Mama adalah sosok yang paling berjasa di dalam
hidupku. Kalau aku ingat lagi, Mama-lah orang pertama yang membuatku mencintai
buku. Waktu kecil aku sering dibelikan buku anak-anak bagus penuh warna dan
gambar menarik yang sering kubaca ulang. Tidak mengherankan umur 4 tahun aku
sudah lancar membaca. Dan sekarang pekerjaan utamaku tidak jauh dari dunia
buku, yaitu penulis.
Aku
sebenarnya tidak pernah kepikiran untuk menjadi penulis. Aku memang perempuan
yang tidak banyak bicara. Lebih senang mengutarakan pendapatku melalui tulisan.
Bicaraku yang pendek akan menjadi panjang ketika kutuliskan. Waktu itu aku
masih pemula sekali, tapi aku tetap punya niat memiliki novel yang kutuliskan
sendiri. Akhirnya aku menuliskan cerita yang terinspirasi dari Mama. Awalnya
tidak mudah, naskah itu ditolak di mana-mana dan harus kurevisi berkali-kali.
Sampai akhirnya pada tahun 2014, novel tersebut diterbitkan di salah satu penerbit
mayor ternama dan dijual di toko buku seluruh Indonesia.
Novel pertama yang terinspirasi dari Mama
Novel
itu mengisahkan tentang kehidupan Mama bersama anak autis-hiperaktifnya. Ya,
adikku yang paling bungsu adalah seorang autis. Pola hidupnya terstruktur rapi,
jika dikacaukan ia akan ngamuk sepanjang hari. Adikku tidak mengikuti
pendidikan formal. Dulu, Mama pernah memasukannya ke TK yang ada di dekat
rumah, tapi tetap saja yang kalang-kabut adalah Mama karena adikku tidak bisa
diam. Murid-murid lain sudah berada di dalam kelas, tapi adikku akan main di
luar sembari memakan snack kesukaannya.
Berlarian ke sana-kemari tanpa merasa kelelahan. Mungkin karena tidak terbiasa
menghadapi anak autis, guru-guru di sana tidak tahu apa yang harus mereka
lakukan.
Namun
Mama dengan sabar meladeni adikku. Kalau adikku berlari, Mama akan ikut berlari;
mengawasinya agar tidak terjatuh. Kalau adikku sedang diam, Mama akan duduk di
sampingnya; mengajaknya bercanda. Adikku tidak pernah ditinggalkan sendirian.
Baik di luar, maupun di rumah. Padahal adikku itu sering membuatnya pusing. Adikku
juga senang bernyanyi dengan suara yang lantang jika dibawa jalan-jalan keluar dan
hal itu membuatnya dilihat banyak orang. Namun Mama tetap berjalan di samping
adikku, tanpa punya niat untuk kabur. Berjalan tegak ke depan dan melihat balik
orang-orang itu sampai mereka tidak memperhatikan lagi. Kadang aku
terheran-heran dibuatnya, bagaimana bisa ada wanita setegar itu? Kalau aku yang berada di posisi Mama, aku
tidak yakin bisa seperti dirinya.
Semua kisah di atas kutuliskan di novel tersebut.
Kalau ketegaran itu tidak ada, mungkin aku tidak akan bisa
menyelesaikan novelnya. Mungkin selamanya aku tidak akan pernah menjadi
penulis. Setahun setelah novel itu terbit, aku pergi ke Korea Selatan karena
mendapatkan hadiah dari lomba menulis yang aku ikuti. Aku masih ingat bagaimana
wajah bahagia Mama ketika kukabari hal itu. Mama ingin ikut juga. Andai saja
hadiahnya untuk dua orang, pasti aku akan memilih Mama untuk menemani
perjalananku.
Mama
mulai heboh ke para tetangga, bahwa anaknya pergi keluar negeri dari menang lomba
menulis. Mungkin bagi banyak orang yang kesal dan merasa apa yang Mama lakukan
itu berlebihan, tapi aku melihatnya sebagai bentuk kebahagiaan. Pada saat itu
aku senang karena telah membanggakannya. Sumber inspirasiku yang membuatku
menjadi sosok seperti sekarang ini.
Kalau
aku ditakdirkan merasakan jatuh cinta lagi, aku ingin merasakan cinta yang serupa
dengan cintaku pada Mama. Walau sering berbeda pendapat, kita tidak pernah
membenci. Walau pernah bertengkar hebat, sejam kemudian kita bisa bersenda
gurau lagi. Walau pergi jauh dalam jarak ratusan kilometer, kita akan
menyempatkan diri untuk kembali.
Terima
kasih untuk kasih sayang tak terhingga, Mama. Semoga aku bisa jadi sosok tegar
sepertimu, yang selalu ceria walaupun begitu banyak beban yang harus Mama
hadapi. Terima kasih sudah mengenalkanku pada buku hingga bisa membawaku
menggapai pada mimpi-mimpi yang awalnya tidak pernah kukira akan tergapai.
Terima kasih karena membuka jalan masa depanku
Aku
sayang Mama dulu, sekarang, dan untuk selamanya.
Wrote by PrettyAngelia