Sakura Punya Cerita

MAU KE JEPANG GRATIS? YUK, NULIS ARTIKEL. DEADLINE 16 JUNI 2016. INFO LEBIH LENGKAP KLIK BANNER DI BAWAH INI.

Ikuti Present Campaign HIS Summer Trip Blogging Competition


Fic kedua yang aku buat dulu. Jadi masih acak-acakan ^^

Sakura Punya Cerita
Naruto © Masashi Kishimoto
Ada Satu © Vidi Aldiano
Warning: Rated T, a bit fluff
Pairing: Naruto dan Sakura

Sakura dan Naruto di sini sudah berumur 24 tahun.
Ok deh, Selamat membaca ^^
Song, Ada Satu by Vidi Aldiano
 Aku tak kuasa melupakan dirimu
Walau sekejap saja
Berasa terhenti nafasku tanpamu berada di sisiku.
            Hai, kasihku tahukah engkau? Kali ini aku dikelilingi oleh desiran angin malam, duduk di atas tempat tidur kita. Kupandangi Rembulan yang sedari tadi bersinar terang menerangi sisi gelap dunia. Cahayanya masuk ke dalam kamar kita yang temaram, menemani diriku yang belum terlelap.
Tempat tidur ini cukup besar untuk kau dan aku, namun mataku tak bisa jua terpejam. Kusadari malam-malam penatku-yang selalu ada kau menemaniku, menjadi selimutku di kalaku kedinginan. Tempat dimana aku menyembamkan mukaku dikala ketakutan. Namun kali ini aku sendirian.
Andai saja aku tak mempunyai kesibukkan yang berarti, aku pasti akan mengikutimu melangkah jauh ke depan. Tak ada dibenakku sebelumnya jika menjadi seorang istri Hokage akan seperti ini, sudah risiko memang. Ya, suamiku Uzumaki Naruto–Hokage Ketujuh-sedang melaksanakan tugasnya untuk perundingan kedamaian antara 5 negara besar Ninja yaitu, Suna, Iwa, Konoha, Kiri, dan Kumo. Sebenarnya aku tidak ingin ia pergi, bagi diriku sebulan itu waktu yang cukup lama untuk tidak saling bertemu. Bagaimana tidak? Baru 5 bulan kami menikah, tapi Naruto harus meninggalkanku.
Masih teringat di benakku ketika Naruto dan rombonganmya hendak pergi meninggalkan desa. Aku dan dia saling berhadapan, Naruto mengulurkan tangannya disekitar pinggangku, sedangkan aku membetulkan kerah jubahnya yang letaknya  miring, kemudian kubawa tanganku turun ke bawah menyentuh bidang dadanya.
“Hati-hatilah kau di sana, Naruto,” ucapku mesra. Kutatap dirimu dengan penuh ketulusan. “Dan jangan melakukan hal gila apa pun, kau selalu bertindak ceroboh jika aku tidak ada di sampingmu,” omelku setengah bergurau. Kau tertawa lepas mendengar ocehanku.
“Hmm.. bagaimana ya? Aku tidak bisa berjanji padamu Sakura-chan, melakukan lelucon bisa menghilangkan kestresanku.”
“Baka, bilang saja kau ingin di sampingku terus ya ‘kan?” Tanyaku sedikit menggoda. Aku memukul bahumu pelan. Kau mendelikkan mata jenakamu seolah tidak mengerti apa yang aku maksud.  
Kimi ni muchuu da , Sakura-chan! [1]” ucapmu lantang. Aku nyaris tertawa lepas karena lontaran kata-katamu, kau memang paling bisa membuatku tertawa Naruto. Kau pernah bilang kau senang melihatnya, jika begitu wajahku pasti bersinar lantaran bahagianya diriku. Dan hal yang paling membuatku terharu kau juga bilang bahwa ‘tawaku adalah hidupmu’.
Lalu kau rangkul aku ke dalam pelukanmu. Kudekapkan diriku lebih dalam, rasa-rasanya aliran darah dalam tubuhku menjadi hangat seketika. Kuletakkan kepalaku di dada bidangnmu, bisa ku rasakan suara denyut jantungmu-yang berdetak dengan ritme beraturan-layaknya instrumen tabuh genderang. Aku tak ingin lepas dari rangkulanmu, aku ingin selamanya seperti ini.
Lalu kau angkat daguku secara perlahan, kini wajahmu dan wajahku saling bertatapan. Bisa kurasakan hembusan hangat nafasmu menggelitik bibirku. Wajahku dan wajahmu hanya terpisah beberapa centi saja. Aku tahu apa yang ingin kau lakukan, Naruto, namun kubiarkan saja karena dalam diriku aku juga menginginkan hal yang sama. Kuletakkan tanganku melingkari lehermu, aku siap menerima buaian hasratmu .
“EHEM, Naruto-sama!” teriak seseorang mengganggu aktifitas kita. Kau terkejut dan melepaskan rangkulanmu. Aku pun buru-buru merapikan penampilanku..
Kuso, itu adalah kesempatan bagus!’ itu yang kau umpat dalam hatimu Naruto. Kau jengkel karena ada yang menginterupsi moment indah kita. Lagipula ini kesempatan terakhir ‘kan? Sebulan ke depan tentunya aku tidak bisa bermesraan denganmu. Sebulan saja bagimu seperti bertahun-tahun rasanya.
“Kakashi-sensei, bukankah sudah kubilang kau tunggu di luar gerbang saja? Aku harus menyelesaikan urusanku dulu,” ujarmu sambil menggerutu. Aku hanya tersenyum kecil melihat tingkahmu yang seperti anak kecil.
“Urusanmu? Hahaha, maafkan aku Naruto. Aku tak bermaksud mengganggu kalian.” Kakashi-sensei tertawa terbahak-bahak sembari meletakkan tangan di belakang kepalanya. Kau sebal melihat ekspresi-seakan tak bersalah-sensei tersayang kita.
‘Huh dasar Kakashi-sensei, bilang saja kau iri,’ umpatmu pelan. Aku tertawa geli karenanya. Bagaimana sensei bisa iri? Dia sudah memiliki Kurenai-sensei.
“Hei Naruto sudahlah,” ucapku sembari tersenyum simpul.  Kugenggam tanganmu erat. Sekali lagi kau alihkan pandanganmu kepadaku, lalu kau belai lembut wajahku, tanganmu membelai ujung alisku, terus turun hingga ke bagian dagu mengikuti lekuk wajahku yang selalu kau bilang indah. “Aku akan merindukanmu selalu, Sakura-koi,” ucapmu.
“Aku juga, Naruto-koi,” balasku sembari tertawa kecil. Kau  memang lelaki gombal tingkat kakap yang pernah kutemui, tapi aku senang mendengar kegombalanmu itu.
Kemudian kau arahkan pandanganmu ke bibirku, sesekali kau lirik mataku. “Sakura-chan, boleh ya?” Tanyamu meminta izin terlebih dahulu. Tentunya aku tertawa melihat tingkahmu itu, pasti karena ada orang yang sedang memperhatikan kita ‘kan?. Namun pada akhirnya aku mengangguk malu. Mendengar hal itu kau langsung melumat bibirku. Bisa kurasakan jari-jari di kedua tanganmu menyentuh perbatasan telinga dan rambutku, memaksaku untuk lebih mendekat kepadamu-maksudmu agar aku dapat menikmatinya juga. Kupejamkan mataku. Selang satu menit, kau lepaskan kecupanmu, dan mengambil nafas dalam-dalam. kau tersenyum lebar melihatku nyaris kehabisan oksigen, nafasku tersengal-sengal.
“Hokage-sama, saatnya kita berangkat!” teriak seseorang. Kau dan aku langsung menatap Kakashi-sensei yang tidak beranjak dari tempatnya.. Wajahya memang tertutup masker tapi aku tahu sensei tersenyum dibaliknya. Namun ternyata itu bukan suara sensei melainkan suara anak buahmu yang lain-yang bisa kutebak tidak sabar menunggu pemimpin mereka untuk segera berangkat. Semua rombongan ternyata masuk kembali ke dalam gerbang pintu Konoha. Mereka menyeringai dan bersiul-siul tidak jelas.
“E-Eh??!!” teriakmu sembari melotot. Wajahku merona malu karena aku tahu, pasti mereka melihat aktifitas kita yang baru saja terjadi beberapa detik yang lalu.
“Hei, bukankah sudah kubilang kalian tunggu saja di luar?!” teriakmu menutupi rasa malumu. ‘Dasar ini pasti kerjaan Kakashi-sensei!’.
Maa Naruto-sama, kau terlalu lama membuat kami menunggu,” ucap Kotetsu sembari tertawa.
Hai.. Hai wakatta! Ikimasho! [2], ” teriakmu jengkel, tapi mereka hanya tertawa saja melihat tingkahmu. Dalam hati aku juga ingin tertawa rasanya.
Kau menghampiriku sebelum melangkahkan kakimu. “Sakura-chan, aku akan kembali secepatnya jika urusanku selesai. Aku akan kembali di hari ulang tahunmu.” Kau kecup dahiku sembari mengatakan. “Ittekimasu.[3]
Itterasshai, ki o sukete [4], Naruto. Aku akan menunggumu.” Kuberikan senyuman terbaikku padamu belahan jiwaku. Kau langkahkan kakimu perlahan-lahan menjauhiku. Walau tak rela sepenuhnya, aku akan sabar menunggumu.
Aku tak rela, bila hari yang kulewati tanpa kau di sini
Ku tak pernah yakin di dunia ini ada yang sepertimu
Hanya satu, kamu  . . .
            Desiran angin malam yang menusuk kulit membuatku tersadar dari lamunanku. Aku akhirnya memutuskan untuk tidur. Kupejamkan mataku perlahan.
‘Cepat pulang, Naruto. Cepatlah kembali.’


            Pagi itu aku tidak mengerti, aku bangun dengan sedikit nausea di kepalaku. Mungkin akibat angin malam kemarin karena aku cukup membuka lebar jendela kamarku. Tapi kali ini perutku ikut mual, membuatku ingin muntah. Aku langsung mengambil langkah seribu menuju kamar mandi, kumuntahkan semua isi perutku padahal sarapan saja aku belum. Kubersihkan bekas muntahan tadi lalu segera bercermin di kamarku.
            “Ya Tuhan, ada apa denganku? Naruto sedang tidak ada tapi aku sakit begini,” ujarku lemas. Kulihat kalender yang terpajang di dinding kamar, 3 minggu sudah Naruto tak ada di sini. “Naruto terasa lama sekali kau pergi,” ucapku lirih. Kali ini tetesan air hangat membasahi pipiku, Aku merasa payah tanpanya di sisiku, mudah sekali aku menangis semenjak Naruto pergi.
 Ada satu di hatiku
            Ada satu dihidupku
            Ada satu dicintaku
            Ada satu kamu
Kulihat kalender sekali lagi, takut-takut aku salah lihat. Lalu mataku terbuka lebar, kulihat lingkaran merah di bulan sebelumnya. Bodohnya. Kenapa aku baru menyadari kalau aku terlambat datang bulan 2 minggu?
            “Ja-Jangan-jangan?” Aku bertanya-tanya di dalam hatiku. Aku tersenyum lebar, ini bisa jadi kejutan untuk Naruto tapi aku harus memeriksanya dulu. Aku pun langsung mengganti baju dan segera melangkahkan kaki menuju Rumah Sakit.


            Aku duduk di ruangan khusus ibu dan anak, menunggu hasil tes kehamilan yang kulakukan beberapa menit yang lalu. Berjuta pikiran menghantuiku, apakah aku siap menjadi seorang ibu? Apakah Naruto akan senang mendengar hal ini? Aku dan Naruto memang ingin sekali memiliki anak, tapi tidak kusangka akan secepat ini.
            “Sakura,” panggil Shizune-neesan dari balik tirai ruangannya. Ia menggenggam hasil tes di tangannya, dan menghampiriku.
            “Shi-Shizune-neesan, bagaimana hasilnya?” Tanyaku gagap.
            Shizune-neesan tersenyum lebar “Omedetou [5] Sakura, kau memang positif hamil.”
            “Jadi benar?” Aku ingin memastikan. “Boleh kulakukan tes sekali lagi?”
            Shizune-neesan tertawa lepas melihat ketidakpercayaanku. “Sakura, ini sudah yang kelima kalinya kau melakukan tes. Kenapa kau tidak percaya?” Dan tentunya Shizune-neesan cukup bosan mengatakan ucapan selamat kepadaku untuk kelima kalinya.
            “Bu-Bukan begitu Shizune-neesan, aku hanya…,“ aku tak bisa melanjutkan perkataanku. Shizune-neesan menggenggam tanganku yang bergetar kecil.
            “Sakura, kau siap dengan semua ini ‘kan?”
Aku menengadah, cepat-sepat kujawab pertanyaannya. “Tentu saja, nee-san! Aku hanya… aku hanya bingung bagaimana caranya memberitahukan Naruto.”
Shizune-neesan mengambil nafasnya perlahan. “Begitu ya? Aku mengerti Sakura, kau merindukan Naruto?
Aku mengangguk. “Ya. Pastinya. Tapi aku tidak tahu alamat di mana aku mengirimkan surat untuknya. Kami kehilangan kontak. Aku mengerti pasti perundingan itu sangat alot. Tapi dia akan pulang pada saat hari ulang tahunku.”
“Aku yakin dia pasti punya kejutan untukmu, Sakura.”
Aku tertawa kecil. “Tentu saja Shizune-neesan, dia itu ninja penuh kejutan nomor satu.” Aku menengadah ke bawah-melihat perutku yang masih datar-kemudian kuusap secara melingkar. Sebuah kehidupan akan tumbuh di sana. Aku bisa bayangkan bagaimana rupanya jika dia lahir nanti. Laki-laki atau perempuan tentunya dia akan memiliki sifatku dan Naruto. Aku tersenyum, dia akan menjadi pribadi yang unik pastinya.


Hari ke 28 bulan Maret, Semenjak pagi aku telah sibuk di dapur mempersiapkan sajian untuk Naruto nanti. Ya, hari ini suamiku akan pulang, aku tak sabar ingin melihat wajah tampannya. Sungguh bodoh aku baru menyadari hal itu setelah sekian lama.
Aku memandang ke arah luar jendela, arak-arakan mega beriringan saling bertabrakan satu sama lain. Membentang langit biru di atasnya-menjadi landasan mereka untuk lewat.  Lukisan fana Sang Maha Pencipta. Memang indah tak terlogikakan. Namun yang lebih membuatku terpana, langit hari itu mengingatkanku akan dia.
‘Seindah matanya,’ ungkapku. Pemandangan ini nyaris sama persis dengan hari istimewa itu, hari dimana Naruto melamarku. Hari itu aku nyaris menolakmu Naruto, tak mengerti apa alasanku tapi aku selalu memendam rasa bersalahku selama 3 tahun masa berpacaran kita. Aku selalu merasa, aku tidak pantas menerima cintamu.
Lalu kau menangis kau bilang kau tidak mau menikah dengan wanita selain aku. Rasa bersalahku semakin menjadi, lagi-lagi aku membuatmu patah Naruto. Aku tidak menyangka kau se-fragile ini. Aku mencintaimu, Naruto. Aku berjanji tidak akan membuat kau menderita lagi karena itu aku terima lamaranmu. Karena kita juga merasakan yang sama.
* * *
Aku berjalan sehabis pulang dari rumah sakit dimana aku bekerja. Aku tidak pulang terlalu larut, semenjak tahu aku hamil Shizune-neesan mengurangi jam kerjaku. Memang akhir-akhir ini aku mudah kelelahan, terkadang nausea hinggap di kepalaku. Tapi aku tak terlalu memikirkannya, di kepalaku hanya ada dia seorang. Hari ini dia berjanji akan pulang.
Sekelebat rambut abu-abu melintas ke arahku. Aku memandang dengan saksama. Itu Kakashi-sensei!
Sensei, kau sudah pulang? Dimana Naruto?” tanyaku dengan hati yang menggebu-gebu. Akhirnya dia pulang juga.
“Hai Sakura. Kau kelihatan sedikit pucat, ada apa?” jawab Kakashi-sensei tidak mengacuhkan  pertanyaanku. Aku terdiam, kenapa sensei tidak menjawab pertanyaanku?
“Aku baik-baik saja, sensei. Hanya sedikit lelah. Dimana Naruto? Aku ingin bertemu dengannya.” ungkapku nyaris menangis.
Ia menatapku kosong. “Sakura, Naruto-sama masih ada keperluan dengan Negara Kiri. Sasuke yang menemaninya, sisanya pulang ke Konoha. Mungkin baru besok dia pulang ke Konoha,” jelasnya.
Aku tak kuasa melupakan dirimu
            Walau sedetik saja  . . .
            Berasa terhenti nafasku tanpamu berada di sisiku.
Aku terkejut tidak percaya, baru kali ini Naruto tidak menepati janjinya. Dia selalu menepati janjinya ‘kan? Dia bilang dia akan pulang disaat hari ulang tahunku ‘kan?
Aku tertunduk lemas, kutahan sebisaku agar air mataku tidak jatuh.
“Maaf Sakura, aku harus ke tempat Kurenai. Dia pasti sudah menungguku. Naruto pasti pulang tenang saja, Sakura. Tapi kau harus bersabar, ini tugasnya sebagai Hokage. Daa…,” Kakashi-sensei melangkah meninggalkanku sendirian-yang termangu mendengar kabar darinya. Aku mulai blingsatan, amarahku membara sekejap. Besok akan kuhajar dia disaat langkah pertamanya memasuki gerbang Konoha! Aku jadi egois begini, tapi salah sendiri dia yang membuatku seperti ini! Aku jadi tak peduli pada jabang bayiku sendiri dan berlari sekencang-kencangnya menuju rumah.   


Tok . . . tok . . .
Suara ketukan pintu membuatku beranjak dari kamarku, Aku berdiri malas, tapi langsung berpikir jangan-jangan itu Naruto. Aku buru-buru ke arah pintu dan membukanya kasar, saking gembiranya.
“Naruto, akhirnya kau…” Aku terperangah melihat orang yang ada di depanku. Ternyata Ino, lalu kulihat sekitarnya-baru kusadari hari mulai larut. Sudah berapa lama aku tertidur?
“Yo, Sakura! Hei, kenapa wajahmu jelek begitu?” suara nyaring Ino-yang setengah meledek itu-nyaris membuatku naik pitam. Mana sudi dia panggil aku ‘cantik’?
“Ada apa Ino-buta? Aku malas keluar,” ujarku sembari menguap.
“Dasar kenapa kau jadi pemalas begini, ayo ikut aku. Hari ini hari ulang tahunmu ‘kan? Bersenang-senanglah sedikit!” teriak Ino menarik tanganku aku tak sempat melawan lagipula aku tak cukup punya tenaga untuk menggertaknya balik.
“Kau bahkan belum mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, Ino,” tukasku sebal. Ino memandangku setengah terkejut.
Otanjoubi Omedetou Sakura-chan, bagaimana? Puas?” Ino mempercepat langkahnya. Dia menggenggam tanganku dengan kencang.
“Hei Ino! Lepaskan aku, kau terlalu kencang memegang tanganku.”
“Sudahlah Sakura, yang jelas kau sekarang ke rumahku. Titik!”
Apa-apaan Ino ini? Seenaknya memerintahku layaknya bos. Naruto saja tidak pernah memerintahku seperti ini.
Selang lima menit akhirnya kami sampai di rumah Ino.
“Akhirnya . . . Ayo Sakura kita masuk.”
“Ta-Tapi. . .” Aku belum sempat melanjutkan kalimatku tapi Ino memotongnya.
“Sudahlah ayo masuk . . . semuanya maaf terlambat!!!” teriak Ino membuka pintu rumahnya. Kenapa gelap gulita begini? Aku mencoba mencari secercah cahaya di sekitarku. Kemudian . . .
SURPRISE!!!!”
Lampu menyala tiba-tiba, pertama ku lihat kertas warna-warni berterbangan dimana-mana. Cukup membuat kepalaku pusing. Lalu aku lihat semua sosok di sekitarku. Aku tersenyum, semua mantan rookie 12 ada di sana. Termasuk para sensei. Lalu aku lihat sosok Sasuke berada di antara mereka. Tu-Tunggu.. Sasuke? Bukankah ia pergi bersama Naruto?
Otanjoubi Omedetou, Sakura no hana. [6]
Suara itu… aku mengenalnya. Aku arahkan mataku kepada sosok yang beberapa langkah berdiri di depanku. Di kedua tangannya terdapat strawberry cake yang dihias tak terlalu mencolok. Ia tersenyum dengan senyuman khasnya. Wajahnya bercahaya terkena pancaran sinar dari lilin yang menghiasi kue. Bodoh, kenapa aku baru menyadari kehadirannya? Aku tak berpikir lagi, langsung kujatuhkan diriku ke pangkuannya. Naruto tahu akan hal itu, ia buru-buru mengalihkan kue itu ke Ino sebelum menerima pelukanku.
Aku tak rela, bila hari yang kulewati tanpa kau di sini
Ku tak pernah yakin di dunia ini ada yang sepertimu
Hanya satu, kamu  . . .
“Naruto syukurlah kau pulang.” Aku menangis tersedu-sedu dipelukannya
“Tentu saja, Sakura-chan! Sejak kapan aku tidak menepati janjiku? Dan…Hei! Kenapa kau menangis sayang?” Kau buru-buru menyeka air mata di pipiku dengan tanganmu. Kau memang paling tidak senang melihatku menangis.
“Ta-Tadi sore, Kakashi-sensei bilang kau baru besok bisa pulang. Aku sangka itu benar.”
Mendengar pernyataanku kau malah tertawa. “Aku ingin memberikan kejutan padamu, Sakura-chan. Aku menyuruh rombonganku yang kemarin untuk berbohong tentangku jika bertemu denganmu. Kau masuk dalam perangkap, Koi!”
“Aku sebal pa-.” aku membuka mulutku, ingin memarahimu. Tapi kau dengan cepat menyumbat bibirku dengan bibirmu. Tak lama kau menciumku, kau letakkan dahimu di dahiku. Kau menatapku lembut.
Shiteruka, mainichi juu kimi no koto bakkari kangaeteru yo, [7] Sakura-chan,” ucapmu gombal. Kau tak pernah kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan rasa cintamu, Naruto. Kudekap dirimu lagi. Kuusap punggungmu sembari tertawa.
Semua orang yang ada di sana menyalamiku dan memberikan ucapan selamat kepadaku. Kemudian acara itu pun berlangsung sederhana, aku tahu pasti Naruto sudah merencanakannya sejak lama. Kepulangannya saja sudah cukup menjadi hadiah ulang tahun terbesar untukku.
“Sakura-chan, kemarilah,” ajakmu di tengah-tengah canda tawaku bersama Ino, Hinata, dan Tenten. Aku memperhatikanmu, kau mengangguk ke arah Ino seperti meminta izin. Ino mengangguk.
Lalu di sinilah kami berdua berdiri. Di balkon rumah Ino.
Altar kecil yang tak terlalu besar. Kusadari Bulan tak lagi sesenyap kemarin, tapi desiran angin menjadi kalap, aku meringis kedinginan karenanya.  Kau mengerti, lalu kau lepas jubah Hokagemu dan meletakkannya menutupi tubuhku.
“Terima kasih, Naruto,” ucapku tersenyum. Kau membalas senyumanku.
“Sakura-chan aku masih ada hadiah untukmu. Tutuplah matamu.”
Aku tertawa kecil. Kemudian mengangguk, kupejamkan mataku dan tak berapa lama kemudian aku bisa rasakan sesuatu melingkari leherku.
“Bukalah matamu, sayang!” perintahmu. Aku membuka mataku perlahan. Kulihat sebuah permata menggantung di leherku. Aku perhatikan dengan cermat kalung itu. Seperti sayap Angsa yang keduanya dipersatukan dengan tangkai daun. Meliuk-liuk indah dan aku tak mengerti jika kujelaskan pada kalian. Bentuknya sangat unik karena di tengah-tengah terdapat lapisan perak bunga mawar dihiasi dengan intan. Lalu kuperhatikan lagi dengan saksama, lapisan perak bunga mawar itu berkerlip dan tiba-tiba berubah menjadi bunga sakura. Aku takjub melihatnya.
“Sudah kuduga, seperti namamu,” ucapmu membuyarkan pikiranku.
“Na-Naruto, indah sekali kalung ini. Tapi aku tak mengerti kenapa dia berubah bentuk?”
Lalu kau menjelaskannya. “Itu kalung leluhur ayahku, turun-temurun diwariskan kepada perempuan atau istri-istri laki-laki di klan Namikaze. Terakhir ayahku memberikan ini pada ibuku. Bentuknya selalu berubah sesuai dengan ciri-ciri pemakainya, yang tadi kau lihat berbentuk mawar karena itu menginterpretasikan warna rambut ibuku yang merah mengkilap. Dan ya, itu kalung ajaib. Sifatnya melindungi si pemakai. Namanya Earendiru,[8] cahayanya para Malaikat.”
Aku memandang kalung itu takjub tidak percaya ada kalung seindah ini. Badanku cukup menjadi hangat setelah memakainya, benar-benar kalung bertuah. Dua tahun lalu aku sudah mengetahui sejarah tentang keluargamu. Ternyata kau adalah seorang anak dari orang hebat Naruto. Tak ayal kau mewarisi sifat kedua orangtuamu.
“Cahaya Malaikat? Nama yang indah. Aku tidak tahu harus bilang apa, Naruto. Rasanya ucapan terima kasih saja belum cukup.” Aku menundukkan kepalaku. Aku hampir lupa satu hal yang sedari kemarin ingin kukabarkan padanya. Aku rasa ini adalah waktu yang tepat..   
“Kalau begitu… nanti te-tengah malam kau ma-mau ‘kan, Sakura-chan?” Bisa kulihat bias ketegangan di raut wajahmu. Aku tersenyum mengerti apa yang kau maksud. Lalu kau teguk segelas sake yang sebelumnya kau letakkan di pagar balkon. “Kau tersenyum tandanya mau iya ‘kan?” tanyamu lagi memastikan sembari tertawa kecil.
Aku tertawa tertahan, aku bisa melihat keteganganmu. Menyentuhku saja kau selalu meminta izin terlebih dahulu. Kau memang suami yang baik Naruto.
“Sakura-chan, aku masih ingat malam pertama kita. Aku tidak menyangka kau lebih mesum daripada aku,” ujarmu sembari tertawa nyaris terpingkal. Aku memukul pelan dadamu.
Baka! Tentu saja, mana mungkin perempuan menunjukkan kemesumannya di depan banyak orang? Dia hanya menunjukkannya pada suaminya seorang,” ujarku menimpali. Lalu kau terdiam kau tatap aku dengan penuh rasa cinta, seulas senyum terukir dari bibirmu.
Hai… hai wakatteru yo! [9] Kalau begitu kenapa kau tidak minum sake Sakura-chan? Kau akan lebih ganas jika dalam keadaan mabuk hehe. Tumben sekali tadi aku tidak melihatmu minum sake.” Kau menuangkan sake ke gelasmu. Dan menawarkannya kepadaku. Kau memang tahu sekali tabiatku.
Aku menggelengkan kepalaku “Tidak Naruto. Aku tidak boleh minum sake untuk saat ini.”
“Hmm? Kenapa apa kau sedang sakit?” Kau mulai khawatir jangan-jangan selama kau tinggalkan aku ada hal-hal yang terjadi padaku.
“Ti-Tidak. Hanya saja…” sial kenapa sulit sekali aku untuk berbicara. Aku takut melihat reaksimu.
“Hanya saja kenapa?”
Aku menggigit bibirku dan kau menatapku tak sabar ingin segera tahu jawabanku. “Hanya saja kau akan jadi ayah, Naruto!” ungkapku cepat.
“Hmm?” Kau terdiam sejenak “.Apa hubungannya jadi ayah dan tidak bisa minum sake?” Aku nyaris memukul kepalamu karena olah pikirmu yang lambat. Lalu kau teguk sake di tanganmu, kemudian kau keluarkan tiba-tiba. Kau tersentak kaget.
“PUAHH. . .” Kau terbatuk-batuk. Lalu membersihakan tumpahan sake di bajumu dengan sapu tangan yang kubawa. Aku tahu kau pasti mengerti apa yang aku maksud.
“E-EH?!! Sa-Sakura-chan, ma-maksudmu kau? Kau?!” Naruto mengarahkan telunjuknya ke arah perutku.  Sesekali ia lihat wajahku dengan ekspresi bodohnya. Seakan tak percaya dengan apa yang aku ucapkan.
Aku mengelus perutku, lalu kutatap mata azure-nya yang melotot lebar. Kuanggukkan kepalaku perlahan. “Ya Naruto, aku hamil.”
“Be-Benarkah?! Jadi kau akan jadi i-ibu dan aku?” Bulir air mata perlahan tampak dari kedua matamu. Aku jadi ingin ikut menangis karenanya. “Sakura-chan, aku kehabisan kata-kata! Yeah, aku akan jadi seorang ayah !!!” teriakmu melayangkan diriku rendah di udara. Kau tertawa sekencang-kencangnya dan bergerak berputar-putar. Setelah itu kau tangkap aku dalam pelukanmu, aku sadar kau menangis hebat. Mungkin karena saking bahagianya kau juga tertawa di sela-sela tangismu. Naruto, aku sungguh terharu tak menyangka ekspresimu akan seperti itu.
“Ya sayangku, kau akan jadi ayah dari anakku. Buah hati kita Naruto. Dia akan memiliki gen kita.” Kubelai rambut kuningmu. Kau menjadi sedikit tenang sekarang.
“Sakura-chan, a-aku tidak percaya akan hal ini. Aku sangat ingin memiliki keluarga lengkap, aku lahir tanpa tahu siapa orang tuaku. Dan kini aku akan memiliki anak bersamamu, aku tidak mau dia kelak memiliki pengalaman pahit yang pernah aku dapatkan. Aku-.”
Kubungkam bibirnya dengan jari telunjukku. “Aku yakin kau akan jadi ayah yang hebat, Naruto.”
“Benarkah?” Kau tatap mataku mencari kepastian, aku tersenyum. Lalu kau turun berlutut hingga wajahmu sama tingginya dengan perutku. “Lalu dia perempuan atau laki-laki? Apakah dia sudah bisa bergerak Sakura-chan?” Kau mengelus perutku perlahan lalu kau letakkan telingamu di atasnya.
“Naruto-koi, kau belum bisa merasakan apa-apa. Dan juga kita belum tahu dia perempuan atau laki-laki. Aku baru hamil 2 minggu,” ungkapku mesra. Aku membelai rambutnya yang bercahaya karena pantulan sinar Rembulan.
Kau tertawa. “Ya, aku tahu Sakura-koi. Aku hanya merasa ajaib. Aku tak menyangka akan secepat ini.” Lalu kau berdiri lagi, kau rapatkan jubahmu yang menutupiku. Takut-takut angin malam masuk ke tubuhku. “Kau dan anak kita adalah dua orang yang paling berharga dalam hidupku, kalian akan kulindungi dengan taruhan nyawaku.” Kau sandarkan kepalaku di bahumu. “Kau yang malah memberiku hadiah, aku tahu kalung yang kuberikan tak sebanding dengan apa yang telah kau berikan untukku Sakura-chan. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”
Ada satu di hatiku
            Ada satu dihidupku
            Ada satu dicintaku
Ada satu kamu
“Janji?”
“Janji seumur hidup!” Pernyataan khasmu Naruto.
“Kau tahu? Hanya kamu yang ada di hatiku, Naruto. Hanya kamu satu.”
“Ya ya aku tahu hehe. Tapi Sakura-chan, malam ini tetap jadi ya?”
“Dasar, sebenarnya kau yang lebih mesum daripada aku, Naruto.”
 Dan hari itu, bagiku sulit untuk dilupakan oleh jarak waktu . Aku akan punya cerita-cerita hebat untuk anak atau cucu kita nanti. Aku tak menyesal memilihmu Naruto. Aku tak akan pernah kecewa. Karena kau satu untukku

THE END
GLOSARY
1.      Kimi ni muchuu da!          = Kau membuatku tergila-gila
2.      Hai.. Hai wakatta! Ikimasho!        = Baik… baik. Aku mengerti! Ayo berangkat!
3.      Ittekimasu             = Aku berangkat !
4.      Itterasshai, ki o sukete      = Selamat jalan, hati-hati ya!
5.      Omedetou             = Selamat!
6.      Otanjoubi Omedetou, Sakura no hana      = Selamat ulang tahun, bunga sakura.
7.      Shiteruka, mainichi juu kimi no koto bakkari kangaeteru yo = kamu tahu? Berhari-hari lamanya aku selalu memikirkanmu.
8.      Earendiru  = Saya ambil dari kata ‘Earendell’, bintangnya para suku Elf di LOTR hehe. Kalau yang sudah nonton pasti tahu bintang yang mana. Cuma saya namain di kalung Sakura. Kalau kalian bingung bagaimana bentuknya, lihat di primary pic saya.
9.      Hai… hai wakatteru yo     = artinya sama saja dengan no. 2


Saya mau bagi-bagi informasi novel saya yang  terbit tanggal 14 September 2015. Temanya tentang keluarga, setting di Korea Selatan. Naskah novel ini mengantarkan saya ke Korea Selatan sungguhan lho ^^. Sudah tersedia di seluruh toko buku di Indonesia yah

Langsung saja deh, di bawah ini informasi lengkap tentang novel saya ^^/



Judul : Dae-Ho’s Delivery Service
Harga : 48.000
Tebal halaman : 226
Terbit tanggal : 14 September 2015
Sinopsis :
Han Dae-Ho memutuskan tinggal sendiri di Seoul setelah ia mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung dari kedua orang tua yang ia sayangi.
Dua bulan setelah menetap di Seoul, Dae-Ho mendapatkan pekerjaan sebagai pengantar surat. Dae-Ho akhirnya tahu ia bukanlah pengantar surat biasa.
Choi Hyun-Ki, bosnya, menyuruhnya menjamin bahwa si penerima surat membaca surat itu.
Karena surat-surat itu adalah surat yang tidak pernah disangka akan didapatkan si penerima....
Dae-Ho sangat menikmati pekerjaannya. Meski begitu ia tetap sulit melupakan keluarganya. Termasuk Hana, gadis blasteran Korea dan Amerika Serikat yang sangat disukainya. Semakin Dae-Ho lari dari masa lalunya, masa lalu itu ternyata tiba-tiba datang di hadapannya.
Dae-Ho pun bertanya-tanya, mengapa ia memerankan sebuah drama yang tidak pernah ingin dilakoninya ini?
 




Share:

0 komentar