan salju tebal.
Meski pilu melanda, dia tetap tegar
menghadapi takdir hitam yang Tuhan tentukan dalam alur bukunya.
Jalan hidupnya yang begitu mengesankan
adalah penyulut api bagi orang-orang yang haus akan pencerahan.
Ini Mbil, Cantik, kan? Foto yang saya ambil diam2. Maaf ya Mbil ^^v |
Source --> http://happyhaiku.blogspot.com
Buat yang penasaran filmnya seperti apa, silakan nonton di sini :D
|
2 komentar
Udah keluar belum bukunya, apa judulnya
ReplyDeleteKayaknya belum keluar bukunya
Delete