Wajah


Wajah

            Di mana wajahku? Seperti apa bentuknya? Aku benar-benar tidak ingat.
            Coba saja kamu tengok ke cermin!
            Tapi aku enggan melakukannya. Tapi gelitik penasaran di hatiku tidak dapat dipungkiri. Aku ingin melihat rupanya walau hanya sekali.
            “Hei, kamu memiliki fotoku?” Aku meminta tolong pada perawat yang setia mengurusku setiap hari.
            Dia tidak mengatakan apa-apa, kemudian memberikan padaku sebuah bingkai yang diambilnya dari laci meja sebelah tempat tidurku. “Ini….”
            “Ah, terima kasih.” Aku pun melihat dengan saksama foto di depanku. Foto sebuah wajah yang sepertinya aku kenal.
            Ya, aku mengenalnya. Itu adalah wajahku!
Kalau kuingat wajahku dulu, sungguh membuatku senang. Wajahku yang tampan lagi menyeramkan. Wajahku yang berwibawa lagi berangasan. Wajahku yang membuat semua orang menciut lena mencium ujung sepatu mengkilapku. Setelah itu kutendang mereka karena telah mengotori sepatuku dengan keringat busuknya. Tidak ragu kuperlihatkan ekpsresi mengancam yang tidak mafhum kata ampun. Agar mereka gentar membuatku naik pitam.
            “Anda tidak bosan melihatnya terus? Setiap hari Anda melakukannya berkali-kali,” titah perawatku itu tiba-tiba.
            “Ngaur kamu! Kalau kulihat setiap hari bagaimana aku bisa lupa?”
            Perawatku pun bungkam seribu bahasa setelah kubentak. Lagian asal bicara; tidak tahu dia aku ini siapa!
            Seringaiku mengembang sengit. Wajah ini … tidak ada yang mampu menantang wajah ini! Maka aku pun meminta perawatku untuk mengambilkan cermin. Sekarang aku tidak ragu lagi untuk melihatnya.
            “Ta-Tapi….” Perawat itu tampak ragu.
            “Sudah! Lakukan saja perintahku, Goblok!” umpatku padanya.
            Lantas dengan terburu-buru, dia pun menyodorkan cermin padaku; setelahnya pergi entah ke mana. Langsung saja kuletakkan cermin itu di depan mataku. Dan… Segera kulempar cermin itu ke lantai!
            “Wajah siapa?! Wajah siapa itu?! Jelek sekali!” aku membuang segala benda yang ada di depanku. Tidak peduli akan huru-hara yang dibuatnya.
            Tuhan telah menghukumku! Tuhan telah menghukumku!
            Wajah tirani ini rata sebelah karena kanker tulang lunak yang Tuhan berikan padaku!
            Aku lupa Tuhan sedang menghukumku!
             
http://research.pps.dinus.ac.id/include/image/administrasi-icon.png
           
           

           
           
                       

Share:

0 komentar