Kamelia di Padang Salju (Buat Nabila Nurjanida)



Kamelia di Padang Salju
           
            Pernah menonton drama Jepang penuh haru One little of Tears? Bagi Anda yang pernah menontonnya, saya bisa tebak bahwa Anda pasti meluluhkan airmata lebih dari satu liter dalam setiap adegan pilu yang disajikannya.
            Kisah nyata seorang gadis Jepang penderita Spinocerebellar Degeneration; penyakit langka yang menyerang bagian otak cerebellar. Membuatnya kesulitan menggerakkan tangan dan kaki, berbicara, melihat, dan yang paling parah adalah gagal pernafasan. Maka kematian adalah akhir dari perjuangan kerasnya.
            Kisah Aya, gadis penderita Spinocerebellar Degeneration, adalah kisah yang sangat menggugah banyak orang. Kisah perjuangan sejati yang belum tentu semua orang mampu setegar karang menghadapinya.
Tapi apakah Anda tahu bahwa cerita nyata di atas terjadi pula di Indonesia?

Serupa tapi tak sama. Sebuah penyakit langka menyerang gadis berusia 20 tahun di Indonesia. Dalam artikel kedokteran yang saya baca, penyakit ini biasanya menyerang orang tua yang keaktifan sistem motorik di tubuhnya agak berkurang karena faktor usia. Penyakit ini biasanya didapati pada orang-orang ras Kaukasoid, sehingga jarang menyerang penduduk Asia. 1:100.000 orang. Penyakit ini adalah penyakit yang mematikan; penyebabnya belum bisa diketahui, dan seabad lamanya pengobatan dan cara menyembuhkannya belum ditemukan. Lantas orang yang terserang penyakit ini rata-rata bisa bertahan antara dua sampai lima tahun lamanya.
Penyakit ini biasa disebut Motor Neuron Disease….
Penyakit yang menyerang saraf motorik seseorang. Membuatnya sulit beraktifitas seperti: menggerakkan kaki dan tangan, berbicara, menelan, dan yang paling berbahaya adalah mengurangi kemampuan bernapas secara perlahan-lahan. Itulah yang membuatnya menjadi salah satu penyakit berbahaya di dunia.   
Meski terlihat sama, Motor Neuron Disease berbeda dengan penyakit yang menyerang Aya, Spinocerebellar Degeneration. Berbedanya di mana? Saya pun kurang memahami karena saya buta akan istilah-istilah kedokteran.
Mungkin Anda sekalian tidak mengetahuinya. Kisah di atas tanpa diduga-duga saya temukan di lingkungan sekitar saya sendiri—sekitar dua tahun yang lalu.
Ya, penyakit langka lagi mematikan itu menyerang seorang teman saya….
Dia adik kelas saya waktu SMA, sekaligus teman satu angkatan pada saat kuliah. Tak disangka-sangka saya yang terlambat kuliah setahun, bisa bertemu dengannya kembali di salah satu kampus swasta ternama di Bandung.
Saya tadinya memang tidak terlalu mengenalnya. Kami hanya mengenal wajah dan nama. Pada saat ospek di kampus, itu pun dia yang menyapa duluan. Saya cukup kaget melihatnya berada di barisan peserta ospek. Perkenalan kami yang cukup intens justru berawal karena kisah ini. Nanti akan saya ceritakan bagaimana alur ceritanya.
Untuk lebih mudah diingat, panggil saja dia dengan Mbil. Mbil yang saya tahu pada saat SMA adalah gadis berjilbab yang tomboy lagi cantik J. Sangat senang berpetualang, dan paling getol berorganisasi. Dia adalah anggota pecinta alam, mengikuti banyak organisasi: dari OSIS di dalam sekolah, sampai forum komunikasi OSIS kota Bogor.
Menempuh rimba, menyebrangi sungai-sungai berjeram, berorganisasi di sana-sini hingga jarang berada di rumah. Jadi, bisa ditebak bahwa Mbil adalah gadis super sibuk yang sangat aktif.
Sehingga ketika saya mendengar kabar itu, saya pun serasa disambar petir di siang bolong. Memang selama enam bulan, saya tidak pernah bertemu dengannya di kampus saya bersekolah di Dayeuhkolot. Cukup sulit karena kami berbeda fakultas. Pernah terlintas juga di otak saya untuk mencari tahu ke mana Mbil di fakultas tetangga. Tapi saya tidak menemukannya, saya bingung mau nanya sama siapa. Waktu pertama kali masuk kampus IMT saya malas mengikuti organisasi apa pun, pengen hidup tenang hehe, jadi nggak terlalu banyak kenal mahasiswa-mahasiswa di fakultas lain.
Namun, saya mengetahui keadaan Mbil dari teman SMA sekaligus teman SD saya (Ranika :D). Teman saya tersebut mengatakan jika Mbil sudah tidak kuliah lagi karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas belajar.
Saya pun berinisiatif untuk mencarinya. Pertama-tama yang saya lakukan adalah mencari Mbil di Facebook karena saya ingat dia belum ada di dalam daftar teman saya. Alhamdulillah saya menemukannya, dan langsung saya add. Selang satu hari, ada pemberitahuan Mbil mengkonfirmasi. Lantas saya memperhatikan isi wall-nya terlebih dahulu sebelum membuka pembicaraan. Ternyata wall di Facebook Mbil penuh dengan post dari orang lain. Hampir semua isinya mengucapkan rasa empati dan simpati sekaligus pujian.
Dari sana saya pun mengetahui jika Mbil membuat blog pribadi yang berisi tentang pengalamannya dalam menghadapi Motor Neuron Disease.
Akhirnya saya pun membuka blog itu, dan saya disambut dengan header bertuliskan kata-kata ini:
I am 20 years old girl who suffered Motor Neuron Disease #MND. In this blog, I’ll post about this disease, me, family, and friends.
Baru membaca header-nya saja membuat trenyuh. Kemudian saya pun membaca tulisan yang Mbil publish dalam blog tersebut. Saya membacanya dari tulisan yang pertama sekali Mbil publish. Saya tidak menyangka … tidak menyangka salah satu teman saya mengalaminya. Terakhir saya berjumpa dengannya Mbil masih sehat wal’afiat.
Di dalam blog tersebut, Mbil menceritakan masa-masa sulit saat pertama kali Motor Neuron Disease menyerangnya. Berjalan mulai sulit dia lakukan; jalannya ibarat penguin. Lalu makan dan minum juga dilakukan dengan kehati-hatian ekstra karena takut tersedak. Untuk berbicara pun demikian, kata-kata apa yang diperintahkan otak untuk diutarakan, saat keluar dari mulut terdengar lain. Pandangannya buram, tangannya begitu lemas; sulit ditegakkan. Terkadang ia mengalami sesak napas yang begitu menyakitkan.
Saat divonis menderita Motor Neuron Disease, Mbil mengutarakan bahwa dia sangat sedih sekali sampai saking sedihnya tidak bisa menangis. Dia berusaha menerimanya dengan ikhlas karena sebulan sebelumnya telah mendengar diagnosa awal dari konsultasi yang dilakukan dengan dokter ahli saraf. Dan ternyata diagnosa itu benar adanya. Sehingga menurutnya, ikhlas adalah jalan terbaik untuk saat ini.
Saya membaca satu demi satu tulisan Mbil tanpa ada satu pun yang saya lewatkan. Di sana, saya melihat antusiasme pengunjung blog-nya yang menyemangatinya. Mengatakan bahwa tulisan-tulisan tersebut sangat inspiratif.
Tulisan-tulisan itu begitu apa adanya. Saat depresi, Mbil akan bilang depresi. Saat senang, Mbil akan bilang senang. Yang membuat trenyuh, dia berusaha menjadikan semua ini sebagai takdir manis Tuhan yang diberikan padanya.
Mbil mengutarakan, memang penyakitnya itu telah merenggut segalanya darinya. Tapi selama ada harapan akan dia hargai. Walau hanya 0,000000001% akan sangat dia syukuri. Dia berusaha tegar dan menerimanya dengan lapang dada. Dia juga berharap cukup tubuhnya saja yang penyakit itu ambil. Tidak dengan keluarganya, juga orang-orang terdekatnya.
Mbil mengutarakan alasannya menulis tentang penyakitnya melalui blog, bukan karena dia ingin dikasihani oleh orang-orang. Tapi sekadar berbagi, bahwa hidup ini terlalu rendah untuk tidak disyukuri. Karena kehidupan begitu mahal harganya. Dan Tuhan telah memberikannya secara gratis.
Karena itu, Mbil ingin bermanfaat bagi orang lain. Caranya adalah melalui goresan tangannya sendiri (karena sebuah tulisan bisa mengubah dunia :D). Selesai membaca blog Mbil, saya pun langsung kepikiran sesuatu. Kebetulan saya sedang ada tugas untuk membuat film pendek. Saya pun berencana membuat film pendek yang memuat kisah tentang Mbil. Maka pertama-tama yang saya lakukan adalah saya harus meminta izin terlebih dulu.
Saya pun mengirimkan pesan kepada Mbil lewat Facebook. Awalnya saya berbasa-basi dahulu karena kami memang tidak pernah mengobrol seperti ini sebelumnya. Saya berbicara panjang-lebar: dari menanyakan kabar, mengucapkan rasa empati, mengatakan bahwa saya sempat mencarinya di kampus, dan terakhir mengutarakan niat saya untuk memuat kisahnya ke dalam sebuah film.
Saya mengatakan, hanya film pendek biasa untuk tugas di kampus. Bukan untuk diikutkan pada festival film indie atau mencari uang. Karena ini adalah film yang pertama kali saya buat dengan lima orang personel, saya pun belum punya nyali membawa film itu sampai ke sebuah kompetisi film.
Akhirnya dengan ramah, Mbil mengatakan setuju. Dia juga tidak menuntut yang macam-macam. Ya, karena dia mengerti film ini juga hanya sebuah film sederhana. Bukan film untuk komersialisasi.
Alasan saya ingin mengangkat kisah Mbil ke sebuah film pendek bukan hanya karena untuk tugas semata, tetapi agar teman-teman di kampus membuka mata. Agar nantinya lebih banyak orang yang mendoakan Mbil.
Lantas saya dan rekan-rekan mulai membuat film tentang Mbil. Judul yang saya berikan adalah ‘Namaku Mentari’. Saya bertugas menyusun naskah skenarionya, sedangkan untuk sutradara ditugaskan pada teman sekelas saya, Daniel. Lalu tiga kru lain bertugas menjadi camera person, Aca sama Indra dan talent, Corry. Total ada lima kru dalam film ini ditambah dua talent dari luar tim.
Dalam waktu tiga minggu, kami berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan film pendek yang apik. Mengejar deadline yang diberikan dosen. Tapi ada rintangan yang menghadang yaitu, rekan-rekan saya yang sulit menyamakan waktu karena kesibukan masing-masing (lagi banyak tugas sama lagi banyak yang jadi anggota kepanitiaan, termasuk saya).
Ada Indra teman sekelompok saya dalam membuat film ini
Akhirnya pembuatan film itu pun hasilnya tak bisa maksimal. Peng-edit-an setelah produksi hanya dilakukan dalam waktu semalam (tepuk tangan buat Danil yang merangkap sebagai sutradara dan juga editor :D). Setelah selesai, saya memutuskan untuk tidak memperlihatkannya pada Mbil karena menurut saya hasilnya kurang maksimal hehe ^^a. Tapi ditutup-tutupi pun akhirnya tanpa sengaja ketahuan juga (akibat Farah yang promosiin di twitter -___-). Dengan antusias yang membuncah Mbil ingin sekali menonton film pendek tentangnya yang saya buat itu. Akhirnya dengan ragu-ragu saya meng-upload film tersebut ke Youtube, lalu memberikan link-nya pada Mbil melalui Twitter. Dia sempat berkata akan menonton film itu bersama dengan dokternya (jadi tambah malu akunya K). Karena saya diam-diam mengambil foto Mbil dari Facebook di film tersebut (maaf ya Mbil nggak bilang2 -__-v )  dan ketahuan juga akhirnya (malu deh akunya K)
Corry as Mentari
Saya yang numpang lewat hehehe

Bumper In Namaku Mentari
Mentari dan Keluarga

Lalu di suatu hari Mbil pernah menuturkan kepada saya bahwa dia sekarang sedang mempersiapkan bukunya yang hendak diterbitkan secara nasional (asik! :D). Buku yang mengisahkan tentang bahtera kehidupannya menghadapi Motor Neuron Disease. Dengan menggebu-gebu, saya pun berjanji padanya jika bukunya terbit saya pasti akan membelinya.
Untuk sekarang hanya hasil dari tarian tangan ini yang bisa saya persembahkan padanya. Saya bukan siapa-siapa, tapi saya ingin sekali berada dalam lingkaran orang-orang yang peduli padanya. Karena bagi saya Mbil adalah penyembuh kepesimisan.
Tetap semangat, Mbil. Doaku akan selalu menyertaimu. I heart you…. (ngomong ala SM*SH)
Meski dingin menerpa, dia tetap tumbuh segar di antara hamparan salju tebal.

            Meski pilu melanda, dia tetap tegar menghadapi takdir hitam yang Tuhan tentukan dalam alur bukunya.
            Jalan hidupnya yang begitu mengesankan adalah penyulut api bagi orang-orang yang haus akan pencerahan.
Ini Mbil, Cantik, kan? Foto yang saya ambil diam2. Maaf ya Mbil ^^v
            Karenanya menurutku dia … ibarat kamelia … bunga yang selalu berwarna cerah walau salju sedang turun menutupi kelopak-kelopaknya ... dan dia nggak pernah layu :), sebab itulah saya menyebut Mbil sebagai … kamelia di padang salju .
Source --> http://happyhaiku.blogspot.com




Buat yang penasaran filmnya seperti apa, silakan nonton di sini :D







Share:

2 komentar