Langit dan Bumi: A to J Hadiah Untukmu

MAU KE JEPANG GRATIS? YUK NULIS ARTIKEL. INFO LEBIH LENGKAP KLIK BANNER DI BAWAH.

Ikuti Present Campaign HIS Summer Trip Blogging Competition



Fic tahun lalu yang baru dipublish di sini ^^. Oh ya, sekarang saya nulis novel dan salah satu naskah saya udah diterbitkan di toko buku. Penerbitnya Elex Media Komputindo judul novel Bintang dan cahayanya saya pakai nama pena nama saya sendiri, Pretty Angelia. Yuk dibeli di toko Gramedia dan Gunung Agung terdekat :D.


Langit dan Bumi: A to J Hadiah Untukmu
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: AU. NaruSaku. Family/Romance. Rated T semi M. FLUFF. Drabble A to J. Special for Uzumaki Naruto-sama birthday J.


Anggur
“Sakura-chan, kau benar-benar ingin menanam tanaman anggur di sini? Memangnya bisa?” Tanya Naruto membantu istrinya memilah-milah bibit anggur yang akan ditanam di pekarangan rumah mereka. Ia sudah menyiapkan bangunan sederhana dari bambu—tempat untuk tanaman anggur itu nanti merambat.
“Bagaimanapun juga aku ingin makan buah anggur dari kebun kita sendiri. Beli di supermarket tidak menjamin. Pasti banyak pestisidanya.”
“Tapi ‘kan panennya masih lama. Lagipula…” Naruto tidak melanjutkan kata-katanya. Ia malah memperhatikan seluruh pekarangannya yang penuh ditanami berbagai macam buah. Dari apel, nanas, jeruk, mangga, sampai persik pun ada. Ia menghembuskan nafasnya kuat-kuat.
“Apa boleh buat, Sayang. Ini permintaan bayi kita,” ucap Sakura tersenyum sembari mengelus-elus perut besarnya. Si jabang bayi kini sudah berumur lima bulan. Tapi masih saja merepotkan kedua orangtuanya.
Sebagai suami yang baik, Naruto harus bisa memaklumi. Ya, semoga saja hasil panennya bagus. Meski sepertinya Sakura lebih senang dengan bercocok tanamnya daripada hasilnya nanti. Walaupun sepertinya baru bisa dipanen saat bayi mereka sudah lahir. Kalau tidak habis juga sepertinya dia bisa membuka usaha kios buah-buahan.
Bangun
Sakura lagi-lagi terbangun dari tidurnya. Ia merasakan bayi di dalam kandungannya menendang-nendang perutnya dengan kuat. Ia tidur dengan posisi miring dengan dada Naruto yang menjadi tempat punggungnya bersandar. Walaupun Sakura sedang hamil besar, tapi itu tidak menghalangi mereka tidur dalam posisi yang berdekatan.
Naruto sendiri bilang padanya kalau ia tidak keberatan tidur dengan posisi miring.
Sakura lantas memutuskan untuk bangun sebelum ia merasakan sebuah tangan mengusap-usap perutnya dengan lembut.
“Hei, Malaikat kecilku. Ini masih malam. Lanjutkan tidurmu, ya. Kaa-san juga masih ingin tidur,” ucap suara di sebelah Sakura yang tak lain dan tak bukan adalah suara Naruto. Rupanya si blonde itu meletakkan tangan kirinya di perut Sakura sejak ia tidur tadi. Sehingga ia juga merasakan si kecil menendang-nendang perut ibunya.
“Naruto…,” ucap Sakura pelan. Ia menengok ke arah suaminya yang matanya terpejam tapi sebenarnya terjaga sejak lama.
“Sssttt…tidur saja, Sakura-chan,” bisik Naruto sembari menciumi kepala Sakura. Ia tersenyum dengan wajah lelah karena masih mengantuk. Bangun di pagi buta sudah menjadi santapan Sakura dan Naruto selama tujuh bulan terakhir ini. 
Cinta
Ada-ada saja memang permintaan wanita yang sedang hamil. Dan kebanyakan lelaki menanggapinya sama, mereka mencoba memaklumi. Itulah yang terjadi pada Uzumaki Naruto sekarang. Ia tak merasa keberatan ketika Sakura meminta liburan ke Pulau Bulan Sabit sehari semalam. Padahal besok bukanlah hari Minggu atau pun Sabtu, masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebagai pemimpin desa Konoha.
Tapi Naruto mempunyai sikap optimis tingkat tinggi yang semua orang tak memiliki. Untungnya ia juga menguasai jutsu ruang hampa dan waktu yang bisa membawanya kemana saja dalam waktu singkat kapanpun itu.
Jadilah ia dan Sakura sekarang berdiri di tengah-tengah dermaga yang di depannya membentang lautan jingga. Sinar cakrawala sore memantul ke airnya yang jernih. Camar-camar menari mengitari laut mencari makanan untuk anak-anak mereka.
Sakura berdiri tepat disamping Naruto. Ia meringsut masuk ke tubuh maskulin suaminya.
Satu tangan Naruto melingkar di pinggang Sakura. Ia lalu memandang wajah Sakura di bawah dagunya. ‘Cantiknya…,’ pikir Naruto. Ia sama sekali tak bosan memandangi wajah istrinya berkali-kali. Ia mengusap perlahan rambut pink Sakura yang sekarang memanjang hingga pinggulnya. “Bagaimana, Sakura-chan? Kau senang melihatnya?” ucapnya kemudian.
“Ya…terima kasih, Cinta. Terima kasih telah mengabulkan permintaanku.” Sakura mempererat dekapannya pada Naruto. Hokage Ketujuh itu membalasnya dengan senyuman.
Naruto lalu menghadapkan tubuhnya di depan Sakura. Ia memandang hangat istrinya dengan wajah jengah. Ia membelai perlahan pipi Sakura. Sampai saat ini terkadang ia masih suka tersipu-sipu sendiri ketika berhadapan dengan belahan jiwanya. Ya…namanya juga cinta.
“Untukmu…apa saja akan kulakukan.” Akhirnya kata-kata manis itulah yang Uzumaki Naruto lontarkan pada istri tersayangnya.
Sakura tersenyum menatap mata biru yang memandanginya dengan penuh rasa cinta. Lautan teduh yang bisa menjernihkan pikiran. Ia sangat menyukai mata indah itu. Mata itulah yang selalu membuat hari-harinya menjadi lebih bermakna. “Aku cinta kamu, Naruto,”
Naruto dengan cepat menyambar bibir Sakura dengan bibirnya sehingga istrinya itu tidak sempat menghardik—jatuh ke dalam buaiannya. Ia semakin memperdalam ciumannya ketika ia merasakan tangan Sakura menggerayangi dada bidangnya. Selang beberapa detik ia pun kembali menarik bibirnya dan berujar, “Aku mencintaimu lebih dari itu, Sakura-chan.”
Sakura tertawa kecil mendengarnya. Kalimat sempurna yang diuraikan tanpa ada kepalsuan di dalamnya. Apalah sebuah arti kata-kata yang hanya berlandaskan keinginan tanpa dibarengi dengan bukti perbuatan? Tapi Uzumaki Naruto…berhasil melakukannya. Ia berhasil membuktikan kalau dia adalah laki-laki yang selalu menepati janjinya.
Tiba-tiba mereka merasakan kehadiran si kecil yang menendang pelan perut Sakura—yang bersinggungan dengan Naruto. Si blonde pun menurunkan tubuhnya—berlutut—sehingga sekarang kepalanya sejajar dengan perut besar Sakura.
“Hei, Malaikat kecilku. Kau iri ya hanya ibumu saja yang kucium?” Tanya Naruto tersenyum sembari mengelus perut istrinya dengan lembut. Ia merasakan lagi tendangan si jabang bayi di telapak tangannya. Ia dan Sakura pun tertawa.
Naruto lalu menciumi perut Sakura. Istrinya itu membelai rambut kuning Naruto dengan perlahan. Ia berdiri kembali tanpa mengalihkan tangannya dari perut Sakura. “Kau dan anak kita adalah cinta yang tak ternilai bagiku. Aku akan selalu ada untuk melindungi kalian berdua.”
Uzumaki Naruto menderita karena cinta… Dan menjadi kuat juga karena cinta. 
Dedikasi
Seorang pahlawan memberikan dedikasi yang sangat tinggi untuk orang-orang yang dicintainya. Dedikasi waktu, darah, bahkan jiwa dan raga.
Pesan mulia dari Sandaime-jiji itu masih melekat kuat dalam otak Naruto. Ia duduk di kursi kebesarannya yang sejak dulu ia idam-idamkan. Sampai sekarang ia terus merenungi apa saja yang harus ia lakukan ke depan. Memang menjadi Hokage adalah impiannya sejak kecil, tapi ia tidak takabur. Karena posisi itu bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan tanpa pemikiran yang lugas tentang hari esok.
Esensi dari seorang pemimpin adalah bahwa dia harus mendedikasikan jiwa dan raganya disamping mendapat penghormatan dari banyak orang.
Tak hanya untuk Sakura dan anaknya yang akan lahir nanti. Dedikasinya ia tujukan untuk semua orang yang mendambakan perdamaian.
Epigraf
Naruto sedang bosan kali ini. Semua pekerjaannya telah selesai ia kerjakan. Ingin pulang, tapi dia harus menunggu satu jam lagi untuk bisa ke rumah. Sangat tidak disiplin kalau ia pulang cepat dari waktu yang telah ditentukan bersama-sama dengan para anak buahnya ketika rapat kemarin. Lagipula kalau ia pulang sekarang Sakura juga sedang ada waktu kerja di rumah sakit. Jadi lebih baik ia menunggu waktu pulang sekalian menjemput istrinya itu di sana.
Sembari menunggu waktu, Naruto mengeluarkan buku jurnalnya yang disampul dengan kertas krep warna hitam. Ia jadi tertular kebiasaan mendiang Jiraiya yang senang menghabiskan waktunya untuk menulis. Tapi bukan cerita mesum tentunya yang akan ia sirat di jurnalnya itu.
Sebuah epigraf, awal cerita yang masih mengambang dan penuh dengan misteri. Selanjutnya akan ia lanjutkan semua jeri payah itu ke dalam pena yang membuatnya abadi terukir di lembarannya.
Epigraf yang cocok…tentang keluarga…tentang ikatan…tentang cinta…tentang tanah tumpah darah… Jadi yang pas adalah tentang Konoha tentunya…
Fotogenik
“Naruto, kita foto ‘yuk!”
“Heeh?? Kau serius, Sakura-chan? Bukannya kau tidak senang difoto?” Apalagi dengan tubuh se-melar itu, bagi Naruto rasanya agak sulit untuk Sakura melakukan hal itu. Tentunya ia tidak berkomentar seperti itu, bisa-bisa ia kena damprat. Tapi sungguh mau langsing ataupun kurus, mulus ataupun keriput, bagi Naruto Sakura adalah wanita yang paling cantik di dunia ini.
“Kemarin aku menemukan kamera ini di laci kerjamu. Rasa-rasanya aku jadi tambah cantik ketika difoto.” Sakura menunjukan kamera tua pada Naruto dengan wajah sumringah.
Naruto memiringkan wajahnya, ia juga baru melihat kamera itu sekarang. Tampaknya kamera itu peninggalan mendiang orangtuanya.
“Ini lihat, Sayangku. Aku sudah mencetaknya lho.”
Naruto mengambil beberapa lembar foto yang telah dicetak. Ia pun memperhatikannya satu-satu dengan saksama. Kemudian ia mengigit bibirnya sendiri.
“Bagaimana, Naruto? Aku cukup fotogenik ‘kan?” Tanya Sakura sembari menggoda suaminya.
“Hahahaha!!! Iya kau sangat fotogenik, Sakura-chan! Ahahaha!” Naruto tertawa terbahak-bahak sembari memegangi perutnya.
Urat nadi di kepala Sakura muncul satu cabang. “Kalau begitu apanya yang lucu, Naruto?”
“Ah, tidak…tidak ada yang lucu kok, Sakura-chan. Hanya saja—Hahahaha!!!” Naruto membungkuk, perutnya serasa diaduk-aduk karena ia berhasil mengeluarkan tawanya hingga titik darah penghabisan. Menurutnya pose-pose yang Sakura pasang sungguh lucu, ia tidak bisa menahan tawanya. Perut besar dengan pipi gembil di wajah. Membuat Sakura jadi seperti badut jadinya. Tapi setelah ini darah Naruto pasti benar-benar habis karena dicabik-cabik. Harusnya ia tahu hal ini sejak awal kalau…
“GGRRRHHH!! Kau menyebalkan, Naruto!!!!”
BAMM!!!
Sakura melayangkan bogemnya di wajah Naruto hingga ia terpental keluar rumah. Wanita hamil memang tidak boleh diremehkan ketika ia sedang naik pitam.
Gamang
“Naruto, kalau aku melahirkan nanti kau mau menemaniku ‘kan?” Tanya Sakura sembari mengusap perut besarnya dengan penuh kasih sayang. Ia berbaring sendirian di atas ranjang besarnya.
Naruto yang sedang membaca laporan di meja tak jauh dari ranjangnya segera beranjak menuju istrinya. “Heh? Tentu saja, Sakura-chan. Tidak perlu gamang, aku akan berada di sisimu nanti. Tenang saja.” Naruto mengecup dahi Sakura. Ia lantas mengusap perut istrinya.
“Aku dengar dari Ino, melahirkan itu sangat menyakitkan. Aku tak bisa membayangkan bagaimana nanti—”
Naruto tiba-tiba mengecup bibir Sakura dengan bibirnya. “Kalau kau pikirkan, rasa gamangmu malah akan membuatmu stres, Sakura-chan. Lagipula kau seorang ninja medis, kau pasti bisa melewatinya dengan mudah.”
“Ta—Tapi…”
“Aku memang tidak pernah merasakan bagaimana sakitnya, tapi aku percaya sepenuhnya kepadamu, Manisku.”
Sakura jadi terharu. Emosinya memang mudah keluar selama ia mengandung. “Naruto…kau adalah yang terbaik. Terima kasih atas pengertianmu selama ini. Aku tahu aku sangat merepotkanmu.”
“Hei, itu sudah kewajibanku sebagai suamimu. Pendamping hidupmu… Kau dan anak kita adalah segalanya bagiku. Sudah kubilang berkali-kali…untukmu apapun akan kulakukan.”.
“Itulah mengapa aku sangat mencintaimu, Taiyoo.*
“Ya, aku tahu. Aku juga mencintaimu, Sakura no Hana*.”
Naruto pun merebahkan dirinya disamping Sakura. Ia sangat suka meletakan telinganya di perut Sakura. Mendengar detak jantung si kecil yang tumbuh di rahim ibunya. Hal ini ia lakukan sejak Sakura mengabarkan perihal menggemberikan ini ketika ulang tahunnya dulu.
Keluarga…adalah hal yang tak pernah Naruto pikirkan sebelumnya

Hadiah
Huru hara Konoha terdengar melapisi langit malam yang penuh dengan kepulan asap. Sepuluh Oktober…bencana 25 tahun yang lalu seperti terulang lagi hari ini. Desa Teh tiba-tiba melakukan penyerangan terhadap Konoha karena dendam kesumat yang mereka simpan sejak lama.
Dendam seperti apa Naruto masih mencari tahu. Semua rakyat sipil telah diungsikan ke rumah sakit Konoha—yang telah dipasang kekkai angin olehnya. Kekkai itu tidak bisa ditembus oleh jutsu elemental apapun termasuk jutsu katon. Konoha diserang tiba-tiba sehingga rakyat sipil tidak sempat diusingkan ke tempat yang lebih aman. Puluhan shinobi Konoha berjaga-jaga disekitarnya. Mereka tidak membiarkan shinobi musuh mendekat sejengkal pun.
Di salah satu ruangan rumah sakit tersebut. Seorang wanita sedang berjuang antara hidup dan mati demi mengantarkan sebuah kehidupan yang selama sembilan bulan ia kandung ke dunia. 
Tak ada yang diperbolehkan masuk. Hanya Tsunade dan Sakura yang ada di sana.
“Sakura, dikontraksi berikutnya, Kau harus mendorong dengan kuat! Kau siap, Sakura?” ucap Tsunade memberikan instruksi
“A—Aku…tidak bisa, Shisou. Ini sangat sa—sakit…” Sakura menangis tersedu-sedu.  Ia menyentuh perutnya. Harusnya ia sudah mengejan dari tadi tapi tak urung ia lakukan karena mengkhawatirkan nasib suaminya. “Na—Naruto…dimana Naruto?” Sebisa mungkin ia mengatur nafasnya untuk menahan rasa sakit itu, tapi hasilnya nihil. Terlebih suaminya itu sedang melawan musuh yang tiba-tiba menyerang Konoha hari ini. Ia sendiri tidak menyangka akan melahirkan sekarang, meleset jauh dari apa yang Tsunade prediksikan dulu.
Sakura lantas merasakan kontraksi rahimnya muncul kembali. Ia mendorong sekuat tenaga dibarengi dengan teriakan kesakitan yang keluar dari mulutnya. “Kyaaa…!!!” Selang beberapa detik ia merebahkan tubuhnya kembali dikasur dan mengatur nafas sebisa mungkin. Airmata tetap mengalir dari kedua mata jade-nya. Sakura terlihat sangat sangat kelelahan kali ini. “Aku t—tidak bisa, Shisou…aku tidak bisa tanpa Naruto. Di—Dia sudah janji mau menemaniku…”
Tsunade muncul dari balik selimut yang menutupi kedua kaki Sakura yang membelangah. Tak ada tanda-tanda bayi Sakura akan keluar. Ia menggurutu dalam hati. Tsunade tahu betul, Sakura pasti bisa melakukannya, tapi memang keadaan Konoha sedang diujung tanduk. Bahkan ia juga tak menyangka desa Teh—desa shinobi sekecil itu, berani melakukan penyerangan terhadap Konoha. Ia berusaha membujuk muridnya itu. “Sakura, Naruto sekarang sedang melakukan yang terbaik untukmu dan anakmu. Kau juga harus begitu. Hari ini hari ulang tahunnya ‘kan? Kalau begitu berjuanglah untuknya. Itu sangat berbahaya bagi bayimu jika ia terlalu lama berada di dalam.”
Sakura mulai merasakan kembali kontraksi menghantamnya. Sembari menahan sakit ia berpikir yang gurunya katakan adalah benar. Ia juga tidak boleh menyerah begitu saja. Kelahiran anaknya nanti bisa menjadi hadiah terindah yang sangat berharga untuk Naruto. Ia pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong bayinya agar keluar. Tapi sebelum itu orang yang ditunggu-tunggu kehadirannya datang juga.
“Sakura-chan!” Naruto muncul dengan sinar kuning yang mengelilinginya. Ia menggunakan jurus ruang hampa dan waktunya agar langsung sampai di ruangan itu. “Maaf aku terlambat! Kau baik-baik saja ‘kan? Y—Ya Tuhan.” Dengan ekspresi panik Naruto lekas duduk di samping kasur tempat Sakura berbaring. Ia sangat khawatir melihat wajah istrinya yang terlihat pucat pasi.
“Naruto!! Akhirnya k—kau datang…,” ucap Sakura disela-sela nafasnya. Ia menggenggam erat satu tangan Naruto, memastikan kalau itu benar-benar suaminya. Sakura bergidik ngeri, ia perhatikan keadaan Naruto yang penuh bercak darah dimana-mana. Terutama di jubah Hokagenya. “Naruto, ka—kau tidak apa-apa?”
Tsunade yang menyadari hal itu meminta Naruto untuk mengganti jubahnya dulu dengan baju rumah sakit. Tanpa pikir panjang Naruto langsung menuruti perintah Tsunade dan segera kembali mendampingi istrinya. Ia menggenggam erat tangan Sakura sedangkan tangan yang lain menyentuh punggung istrinya yang mulai mengejan lagi.
Sakura menggenggam tangan Naruto dengan kuat hingga suaminya itu terlihat ketakutan. Tapi sebenarnya bukan itu yang ia takutkan. Baru pertama kali ini ia melihat Sakura terlihat sangat kesakitan seperti itu. Padahal mereka dulu sering melakukan misi bersama. Ia sudah sering melihat Sakura menahan sakit ketika mendapat luka dari shinobi musuh. Tapi yang satu ini benar-benar membuat jantungnya nyaris keluar.
“Sakura-chan!” teriak Naruto panik. “Baa-chan apa tidak ada cara untuk mengurangi rasa sakitnya?” Tanyanya lagi dengan ekspresi takut-takut cemas..
“Tidak ada, Naruto. Tadi aku sudah memberikannya epidural*. Tapi kalau diberikan dalam dosis tinggi itu juga tidak baik.”
“Ta—Tapi…aku tidak pernah melihat Sakura-chan kesakitan seperti ini.”
“Tak usah berkecil hati, Naruto. Ini memang sudah menjadi tugas wanita.” Tsunade memperhatikan lagi bagian bawah tubuh Sakura. Tiba-tiba ia terlihat girang. “Kau melakukan hal bagus, Sakura! Aku bisa melihat kepalanya. Satu kali dorongan maka tugasmu selesai!”
Naruto kembali memperhatikan istrinya dengan gelisah yang membuncah. Ia rasanya ingin menangis juga. Ia baru tahu bahwa wanita harus berjuang sampai seperti ini untuk menghadirkan sebuah kehidupan ke dunia. Jadi seperti inikah ibunya—Uzumaki Kushina melahirkannya dulu? Benar-benar pengorbanan yang tak ternilai harganya.
Naruto kembali menggenggam erat tangan istrinya. Ia mengerti di saat-saat seperti ini, harusnya yang ia lakukan adalah memberi semangat pada Sakura. “Berjuang, Sakura-chan! Tak usah khawatir, ada aku di sini. Aku memang tak tahu bagaimana rasa sakitnya. Tapi aku yakin kau bisa melakukannya. Aku percaya kepadamu.”
Sakura tersenyum dibalik rasa sakit yang dideritanya. Sebenarnya ia tidak enak karena gara-gara genggaman tangannya, tangan Naruto nyaris remuk. Tapi suaminya itu tidak complain  sama sekali, malah lebih mengkhawatirkan keadaannya dibandingkan dengan keadaannya sendiri. Lantas ia mulai merasakan rahimnya berkontraksi lagi. Ia mengambil nafas dalam-dalam sebelum mengerahkan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk mendorong bayinya agar keluar dari tubuhnya. “Narutoooo…..!!!!!!”
Akhirnya terdengar teriakan lain yang mengisi ruangan persalinan itu. Sakura dan Naruto tercenung melihat seorang bayi yang sedang Tsunade genggam.
“Selamat kalian berdua. Seperti yang telah diprediksi sebelumnya, bayi laki-laki yang sehat…,” ujar Tsunade sembari tersenyum.
“A—Aku jadi ayah…” Naruto tertawa riang dibalik tangis bahagianya. Ia dan Sakura lalu berpelukan. “Kau berhasil melakukannya, Sayang,” ucapnya sembari menciumi dahi istrinya.
Sementara Sakura, ia sudah lupa dengan rasa sakit yang dialaminya tadi. Tangisannya pun berganti dengan tangis kegembiraan ketika melihat malaikat kecil—yang selama kurang lebih sembilan bulan ia kandung—lahir ke dunia. Ia merentangkan kedua tangannya pada Tsunade. “Aku ingin menggendongnya, Shisou.
“Sebentar…aku mau membersihkannya dulu.” Tsunade beranjak ke ruangan kecil di sebelah, selang beberapa menit ia kembali ke ruang utama. Ia menyelimuti bayi mungil Sakura dengan kain dan memberikannya pada ibunya.
Sakura menerimanya dengan antusias, lantas ia perhatikan dengan teliti setiap bagian tubuh bayinya. Dari tangan kecilnya, rambut kuningnya yang tumbuh tipis, kakinya yang menggelepar kesana kemari. Semuanya lengkap tak ada cacat sedikit pun.   
Si kecil lalu membuka matanya sedikit. Hijau dan biru bersatu dalam sepasang kornea yang baru saja membuka lembaran baru di dunia. Ia memperhatikan dua orang yang mungkin sudah tak asing lagi baginya sembari menangis kencang.
Sakura lalu tersenyum. “Dia sempurna, Naruto. Dia sangat mirip denganmu.”
Naruto tak bisa berkata apa-apa. Ia terlalu bahagia sehingga tak tahu harus seperti apa mengekspresikan kebahagiannya itu. Ia belum berani menggendong anaknya sendiri, ia takut menjatuhkannya.
Otanjoubi omedetou gozaimasu, Naruto. Kelahiran bayi kita ini adalah hadiah yang baru bisa kuberikan padamu. Sungguh tak disangka tanggal lahirnya sama dengan tanggal kelahiranmu.”
Naruto tersenyum sembari menitikan airmata. “Ya…ini adalah hadiah teristimewa yang pernah kudapatkan selama hidupku. Arigatou na, Koi.” 
“Ngomong-ngomong…apakah kalian sudah menyiapkan nama?” Tanya Tsunade menginterupsi.
“Jiraiya…Uzumaki Jiraiya kami memberinya nama, Baa-chan.”
“Jiraiya eh?” lirih Tsunade sembari tersenyum. Ia jadi rindu dengan teman satu timnya itu. Sampai saat ini masih ada rasa sesal di hatinya yang terus menggerogoti otaknya. Rasa-rasanya ia jadi ingin segera menyusul si tua Jiraiya ke alam baka. Dia terlalu lama tinggal di dunia… Dia sudah bosan.
Insiden
“Naruto!!! Kau kurang ajar!!!” Sakura menerobos masuk ke ruangan Hokage, mengagetkan suaminya yang sedang berdiskusi dengan semua kepala divisi panita ujian Chuunin. Ujian Chuunin akan dilaksanakan kembali di Konoha jadi Naruto merencanakannya dengan sangat matang. Tapi tak disangka-sangka ada yang mengganggu…
“Heh?! Nani yattan da, Sakura-chan?!” Naruto segera berdiri dan menghampiri istrinya dengan wajah panik.
“Kau… Kau mengkhianatiku! Aku melihatmu tadi jalan bersama wanita lain! Kau benar-benar brengsek, Naruto!” umpat Sakura lagi. Seisi ruangan dibuat kaget dengan pernyataan istri Hokage itu.
Naruto tentu saja sangat terkejut. ‘Sial, aku sedang dalam rapat penting. Kenapa di saat-saat seperti ini sih?’ ucapnya dalam hati. Ia segera meminta izin pada anak buahnya untuk keluar sebentar. “Ahaha. Maaf, minna-san. Aku ada urusan sebentar. Lima menit lagi aku akan kembali. Daa.” Naruto menggunakan jikuukan no jutsu untuk langsung tiba di rumahnya sendiri. Ia menggenggam tangan Sakura sehingga istrinya itu juga berada di sana sekarang.
Maa, Sakura-chan. Tadi yang jalan bersamaku itu Shizune-neesan. Kau jangan yang berpikiran macam-macam,” ucap Naruto menjelaskan.
“Tapi kau mungkin saja selingkuh dengannya ‘kan? Kau brengsek Naruto!” Sakura memukul dada Naruto bertubi-tubi.
“Ouch! Hei, mana mungkin aku berbuat seperti itu padamu, Sakura-chan.” Naruto memegangi dadanya yang kena pukul tadi. “Kau juga mengetahuinya, aku sangat sangat mencintaimu!”
“Ta—Tapi aku gendut. Kau pasti menganggapku jelek sekarang!” tiba-tiba Sakura menutupi wajahnya dan menangis tersedu-sedu.
Dahi Naruto mengerut. Oke. Ini sudah menjadi hal yang biasa terjadi baginya. Mood istrinya itu memang seperti ini sekarang. Kadang extreme, kadang melankoli. Ia hanya bisa mengelus-elus dadanya sambil bilang ‘Sabar… Sabar…’
Insiden menyebalkan terjadi untuk keempat kalinya di Menara Hokage. Damn Moodswings
Jiraiya
            Naruto dan Sakura sedang menikmati pemandangan langit senja di atas balkon rumahnya.
Naruto sangat suka merengkuh Sakura seperti ini. Tubuh Sakura sangat pas untuk ia dekap, seakan kedua tangannya itu memang diciptakan untuk wanita itu seorang.
Sakura duduk di antara kaki Naruto yang membelangah, menyandarkan kepalanya di bahu jenjang suaminya. Sedang hamil seperti ini membuat ia malas dan cepat capai.
“Sakura-chan. Kau tidak apa-apa?”
“Aku tidak apa-apa, Sayang. Berhenti mengkhawatirkanku.”
“Ya, aku hanya ingin mendiskusikan nama buat bayi kita,” ucap Naruto sembari menggenggam tangan Sakura yang diletakan di atas perutnya. Mereka sudah mengetahui jenis kelamin bayi mereka
“Hmm,” Sakura memperhatikan wajah Naruto yang berada di atas kepalanya. “Kau ada ide?”
“Aku ingin memberinya nama dengan nama mendiang guruku.”
“Jiraiya-sama…”
“Tanpa Ero-sennin aku tidak akan sesukses sekarang. Darinya aku banyak belajar tentang ninjutsu, arti kehidupan, dan yang lebih penting adalah keluarga…”
Sakura kian erat menggenggam erat tangan Naruto yang melingkar di pinggulnya. Ia tahu betul bagaimana penderitaan hidup yang suaminya dulu alami. Ia tidak pernah tahu bagaimana sakitnya, tapi membayangkannya saja sudah cukup memilukan hati. Karena mana ada orang yang menginginkan penderitaan? Kalau pun bisa mungkin mereka lebih memilih untuk tidak dilahirkan.
Tapi kehidupan bisa menjadi anugrah yang tak ternilai bagi orang yang bisa memaknainya.
Dan Naruto sangat berlapang dada dengan apa yang terjadi dalam hidupnya kemarin-kemarin. Karena dibalik penderitaannya ia bertemu dengan orang-orang yang membuatnya dapat bertahan hingga hari ini. “Aku sudah menganggap Ero-sennin seperti kakekku sendiri. Karena itu bagaimana pendapatmu, Sakura-chan?”
Sakura mencium punggung tangan Naruto sembari tersenyum. Kemudian ia letakan tangannya di perutnya yang membesar. “Uzumaki Jiraiya…nama yang bagus.”

Glossary
Epidural                     : Bius yang membantu meredakan rasa sakit pada saat melahirkan
Taiyoo                                    : Matahari
Sakura no Hana        : Bunga Sakura
Otanjyoubi Omedetou Gozaimasu, Naruto-sama ^0^. Hope you become next Hokage and be the best ever. Then win Sakura-chan’s heart hehe. I believe in you ;D.

Share:

1 komentar

  1. Yuk yang hobi main poker, gabung bersama aku di SINIDOMINO yukk

    SINIDOMINO memberi Promo menarik bagi pecinta permainan kartu online :
    * Minimal DEPOSIT dan Withdraw Hanya RP. 20.000.
    * Jackpot Hingga Jutaan Rupiah Setiap Harinya
    * Menjamin Permainan 100% Tanpa Robot
    * Cashback Mingguan 0.5%
    * Bonus Refferal 20%

    Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi kami di :
    LiveSuppot 24 jam :
    * LiveChat : www.sinidomino.com
    * Pin BBM : D61E3506
    * Phone/WhatsApp : +85598249684
    * Skype : sinidomino

    Terima Kasih Agan.

    Raja Poker, Dewa Poker, Poker Online, Judi Poker, Agen Poker Online

    ReplyDelete