Fanfiction Naruto: HEART

Heart
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Semi Canon. Rated T. Tragedy/Drama.
Pairing: NaruSakuSasu.


Bahasanya sedikit hiperbola penuh diksi gak jelas kadang lebai bikin orang yang baca mau muntah (maklum bukan sastrawan) bisa dibilang jadul banget hehe. Contains spoiler up to chapter 484. Jadi kalau ada yang belum baca chapter 484 ke atas baca dulu ya ^^. Time settings : setelah konfrontasi Sasuke dan Naruto yang kedua kalinya.


.
.
Chapter 1
Awal Prahara
.
.
Hujan sore itu tumpah di hamparan hijau Desa Konoha. Sunyi, tiada burung-burung berkicau yang selalu ada menyambut datangnya petang. Mati suri, mungkin kedua kata itu yang tepat untuk menggambarkan keadaan Konoha sekarang ini.
Melangkah ke suatu tempat di mana kesunyian ini terjerembab. Derasnya hujan pun hanya menambah kehampaan seorang gadis yang sedari tadi berdiri melihat pohon-pohon hijau yang pemandangannya begitu suram.
Dia seorang gadis yang mempunyai paras menawan, rambutnya berwarna pink seperti bunga sakura yang bermekaran pada waktu musim semi. Kulitnya putih bersih, dan matanya hijau layaknya batu zamrud yang mengkilap dibawah terang rembulan.
Nama gadis itu Sakura—Haruno Sakura lebih lengkapnya. Berdiri tegak ia di atas Menara Hokage, tempat biasanya mendiang Sandaime Sarutobi Hiruzen memandang desanya dengan penuh keceriaan. Namun berbeda dengan Sakura, matanya tertuju ke depan tak jelas sebenarnya apa yang sedang ia pandangi. Wajahnya sembab dikarenakan air mata yang mengaliri pipinya entah berapa lama. Pikirannya berkecamuk, dalam hati ia menangis mengapa hal ini terjadi dalam hidupnya.
Hidup memang banyak rintangan, instrumen kehidupan yang setiap orang merasakannya. Namun rintangan seperti ini tak sanggup ia lewati tanpa dirinya. Cinta yang terlambat ia gapai karena keplin-planannya. Bukankah wajar seorang gadis menjadi plin-plan untuk menentukan apa yang sebenarnya terbaik baginya? Dan pada akhirnya toh ia telah memutuskan untuk menyatakan perasaannya, namun ia tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Dirinya yang ia cinta telah pergi...
Flashback on, 1 bulan yang lalu.
Seorang gadis berambut pink berlari di koridor rumah sakit. Rumah sakit Konoha—yang baru saja selesai dibangun seminggu yang lalu itu—telah memperlihatkan kesibukannya. Invasi Pein ke Desa itu enam bulan yang lalu memang telah memporak-porandakan bangunan-bangunan penting yang ada disana.
Tak pelak rumah sakit—yang biasanya merawat para ninja yang terluka atau rakyat sipil yang membutuhkan perawatan medis—ikut hancur karena invasi tersebut.
Tapi setidaknya seorang pahlawan telah berhasil menghentikan invasi itu. Pahlawan itu si ninja penuh kejutan nomor satu, Uzumaki Naruto. Tentunya semua penduduk Desa telah mengenal siapa dia.
Ya, dia dikenal sebagai 'monster'. Orang-orang membencinya—dari anak-anak hingga dewasa—selalu memandangnya dengan tatapan kejam, sinis, dan dingin. Kau tahu mengapa? Karena seekor siluman yang tersegel di perutnya…
Siluman yang 16 tahun lalu telah memporak-porandakan desa Konoha dan membawa awan bencana bagi penduduknya. Semua orang merinding jika disebut namanya karena saking menakutkannya siluman itu. Tapi Hokage keempat berhasil menyelamatkan desanya dengan menyegel siluman tersebut ke dalam perut bayi yang baru lahir. Bayi mungil itu bernama Uzumaki Naruto. Hokage keempat ingin anak tersebut dianggap pahlawan mengingat dialah yang dibebankan seekor siluman kejam di dalam tubuhnya.
Orang lain tentunya tidak akan sudi mengemban risiko yang besar ini. Oleh sebab itu anaknya sendiri yang ia korbankan sebagai host. Hanya segelintir orang saja yang mengetahui kalau Uzumaki Naruto adalah anak kandung dari Hokage Keempat—Namikaze Minato.
Namun takdir berkehendak lain, anak yang tersegel Kyuubi dalam perutnya itu malah dibenci oleh penduduk Konoha. Mereka menganggapnya sebagai kutukan dari langit yang sewaktu-waktu bisa mendatangkan malapetaka.
Tapi bukan Uzumaki Naruto namanya jika ia menyerah. Tekadnya yang bulat untuk menjadi Hokage membuat dia cinta akan desa itu melebihi apapun di dunia ini meskipun penduduk desa ini pada awalnya tidak simpati padanya. Akan dia buktikan bahwa dia benar-benar ada. Sampai akhirnya dia berhasil memperlihatkan eksistensinya sebagai seorang ninja sejati.
Semua penduduk desa telah menganggapnya sebagai pahlawan dan berharap suatu hari nanti pahlawan muda itu dapat menjadi Hokage-yang setiap saat akan selalu melindungi mereka.
Sang pembawa kedamaian begitu pula ia disebut. Orang-orang banyak menaruh harapan pada dirinya.
Tapi sayangnya untuk kali ini dia terbaring lemah di salah satu ruangan yang ada di rumah sakit Konoha. Sudah dua minggu lamanya ia berada di tempat itu. Matanya sayu setengah tertutup menahan silaunya sinar Matahari yang masuk melalui celah jendela ruangan dimana ia dirawat. Bau rumah sakit yang khas membuatnya ingin cepat-cepat keluar dari sana. Bisa-bisa ia mati kebosanan dengan keadaannya yang seperti ini.
Ia ingin segera merasakan hangatnya sinar Mentari, indahnya burung berkicau menyambut datangnya pagi, dan semerbak wangi bunga sakura yang tumbuh di sekitar Monumen Kepahlawanan Konoha. Rindu sekali dirinya dengan pemandangan itu.
'Secantik dirinya…,' ujar Naruto. Ia tersenyum, dalam hati ia rindu sekali dengan seseorang. Karena seseorang itu sedari kemarin tidak mengunjunginya. Ia pun memejamkan matanya sejenak.
Derap langkahmu terdengar mendekat ke arahku
Semerbak harummu, sakura.. tercium hingga memenuhi kerinduanku
Tiba engkau dipersinggahanku, dan memanggilku. . .
“Naruto!” Sekelebat warna pink muncul dari balik pintu ruangan dimana Naruto dirawat. Naruto memalingkan wajahnya ke arah sumber suara itu. Seseorang itu akhirnya datang mengunjunginya juga.
“Sakura-chan...,” balas Naruto sembari tersenyum lemah.
“Ohayou,” ujar Sakura membalas senyuman Naruto. Ditutupnya pintu dan melangkah ia ke arah Naruto.
“Ohayou,” Naruto hendak bangun dari tempat tidurnya, namun Sakura buru-buru menahannya.
“Kau berbaring saja Naruto, lukamu belum sembuh benar,” ujar Sakura lembut. Naruto hanya mengangguk dan kembali berbaring ke tempat tidurnya. Sakura lalu duduk di bagian celah tempat tidur yang kosong. Digenggamnya tangan kanan Naruto secara perlahan dengan tangan kirinya.
Naruto menatap Sakura dengan penuh rasa cinta. “Kemana saja kau akhir-akhir ini Sakura-chan? Aku jarang melihatmu,” ucap Naruto setengah berbisik. Airmuka Sakura yang ceria tiba-tiba berubah menjadi sendu.
'Naruto belum pulih sepenuhnya,' ucapnya dalam hati. Suara Naruto terdengar parau di telinga Sakura, padahal hanya kedua kakinya saja yang luka berat namun akibatnya hingga ke kondisinya juga. Hal inilah yang membuat Sakura setengah putus asa. Bagaimana dirinya bisa tenang? Lagi-lagi dia merasa tidak berguna. Sebisa mungkin Sakura menyembunyikan kesedihannya itu, ia tidak mau Naruto mengetahuinya. Karenanya ia memberikan senyuman palsu ke arah Naruto.
“Aku ada urusan sebentar ke Amegakure, jadi tiga hari kemarin aku tidak bisa mengunjungimu. Aku baru saja tiba.” Suara Sakura datar tapi sedikit bergetar.
Naruto menyadari hal itu begitu juga senyuman palsu Sakura yang dia berikan pada dirinya. Naruto mengacuhkannya dan tidak berburuk sangka. Barangkali Sakura kecapaian setelah perjalanan yang melelahkan dari Amegakure.
Naruto menghirup nafas perlahan, “Begitu rupanya... Ada urusan apa kau pergi kesana, Sakura-chan?” Tanya Naruto. Sakura tercengang, dalam hatinya haruskah ia berbohong? Tapi dia tidak mungkin memberitahukan Naruto perihal kedatangannya ke Amegakure. “Sakura-chan, kau tidak apa-apa?” Tanya Naruto membuyarkan pikiran kalut Sakura. Sakura kembali ke alam sadarnya. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak mengatakan hal yang bukan sebenarnya pada Naruto.
“Ya aku tidak apa-apa Naruto, hanya sedikit lelah. Aku mengantar dokumen aliansi ke Amegakure. Dan Konan-san menyetujuinya. Oh iya, dia menitipkan bunga ini untukmu.” Sakura memperlihatkan bunga mawar dari Konan yang dia genggam di tangan kanannya. Kali ini bunga asli, bukan kertas seperti waktu itu. Walaupun begitu menurut Naruto bunga asli dan kertas—yang pernah Konan berikan padanya waktu itu-sama-sama indah. “Dia mengharapkan kau cepat sembuh,” ujar Sakura lagi. Kemudian bangkit dari duduknya dan meletakkan bunga mawar itu ke vas bunga yang telah ada di ruang Naruto di rawat. Vas bunga itu cukup besar buat delapan kuntum bunga mawar.
Naruto tersenyum. Delapan kuntum bunga mawar; ia mengingat bahwa angka itu adalah angka keberuntungan. Bentuknya yang melingkar ke bawah melambangkan bumi, sedangkan yang melingkar ke atas melambangkan langit.
Sakura lantas mengatur letak bunga itu dengan rapi, lalu ia kembali duduk ke posisinya tadi.
Naruto hanya tersenyum kecil, sepertinya untuk hal tersenyum lebar saja sangat sulit ia lakukan. Sakura meringis dalam hatinya. Ia ingin melihat Naruto tersenyum selayaknya Naruto yang dia kenal. Penuh percaya diri dan keikhlasan. Senyuman tulus yang membuat siapa saja melihatnya menjadi bersemangat. Sakura rindu akan senyumannya.
"Sakura-chan, bagaimana keadaan Sasuke? Apa ada perkembangan?" Tanya Naruto mengubah topik pembicaraan. Sakura tahu Naruto akan menanyakan hal ini padanya. Haruskah ia katakan hal yang sebenarnya pada Naruto? Haruskah ia bilang pada Naruto kalau Sasuke tidak ada harapan lagi untuk hidup? Haruskah ia katakan bahwa sebenarnya dia pergi ke Amegakure bukan hanya untuk mengantar dokumen aliansi saja?
Mencari pendonor jantung untuk Uchiha Sasuke sangat sulit bagi Sakura. Pengkhianat desa yang meninggalkan desa dan teman-temannya hanya karena dendam semata, bekerja sama dengan Akatsuki untuk menangkap jinchuuriki Hachibi, menyerang pertemuan para Kage dan membuat onar di tempat itu.
Kesalahan-kesalahan The Uchiha Prodigy yang membuat banyak orang mengecapnya sebagai shinobi kriminal papan atas. Adakah yang rela mendonorkan jantung mereka untuk seseorang yang ditangannya bergelimpangan dosa? Apa peduli dunia kalaupun dia hidup?
Namun rasa cintanya yang besar membuat Haruno Sakura rela mencari pendonor jantung untuk cinta pertamanya itu. Cinta yang sampai saat ini tidak terbalaskan. hal miris memang Sasuke tidak pernah membalas cintanya. Sasuke selalu mengatakan bahwa dirinya bodoh dan tidak berguna. Namun dipertarungannya beberapa waktu yang lalu dengan Sasuke, membuat Sakura cukup bangga. Karena ia bisa memperlihatkan pada Sasuke kalau dia bukan seorang gadis selfish yang ia kenal dulu. Sakura hanya ingin Sasuke kembali seperti Sasuke yang dia kenal seperti waktu itu, karenanya dia tidak menyerah begitu saja.
Sakura berkeliling mengunjungi desa tetangga untuk mencari seseorang yang rela mendonorkan jantungnya untuk Sasuke. Sayang sekali, orang sekarat yang ia temui pun tidak ada yang mau melakukan hal itu. 'Dia tidak pantas untuk hidup,' begitu ucap mereka kasar, hati Sakura tercabik-cabik—sakit hati atas perkataan orang yang ditemuinya itu. Terlebih lagi dengan keadaan Naruto yang seperti ini. Ia ingin menyelamatkan kedua temannya dan tidak mau kehilangan seorang pun.
Sakura akan selalu berusaha untuk mencari jalan keluar mencari cara agar ia dapat menyembuhkan luka kedua temannya. Sasuke dalam keadaan kritis dimana ia membutuhkan transplantasi jantung untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan Naruto keadaannya memang dari hari ke hari semakin membaik, tetapi luka bakar di kakinya tidak kunjung sembuh dan terancam diamputasi apabila dalam kurun waktu satu minggu tidak bisa ditemukan obat bakar yang bisa menyembuhkannya. Amaterasu yang dikeluarkan Madara telah membuat kedua kakinya lumpuh total.
Sakura berusaha semaksimal mungkin agar kedua temannya bisa kembali sehat sedia kala, tidak ada cacat satu pun. Sebagai seorang ninja medis dia tahu apa yang seharusnya dia lakukan.
Lalu ia merenung, sekelebat bayangan masa lalu tiba-tiba datang menghampirinya, memanggilnya untuk mengulangi sekali lagi kejadian itu. Masih teringat di benaknya, saat dimana kedua temannya saling membunuh satu sama lain.
Flashback dalam flashback.
Naruto, Kakashi dan Sakura akhirnya bertemu lagi dengan former team mereka yaitu sang Uchiha Prodigy, Uchiha Sasuke. Dilihatnya oleh mereka penampilan Sasuke yang sekarang, tidak jauh beda dari penampilan Sasuke seperti waktu dulu. Namun pada akhirnya mereka mengerti Sasuke yang sekarang bukan lagi Sasuke yang mereka kenal. Hal itu bisa dilihat oleh mereka dari mata onyx Sasuke yang penuh amarah dan kebencian.
Sakura meringis dalam hatinya, Sasuke-kun yang dia cinta telah berubah menjadi orang yang tidak dia kenal. Yang dia tidak habis pikir Sasuke hampir membunuhnya dua kali, tapi beruntung Naruto menyelamatkan dirinya tepat pada waktunya. Kali ini Sakura melihat dua orang temannya itu saling berhadapan satu sama lain.
“Apa yang kau lakukan pada Sakura, Sasuke? Bukankah dia dari tim tujuh juga, seperti kau dan aku?” Naruto menatap tajam Sasuke dan mendekat ke arahnya. Sasuke hanya bersikap santai; terlihat dari wajahnya kalau dia tidak menyesal melakukan hal itu.
“Aku pernah mengatakan sebelumnya padamu, Naruto. Kalau aku bukan anggota tim tujuh lagi; bagiku tim tujuh sudah mati!” ujar Sasuke bersikap seakan tidak peduli.
“Begitu rupanya Sasuke, memang benar kau telah berubah. Rasanya aku tidak mengenal dirimu yang sekarang berhadapan denganku. Sepertinya memberikan nasihat kepadamu pun akan percuma saja.” Volume suara Naruto sedikit rendah dari yang sebelumnya. Ia sekarang mulai tenang.
“Hn, dan bagiku kau tetap seperti orang bodoh yang selalu ikut campur urusan orang, Dobe," ujar Sasuke dingin. Naruto tertawa kecil. Sakura heran melihat tanggapan Naruto terhadap ucapan Sasuke itu. Di saat tegang seperti ini, Naruto masih bisa tertawa; menganggap ucapan Sasuke tersebut sebuah lelucon. Padahal dari apa yang Sakura lihat, tidak ada maksud Sasuke untuk melucu.
“Untuk yang satu itu, kau tidak pernah berubah Sasuke,” ujar Naruto menimpali. Airmukanya begitu tenang, setenang air berlumpur yang tak bergeming sekalipun dilempari batu.
Sasuke menggurutu dalam hati, ‘Apa-apaan Naruto ini? Tidakkah dia menganggap kata-kataku dengan serius?'
Naruto melanjutkan kata-katanya kembali, “Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk kita menyelesaikan hal ini.”
Sasuke masih belum mengerti apa yang Naruto katakan. Gaya bicara dan kata-kata yang ia lontarkan layaknya teka-teki yang kalau diterka mungkin tak satu setanpun tahu apa maksudnya itu. Ninja penuh kejutan nomor satu, memang itulah julukan Naruto.
“Aku katakan sekali Dobe, berhenti mengurusi urusanku!” bentak Sasuke. Kesabaran Sasuke mulai hilang, ia maju satu langkah, mengambil aba-aba untuk menyerang Naruto. Namun Uchiha Madara yang entah sejak kapan berdiri di belakangnya, menghentikan rencana Sasuke itu.
“Hentikan Sasuke! Kau kelelahan, sebaiknya kita mundur dulu memulihkan keadaanmu. Setelah kau pulih aku tidak akan melarang kau melawan Kyuubi, lagipula dia target kita selanjutnya.” Madara tidak ingin Sasuke kalah dalam pertarungan kali ini. Karenanya ia memerintahkan Sasuke untuk mundur.
“Sasuke aku akan menghentikanmu kali ini,” kata-kata Naruto ini memecah ketegangan yang sedari tadi membungkus daerah dimana mereka berpijak.
“Apa maksudmu, Dobe?” Tanya Sasuke dia berniat untuk menghilangkan rasa penasarannya. Padahal Sasuke adalah orang yang memiliki sifat gengsi kelas kakap, tidak peduli dengan perkataan orang terhadap dirinya.
“Kali ini kita akan bertarung sebagai shinobi kelas atas. Sebagai lawan yang seimbang aku akan melawanmu dengan segenap kekuaatanku dan aku rasa tidak akan ada yang menang atau kalah.” Naruto mengambil nafas sejenak.
Sakura khawatir melihatnya, Apa yang sebenarnya Naruto rencanakan? Semoga saja bukan rencana gila.
“Aku akan menghentikan kebencianmu dengan melawan dan menghabisimu. Dan pada akhirnya kita akan saling bunuh dan terjerembab ke dalam jurang kematian... Dimana tidak ada lagi yang bernama Uchiha ataupun orang-orang yang menyebutku Jinchuuriki. Kau dan aku kali ini akan mati bersama, Uchiha Sasuke!”
Sakura dan Kakashi terperanjat, mereka memperhatikan dengan seksama raut wajah Naruto yang mulai menegang. Namun masih terlihat ketenangan dari wajahnya yang diselimuti oleh sebongkah emosi jiwa—yang Sakura tahu—membara dari dalam raganya. Begitulah Uzumaki Naruto, selalu percaya diri dan tidak ragu-ragu untuk memutuskan sesuatu.
Sasuke hanya memandang dingin Naruto. Ia malas berkomentar. Sepertinya ia tahu perkataan Naruto belum mencapai titik akhir. Oleh karena itu ia biarkan saja Naruto melanjutkan perkataannya.
“Aku tidak ragu lagi untuk melawanmu, Sasuke,” ujar Naruto.
Kakashi tiba-tiba menginterupsi, tidak setuju akan pernyataan Naruto. “Sudah cukup Naruto, Sasuke adalah urusanku. Kalau kau mati kau tidak akan bisa jadi Hokage. Bukankah hal itu cita-citamu yang paling besar?”
“Bagaimana aku bisa menjadi seorang Hokage apabila seorang teman dekatku saja tidak bisa aku selamatkan, Sensei?” Naruto menatap serius gurunya itu.
'Sial dia benar-benar serius melakukannya,' gerutu Kakashi dalam hati. Sekarang dia bingung apa yang harus ia lakukan.
Sedangkan Sakura menggigit bibirnya sendiri; memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan untuk menghentikan kedua temannya itu. Keduanya sangat berarti bagi dirinya.
Yang satu adalah cinta pertamanya, yang satu lagi cinta... Sakura tercengang. Apa yang sedang ia pikirkan? Ia mulai ragu akan perasaannya terhadap Naruto. Naruto adalah teman dekatnya, namun ia tidak mengerti perasaan apa yang mengisi di relung hatinya saat ini. Jantungnya berdegup kencang, layaknya ombak yang berlomba-lomba; menggulungi tubuhnya sendiri untuk sampai ke daerah pantai. Pantai hati, mungkin begitu Sakura mengartikannya.
Apakah ia mulai mencintai Naruto? Sakura tahu betul jika Naruto memendam perasaan melebihi kata 'teman' terhadapnya. Sebelumnya Sai telah mengatakannya langsung padanya bahwa Naruto sangat mencintainya. Tapi ia tidak tahu apa perasaan Naruto masih sama terhadapnya seperti waktu dulu atau tidak. Karena ia baru menyadari kesalahannya.
Sakura telah memanfaatkan perasaan Naruto dengan berbohong padanya. Pengakuan palsunya memang membuat Naruto marah dan mungkin menganggapnya setengah gila. Tapi demi Tuhan, bukan maksud Sakura untuk menyakiti perasaan temannya itu. Semua itu ia lakukan hanya untuk menghilangkan beban Naruto—yang ia tahu karena dirinya alasan semua itu Naruto lakukan. Janji seumur hidupnya pada Sakura yang membuatnya hidup dalam kutukan tiada akhir. Sakura hanya ingin mengurangi beban Naruto saja. Oleh karena itu ia ingin membunuh Sasuke dengan tangannya sendiri.
Tapi cinta pertama memang sulit untuk dilupakan bukan? Sakura tak sanggup—tak sanggup untuk membunuh Sasuke sang pangeran hatinya. Pujaannya yang selalu ada dalam setiap mimpi-mimpi malamnya. Gemerlap bintang-bintang ia umpamakan sebagai Sasuke yang tiap malam ia pandangi hanya untuk melepas kerinduannya.
Cintanya yang besar kepada Sasuke telah membutakannya untuk melihat sebuah realita yang terjadi saat ini. Sakura merasa bodoh dan tak punya arti. Lagi-lagi ia merasa tak berguna, kenapa ia tidak bisa tegas dalam menentukan sesuatu? Kali ini dia gagal melaksanakan misinya sendiri, dan lagi-lagi Naruto yang mengambil alih keadaan. Dan lebih parahnya Naruto memutuskan untuk mengorbankan dirinya sendiri; mengesampingkan cita-cita besarnya dari kecil untuk menghentikan lingkaran kebencian yang merasuki benak sahabatnya 'The Uchiha Prodigy'.
Tetesan air hangat perlahan-lahan jatuh ke pipi Sakura, ia tertunduk lesu baru menyadari bahwa ia menangis melihat pemandangan ini. Sakura tidak mau kehilangan mereka berdua. Sakura tidak dapat hidup tanpa mereka yang selalu ada mengisi hari-harinya.
'Naruto, naze?' begitu yang ada di benak Sakura.
Pandangan Sakura beralih dari Sasuke ke arah Naruto. Naruto masih menatap Sasuke dengan tajam. Kali ini dia tidak akan membiarkan kebencian Sasuke membawa malapetaka bagi dunia shinobi. Sebagai seorang teman dekatnya, Naruto merasa inilah yang tepat untuk menghentikannya. Mati bersama teman dekatnya.
Naruto merasa ini kewajibannya, sebagai seseorang yang gagal menyelamatkan temannya, yang gagal menepati janjinya. Naruto akan membalas semua itu dengan kematian dirinya. Lingkaran kebencian yang ingin dihilangkannya dari muka bumi ini dengan harapan adanya secercah cahaya kedamaian yang akan membawa dunia ini kembali pada awal ia dibentuk, tentram tanpa ada tangan-tangan keji yang mengotorinya. Naruto bisa mengerti mengapa semua itu terjadi dan berniat menghentikannya dengan melakukan satu hal yaitu, 'sebuah pengorbanan besar'.
Sasuke menatap Naruto dengan tatapan kosong. Dalam hatinya ia sungguh tak mengerti kenapa Naruto masih peduli dengannya. Mati konyol, begitu yang Sasuke maksud.
Rasa benci yang sudah lama ia simpan tidak mau ia buang jauh-jauh. Rasa benci, yang ia ingin semua orang merasakannya, merasakan kepahitan jalan hidup yang dia alami. Kepedihan karena kehilangan orang-orang yang paling berharga bagi dirinya, kepedihan karena kehilangan keluarga yang ia cinta sepanjang hidupnya.
Sampai kapan pun Sasuke tidak akan memaafkan orang-orang yang terlibat dalam penghancuran klannya. Mengadu domba ia dan kakaknya. Orang-orang itu harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi terhadap orang-orang yang dicintainya. Para petinggi Konoha yang telah membuat kakak tersayangnya mengemban misi berbahaya yang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang ninja sejati.
Seorang kakak terbaik bagi Sasuke. Tersayang, yang tidak memandangnya sebelah mata. Uchiha Itachi, seorang kakak terbaik itu telah mati karena lingkaran kebencian yang terjadi di dunia shinobi ini. Sebagai tumbal untuk menciptakan kedamaian? Sasuke tidak mengerti apa yang dipikirkan para petinggi Konoha yang mengutus Itachi untuk membantai klan mereka. Namun sekarang Sasuke mulai merenung. Perkataan Naruto mulai meracuni pikirannya.
'Nii-san apakah kau tidak menyesal melakukan pengorbanan konyol seperti itu? Aku tidak mengerti, kenapa aku melihat sekilas dirimu dalam diri Naruto?' ujar Sasuke dalam hati. Sasuke terpaku di tempat ia berpijak, ia mulai bimbang 'apakah yang dia lakukan itu salah?'
Sudah lama ia tidak merasakan ada orang yang peduli terhadap dirinya. Mengerti keadaannya dan tahu akan penderitaannya. Meskipun ia dan Naruto berbeda namun kepahitan yang mereka alami nyaris sama persis. Sasuke melihat orang tuanya mati dengan mata kepalanya sendiri, sedangkan Naruto dari awal memang telah sendiri, tanpa mengetahui siapa yang telah melahirkannya ke dunia dan siapa yang seharusnya ia panggil dengan sebutan 'ayah'.
Mereka berdua sama-sama pernah merasakan pahitnya hidup dalam kesendirian. Neraka yang mereka sebut dengan kesendirian itu telah membawa mereka masing-masing ke sebuah pembelajaran. Yang satu mengarahkan mereka ke arah kebenaran, lainnya ke arah kebencian. Memang pelik suratan takdir yang mereka miliki, tapi anehnya mereka mengerti satu sama lain. Sasuke mengakui hal itu dalam pikirannya.
Tiba-tiba suara Naruto memecah kesunyian. “Sakura-chan, maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janjiku. Aku tidak bisa membawa Sasuke kembali kepangkuanmu. Oleh karena itu...” Naruto tetap memandangi Sasuke, ia tidak berani melihat ke arah Sakura. Ia tahu Sakura menangis, dan Naruto tidak sanggup untuk melihatnya.
“Na—Naruto… Aku…” Sakura hendak berbicara namun terpotong oleh ucapan Naruto.
“Oleh karena itu aku akan membayarnya dengan nyawaku, Sakura-chan!” ucap Naruto lantang. Pernyataan Naruto ini bagai petir di siang bolong bagi Sakura. Tubuh Sakura mulai bergetar hebat, baginya ini adalah mimpi buruk yang ingin sekali ia terbangun karena tak terbayangkan betapa memilukannya. Tapi sayangnya ini adalah kenyataan.
“N—Naruto... Aku, tidak... ja—jangan… Biar aku…,” kali ini Sakura mengangis deras. Hatinya hancur berkeping-keping. Sudah cukup Naruto mengemban beban yang begitu berat ini. Biar dia yang melakukannya sekarang. Biar dia yang merasakan pedihnya. Kenapa Naruto? Kenapa kau begitu peduli padaku? Aku tidak pantas menerima semua ini, aku tidak pantas mendapatkan cintamu.
Tangan Sakura hendak menggenggam sikut Naruto, namun berhenti karena interupsi Sasuke.
Sasuke tersenyum sinis. “Pernyataan yang hebat, Dobe. Kau mau mengorbankan dirimu hanya untuk gadis tolol, yang cara bertarung pun ia tak tahu. Sakura ternyata kau masih saja bodoh seperti dulu. Dan kalau itu yang kau mau baiklah, aku juga akan melawanmu, Dobe. Tapi aku tidak akan mati bersamamu, yang mati hanya kau seorang, super bodoh!” Tiba-tiba Sasuke melesat cepat ke arah dimana Naruto berdiri. Naruto dengan sigap mengambil kunai dari kantong kunainya.
Naruto memandang mata Sasuke sekilas, hawa membunuh Sasuke terasa sekali. Naruto pun akhirnya melesat cepat ke arah Sasuke. Begitu juga dengan Kakashi.
“Sensei, sudah ku bilang ini kewajibanku!” protes Naruto. Namun Kakashi tak peduli dan tetap mengikuti Naruto dari belakang. Naruto dan Kakashi terus maju sampai jarak Sasuke dan mereka semakin mengecil. Naruto mengambil ancang-ancang mengeluarkan jurus kagebunshin-nya, namun diluar perkiraan, Sasuke melewatinya dengan melompat diatasnya. Rupanya Sasuke tidak bermaksud menyerangnya. Naruto bergumam 'sial', ia meringis kesal kemudian melihat ke arah belakangnya, matanya terbuka lebar. Naruto tak berani membayangkan apa yang akan terjadi. Dia segera berbalik ke arah Sasuke.
“Apa jadinya, Dobe. Jika aku membunuh seseorang yang kau cintai sepenuh hatimu?” Sasuke mengaktifkan chidori di kusanaginya lalu melesat cepat ke arah Sakura.
“Sakura-chan! Kuso! Sasuke lawanmu aku, bukan Sakura!” teriak Naruto.
Sakura ingin menghindar namun ia tidak bisa bergerak, sekujur tubuhnya kaku tak terlukiskan. Bisa ia rasakan hawa membunuh Sasuke di sekitar kulitnya. Sakura memejamkan matanya, ia terlambat menghindar.
CRASSHH!
Sakura bergidik kaget mendengar suara itu. Tusukan kusanagi telah memasuki tubuhnya, entah di daerah mana, namun Sakura bisa merasakan bau anyir darah yang begitu pekat. Dia membuka matanya perlahan, matanya terbuka lebar; terbelalak kaget dikarenakan pemandangan yang ia lihat. Keringat dingin mulai menetesi dahinya, cipratan darah membanjiri bajunya.
Lagi-lagi tubuh Sakura bergetar hebat, tapi kali ini lebih parah dari yang sebelumnya. Ia menyadari bahwa itu bukan darahnya. Dirinya sama sekali tidak terluka sedikit pun. Seseorang telah melindunginya, memeluknya dari arah depan, dan menyelamatkannya dari serangan Sasuke. Diarahkan pandangannya ke arah bawah, di mana kusanagi Sasuke menembus paru-paru kiri seseorang yang melindunginya.
“Iie...” Sakura menutup mulutnya, dia mulai menangis tak terkontrol dan menggelengkan kepalanya tidak percaya hal seperti ini yang akan terjadi.
“K—Kau... Tidak apa-apa ‘kan, Sakura-chan?” Naruto tersenyum simpul, ia memuntahkan darah segar dari mulutnya, lalu teriakan Sakura terdengar menggelegar diantara rona-rona hitam kebengisan—mencuat tajam—menunjukkan betapa kejadian itu mengoyak-ngoyak hatinya.
Bersambung…

Share:

0 komentar