Wrote by PrettyAngelia
Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto
© Masashi Kishimoto
The
Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning:
Sequel from ‘HEART’. Semi-Canon. Semi-Crossover with The Lord of The
Rings. Romance/Adventure. A bit Fantasy. OOC
Pairing insert: Naru/Saku, Mina/Kushi, Sasu/Hina, Shika/Ino, Kaka/Kure
.
.
Tsunade
pun berdiri dari tempat duduknya dengan mata nyalang. “Apa ini? Siapa yang
melakukan penyerangan? Aku belum memberikan aba-aba—hah?” Ia pun menyadari
bayangan hitam yang melompat dengan cepat dan lari dari arena lapangan itu.
Tanpa ragu, Tsunade pun melenguh, “Kakashi!”
Seseorang
yang tidak dikenal, telah memicu perang saudara di Konohagakure....
.
.
Chapter 13
Kembali
.
.
“Ada apa ini? Siapa yang menyerang
pasukanku?!” Daimyou terkejut di tempatnya. Ia kini dikelilingi oleh para ANBU
dari Akar yang melingkarinya. Para
Kage lain pun mulai dijaga oleh pengawalnya.
“Pengawal! Penggal kepala Uchiha
busuk itu!” teriak Daimyou.
Algojo yang berdiri di dekat Sasuke
pun seketika mengeluarkan pedangnya dan hendak menebaskan ke arah leher Sasuke.
Namun ia tiba-tiba tidak mampu menggerakan tubuhnya. “T-tubuhku?”
Kejengkelan Tsunade naik mendadak saat mendengar teriakan
menyebalkan itu. Ia pun berlari cepat ke arah Daimyou dan meninjunya hingga ia
terpental dari altar. “Aku tidak akan membiarkan lagi kau bertindak seenaknya!”
Napasnya memburu saat melihat Daimyou terkapar dengan wajah bonyok di bawah
sana.
Dari sudut lain, Shikamaru
menghentikan aksi algojo itu dengan kagemane
no jutsu miliknya. “Hinata!” serunya.
Hinata pun berlari kencang menuju
arah Sasuke. “Sasuke-kun!” Ia
membantu Sasuke berdiri. “Ikuti aku!”
“Eh? Siapa?”
Tanpa menjawabnya Hinata menarik
tangan Sasuke dengan kuat dan berlari dari altar. Ia menggunakan taijutsu khas Klan Hyuuga untuk
menghalau pasukan Kerajaan Negara Hi yang menghalangi jalannya. “Aku akan
membawamu ke tempat yang aman, Sasuke-kun!”
“Hinata-sama! Aku ada di belakangmu!” Neji muncul menghalau pasukan Negara
Hi yang hendak menyergap Sasuke dan Hinata.
“Terima kasih, Nii-sama!”
Sasuke jadi mengenal suaranya.
“Hyuuga Hinata?”
Hinata lalu menendang kepala pasukan
yang tiba-tiba datang di arah kirinya. Ia melihat ke arena eksekusi itu, yang
kini telah ramai dengan para pasukan Negara Hi dan shinobi Konohagakure yang saling gempur. Tangannya kembali
menggenggam tangan Sasuke.
Sementara itu di altar para Kage
berada.
“Apa maksudnya ini, Tsunade?” Mei Terumi mendelik pada
Hokage Kelima itu. Ia memasang wajah waswas. Ia kira eksekusi mati dari shinobi yang memiliki rekam jejak
kriminal sangat berat itu harusnya memiliki pengamanan yang tinggi. “Kau tidak sengaja
mengendurkan tingkat keamanannya, kan? Dan mengapa kalian jadi saling serang
begini?!”
Tsunade berdecak kesal. “Kau lari
saja dari sini, Mei. Ini urusan desaku dan Negara Hi.”
“Hah? Apa tujuanmu sebenarnya?! Lalu
bagaimana hukuman si Uchiha itu?”
“Aku yang akan menghukumnya nanti!
Kalau kau tidak ingin terlibat dalam hal yang merepotkan desamu, lebih baik kau
pergi dari sini!” Tsunade lalu menatap ketiga Kage tersisa. Oonoki, Gaara, dan
Raikage. “Kalian juga sebaiknya pergi dari sini!”
“Kau akan menyelamatkan Sasuke, Godaime?” Raikage tampak
tidak terima dengan keadaan ini. Di kepalan tangannya muncul cahaya kilat. “Aku
tidak akan membiarkan Uchiha sialan itu hidup karena ia telah menculik adikku
tersayangku! Adikku juga sekarang sudah mati!” Seluruh tubuh Raikage pun
diselimuti oleh petir.
Membuat Tsunade mundur dua langkah dari pijakannya.
“Raikage! Jangan bertindak gegabah!” Oonoki jadi pusing
sendiri melihat kedua Kage sedang memasang kuda-kuda untuk melakukan duel.
“Aku sebenarnya tidak mau memiliki masalah dengan kalian.
Jadi, kalian yang tidak mau memiliki masalah denganku segera pergi dari sini!”
“Kazekage!” Kankurou menyentuh bahu
adiknya itu.
Gaara bolak-balik melihat Raikage
dan Hokage dengan perasaan campur-aduk. Ia tampak berpikir apa yang harus ia
lakukan saat ini. Tapi ia akhirnya berani memutuskan. “Baiklah kita pergi dari
sini.” Ia lalu menatap Tsunade. “Sunagakure tidak mau terlibat dalam kekacauan
ini.” Ia dan Kankurou pun meninggalkan arena itu dengan cepat.
“Kita pulang saja Tsuchikage,”
pengawal Kage dari Iwagakure juga memberikan saran pada tuannya.
Oonoki mengembuskan napas sesaat. Ia
lalu mengangguk dan segera pergi dari sana bersama dengan anak buahnya.
Sementara itu Mizukage masih terdiam
di tempatnya. Ia sebenarnya ingin melerai Raikage dan Hokage yang akan
bertarung itu, tapi ia paham jika tidak pantas untuknya ikut campur dalam
urusan Negara Hi. Bisa jadi akibatnya ia malah menyeret Kirigakure terlibat
dalam masalah ini. Gigi atas dan bawahnya pun saling beradu hingga menimbulkan
suara. “Kita pergi dari sini, Choujurou!”
Tanpa berkomentar, Choujurou pun
pergi dari sana mengikuti tuannya.
Sementara itu di sudut lain di
lapangan itu, Ino tengah berusaha melepaskan tali yang mengikat tubuh Sakura
setelah ia berhasil membawa sahabatnya itu ke pinggir lapangan yang agak sepi. Kalau
ada yang menyerangnya di sana, Ino akan tetap siap siaga. Ia memotong tali itu
dengan kunai. “Aku akan mengobatimu dulu, Sakura.” Pandangan Ino berubah sendu
melihat keadaan Sakura yang mengenaskan. Di bagian kaki dan tangannya terdapat
banyak goresan luka yang memerah berpadu dengan biru. Namun tidak sampai di
situ, mata dan wajah Sakura juga memerah karena ia terlalu banyak menangis.
Mata sayu Sakura memandang ke
depannya yang ramai dengan para shinobi Konohagakure
dan pasukan Negara Hi yang saling serang. Bom-bom kertas meledak membuat
telinganya berdengung. Namun hal itu tidak membuatnya gentar. Ia mengedarkan
pandangan dengan liar ke seluruh lapangan. “Sasuke-kun di mana, Ino?!”
“Sudah ada tim yang akan
menyelamatkannya. Kau tenang saja, Sakura. Aku akan membawamu ke Sasuke-kun setelah aku mengobati lukamu.”
Sakura menutup matanya dengan kuat,
lalu ia membukanya lagi perlahan. “Tidak perlu, Ino. Aliran chakraku sudah normal.
Aku akan menyembuhkan diriku sendiri.” Ia pun menyatukan kedua tangannya dan membentuk
segel. Tubuh Sakura seketika dialiri cahaya berwarna hijau muda. Ia mengerang
kesakitan. Cih, padahal ini luka biasa!
Mengapa aku jadi mudah kesakitan begini?
Ino pun membiarkan Sakura berbuat
demikian. Ia sudah tidak bisa melihat lagi apa yang terjadi di lapangan sana
karena asap dan pasir bertebaran menghalangi pandangannya.
“Jadi, bagaimana rencananya kalian
akan menyelamatkan Sasuke-kun?” tanya
Sakura.
“Hinata akan membawa Sasuke ke
Menara Hokage dari jalur bawah tanah yang ada di sini. Memang jalannya cukup
memutar, namun yang harus dipikirkan pertama adalah Hinata dan Sasuke harus
bisa tiba di pintu masuknya yang berdekatan dengan ujung utara lapangan ini
dalam waktu 10 menit.”
Sakura lantas memperkirakan jarak di
mana ia berada dengan altar yang menjadi pijakan Sasuke saat ia akan dipenggal.
Matanya pun menajam. Amarahnya yang tertahan karena kepedihannya kini memuncak.
Ia akan membalas perlakuan orang-orang itu yang telah menyiksa Sasuke dan
dirinya. “Ayo, pergi, Ino.”
.
.
“Kaa-sama,
kapan kita sampai di Konoha? Jalan dimensi lain ini terasa begitu panjang,”
gerutu Naruto yang berada di belakang ibunya.
Kushina memalingkan wajahnya pada
Naruto sejenak. “Sebentar lagi. Maaf, kita memang tidak punya jalur lain. Kau
juga tidak bisa menggunakan jikuukan no
jutsu di dimensi ini. Kenapa kau jadi tidak tenang begitu? Apa kau
merasakan sesuatu?”
Naruto mengangguk perlahan. “Aku
merasa Sakura-chan sedang dalam
masalah besar.”
“Sakura-chan?” Kushina tidak tahu siapa pemiliki nama itu.
Mata Naruto yang menajam sejenak
berubah sendu. “Dia teman satu timku di Konoha. Dan dia sangat mencintai
Sasuke. Karena itu aku tidak akan membiarkan Sasuke dihukum mati.”
Kushina memandangi Naruto sampai
tidak berkedip dalam beberapa detik. “Kalau begitu kau memang harus
menyelamatkannya.” Maka dari itu kau
langsung ingin ke Konoha kan Naruto?
Satu hal yang Kushina sadari juga.
Anaknya itu dulu mencintai Sakura…. Ia
jadi berujar dalam hatinya. Wajar saja
perasaan cintanya pada gadis itu tidak lagi ada, aku tidak dapat merasakannya,
Naruto benar-benar berhasil membuang hawa nafsunya.
Kushina mencoba menerawang ke masa
lalu. Saat ia mengunjungi Naruto yang pada saat itu masih dirawat di rumah
sakit Konohagakure dan mengalami luka bakar parah di kakinya. Ia pun tersenyum
kecil. Tapi rasa cinta itu memiliki
kesempatan untuk kembali. Semoga saja kembali di waktu yang tepat. “Rin!
Kau sudah tahu di mana Sasuke di eksekusi?”
Rin terkesiap. “Dari yang aku lihat
di sebuah lapangan besar yang cukup dekat dengan pusat Negara Hi.”
“Arahkan pintu keluar langsung ke
sana, Rin.”
Rin mengangguk pasti. “Aku
mengerti.”
.
.
“Kau akan membiarkan Uchiha Sasuke
tetap hidup, Tsunade? Apa kau menyadari tindakan kejahatan apa saja yang telah
ia lakukan? Aku ingin keadilan!” Raikage lalu meninju altar itu hingga
luluh-lantak.
Tsunade lantas melompat ke udara
untuk menghindarinya. Tinju itu sedikit merepotkan karena dialiri listrik
dengan kekuatan ribuan volt. Ia tahu ia sendiri bisa mati seketika saat
tersengat listrik itu. Ia lalu berpijak pada tanah yang cukup jauh dari altar
yang telah hancur lebur itu. Kami
sama-sama tipe petarung jarak dekat, namun listrik bertegangan tinggi yang
dihasilkan tangannya lebih merepotkan dibandingkan listrik yang bisa kuhasilkan
untuk mengacaukan saraf motorik musuh. Aku harus mencari celah. Tsunade pun
berlari cepat menuju Raikage dan tiba-tiba berada tepat di atas pemimpin
Kumogakure itu. “Tsutenkyakuu!”
Raikage melakukan sunshin untuk menghindari tendangan
mematikan itu. Seketika ia sudah berada di tempat lain. Namun matanya tiba-tiba
membesar saat merasakan hawa bahaya dari belakangnya. “Sudah kubilang kau
harusnya pergi dari sini!”
Tsunade memberikan pukulan super
kuatnya di punggung Raikage sampai membuatnya terpental di tanah berkali-kali.
Ia pun tersenyum puas dengan kesuksesan serangannya.
Raikage mencoba bangkit, meski
tubuhnya tengah kesakitan luar biasa. Ia akhirnya bisa menegakkan tubuhnya,
namun ada gerakan aneh yang tidak masuk akal baginya. Ada apa ini? Aku mencoba menggerakan tangan kananku, kenapa malah
tangan kiri yang bergerak? Wajah Raikage menatap Tsunade dengan garang.
“Sialan kau, Tsunade! Apa yang kau lakukan padaku?!”
Tsunade menyeringai. “Kau tidak akan
bisa bertarung seperti biasa. Sebaiknya kau pergi dari sini karena aku tidak
ingin hubungan kita jadi runyam, Raikage!”
“Omong kosong! Salah satu shinobi-mu membuat masalah dengan
desaku. Kau memang sudah punya masalah runyam denganku! Berhenti pura-pura
tidak tahu!” Raikage lantas melenguh kencang dan kembali tersungkur ke tanah.
“Dengarkan kata-kataku! Kita
selesaikan masalah kita lain kali! Aku ingin menyelesaikan masalahku dulu!”
Mata Tsunade memicing. Ia lantas mengedarkan pandangannya ke sembarang arah,
namun percuma saja, lapangan itu sedang diselimuti pasir yang menyebar. “Apa
Hinata berhasil membawa Sasuke ke pintu bawah tanah bagian utara?” Ia lalu
kembali menatap sosok Raikage yang ia ingat tadi masih tersungkur di atas tanah
tak jauh darinya, namun Raikage sudah tidak lagi ada di sana.
Mata Tsunade pun membelalak. “Sial!
Byaku—!” Saat ia memandangi ke sisi kirinya sebuah kepalan tangan menghajarnya
di bagian wajah. Ia melenguh kencang dan terlempar beberapa ratus meter dari
tempat ia berpijak tadi. Posisi tubuhnya tengkurap menghadap tanah. Ia
memuntahkan darah yang memenuhi tenggorokannya. Mata nyalang Tsunade lalu
memperhatikan Raikage yang berada jauh di depan. Namun dalam sekejap Raikage
sudah berada satu meter darinya.
“Harusnya kau tahu aku tidak kalah
semudah itu, Tsunade,” ucap Raikage dengan pandangan meremehkan.
Tsunade lantas memanfaatkan celah
ini untuk menaikkan tubuhnya dengan satu tangan. Ia memutar tubuhnya dengan
cepat; hendak menendang kaki Raikage yang dekat dengannya.
“Lambat!” Raikage melakukan salto ke
belakang dua kali.
“Cih!” Tsunade berdiri dan meludahi
darahnya yang tersisa di mulut.
Mata Raikage semakin tajam menatap
Tsunade. Dahunya terangkat. “Hebat juga kau berhasil berdiri meski sudah
terkena pukulan pamungkasku.” Ia lantas memperhatikan wajah Hokage Kelima itu
yang terdapat dua garis memanjang yang menyatu dari dahi dan terpisah melewati
pipi kiri dan kanan. Kalau ia tidak
mengaktifkan jurus itu ia pasti sudah mati. Tapi…. Ia tersenyum kecil.
“Aku tidak menyangka kau juga
berhasil mematahkan jurus andalanku.” Tsunade agak syok melihat Raikage yang
bergerak seperti biasa.
“Heh, aku ini adalah Kage, Tsunade!
Kau tidak sepatutnya meremehkanku!” Seringai Raikage semakin melebar.
Tiba-tiba Tsunade melenguh kencang;
tubuhnya sekejap berlutut ke tanah. Ia memeluk tubuhnya sendiri yang terasa
ngilu dan mati rasa. Listrik berkekuatan tinggi tengah menyengat tubuhnya.
“Kalau kau tidak mau membunuh
Sasuke. Biar aku yang melakukannya!” Raikage pun beranjak secepat kilat dari
tempat itu dan tidak menghiraukan Tsunade yang terkapar di tanah.
“Tsunade-sama!” Sementara Kakashi dan Shikamaru berlari cepat menuju Tsunade.
Mereka melihat detik-detik terakhir kejadian naas itu, namun tidak mampu
mencegahnya.
Kakashi mendekat ke Tsunade dan kemudian memeriksa keadaan
tuannya. Ia tersentak. Tsunade sudah tak sadarkan diri dan ia merasakan nyawa
tuannya tengah berada di ujung tanduk. “Shikamaru! Tolong panggilkan ninja
medis!”
Shikamaru pun berlari kembali menuju
medan lapangan. Ia tahu siapa yang harus ia cari. Ia harus menemukannya secepat
mungkin.
.
.
“Hyaat!” Hinata memukul perut dua
pasukan Negara Hi yang kini terkapar di tanah. Ia melakukan hal itu dengan satu
tangannya. Sedangkan satu tangannya lagi tengah menggenggam tangan Sasuke.
Hinata lantas kembali fokus ke
wilayah sekitarnya. Ia menyadari Neji tertinggal jauh di belakang karena
melawan pasukan Negara Hi yang cukup banyak, namun ia juga sudah diperintahkan
untuk tidak menunggunya. Meski lapangan ini dipenuhi dengan debu bertebaran, dengan
byakugan-nya ia bisa melihat dengan
jelas pintu rahasia yang menuju ke jalan di bawah tanah.. Wajahnya seketika bersuka
cita ketika melihat sebuah lubang berjeruji yang terdapat di tembok batas arena
lapangan. “Pintunya sudah terlihat! Kita ke sana sekarang Sasuke-kun!”
“Kau akan membawaku ke mana,
Hinata?”
Hinata menggenggam tangan Sasuke
dengan lebih erat. “Ke tempat yang aman, Sasuke-kun. Kau tidak perlu khawatir—!”
BLARRR!
Tiba-tiba muncul sebuah ledakan yang
membuat tangan Hinata terlepas dari tangan Sasuke.
“Sasuke-kun!” teriak Hinata yang terlempar beberapa meter; menjauh dari
Sasuke.
Sedangkan Sasuke terpental di arah
yang sebaliknya. Ia begitu terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Jika ia
masih bisa melihat mungkin ia akan menyadarinya.
“Aku tidak akan membiarkanmu lari,
Uchiha sialan!”
“Hah?” Jantung Sasuke berpacu
kencang ketika mendengar suara penuh murka itu. Ia tidak tahu siapa pemiliki
suara tersebut, namun hawa kematian yang mengambang di sekelilingnya begitu
terasa sehingga membuat tubuhnya menggigil.
“Kembalikan! Kembalikan adikku yang
telah kau bunuh!” Raikage bersiap mengeluarkan jurus pamungkasnya. Tangannya
yang mengepal terarah pada dada Sasuke. Dari mulutnya keluar lenguhan yang
begitu memekakan telinga.
“Sasuke-kun!”
Yang Sasuke dapat dengar selanjutnya
adalah suara Hinata yang memanggilnya dan teriakan kesakitan yang begitu
merobek hatinya. Ia jadi tak berkutik saat merasakan tubuh seseorang
menindihnya. Sesaat dunia berhenti ketika kemudian cipratan darah menyembur ke
wajahnya; wajahnya pun jadi memerah. Bau anyir darah menusuk-nusuk hidungnya. Membuatnya
mual tak terkira. “A-apa yang kau lakukan, Hinata?!”
Hinata kembali memuntahkan darah.
Napasnya memburu. Ia sudah tidak bisa merasakan lagi tubuhnya karena saking
sakitnya. Matanya lantas tanpa sengaja melihat kalung berpendan aquamarine yang diberikannya pada Sasuke
dulu di leher keturunan terakhir Uchiha itu. Pendan itu pun lebih terang dari
yang biasanya. Karena tubuhnya yang remuk, ia tak mampu menahan posisi
kepalanya sendiri; dahinya bersinggungan dengan dahi Sasuke. Ia tersenyum kecil.
Dalam keadaan genting begini, ia jadi teringat pertemuan terakhirnya dengan
Naruto.
“Naruto-kun,
ini adalah kalung ibuku. Ini adalah jimat keberuntunganku. Aku percaya dia
selalu melindungiku dikala aku sedang dalam keadaan bahaya. Aku ingin kau
memakainya.”
Batu
biru laut aquamarine terlihat berkilauan di tangan Hinata. Naruto
memperhatikannya secara saksama. “Ano… Hinata. Sepertinya kalung itu sangat
berharga bagimu. Aku tidak ingin mengambilnya. Aku tak bisa memakainya.”
“Kumohon,
Naruto-kun. Tidak apa-apa. Aku ikhlas memberikannya padamu.”
“Bukannya
aku tak ingin menerimanya. Rasanya kalung itu tak pantas terkubur bersamaku.
Kalau itu memang kalung yang bisa menyelamatkan seseorang, aku berharap kalung
itu dapat menyelamatkan Sasuke.”
Hinata
tertegun. “U-untuk Sasuke-kun?
Dengan tersengal-sengal, Hinata
berujar. “Aku-aku sudah berjanji pada Naruto-kun, aku tidak akan membiarkanmu mati.”
Sasuke bisa merasakan napas Hinata
yang berembus tak beraturan di hidungnya. Ia jadi benci keadaannya yang lemah
begini. Seharusnya seorang Uchiha tidak perlu dilindugi. Setelah Itachi, kini
ia membuat orang lain dalam keadaan sekarat lagi. Gigi atas dan bawah Sasuke
saling beradu hingga mengeluarkan suara. “Harusnya kau membiarkan saja aku
dibunuh olehnya.”
Mata Hinata mengerjap. Pandangannya
mengabur. Ia sebenarnya ingin sekali tetap melindungi Sasuke, tapi sepertinya
ini adalah akhir dari hidupnya. Ia pun jadi bersedih. Dari kedua matanya keluar
buliran air. Ia menggeleng. “Aku tidak menyesal melakukannya.”
Sasuke lantas merasakan kepala
Hinata yang jatuh ke sisi kanan kepalanya. Tubuh pewaris Klan Hyuuga itu terasa
lebih berat. Padahal ia baru mengenal gadis ini beberapa bulan lalu, namun
tentu saja hatinya remuk karena Hinata tidak pantas menerima serangan itu.
Harusnya yang berada dalam keadaan mengenaskan itu adalah dirinya, bukan
Hinata. Tangan Sasuke refleks melingkar di tubuh Hinata. Ia pun merengkuh gadis
itu dengan erat di pelukannya.
“Heh, kau punya banyak penggemar
juga ya, Uchiha sialan!” Raikage mulai geram. Ia pun mulai mengaktifkan ration di kepalan tangannya. Ia tidak
peduli. Ia akan membunuh Sasuke dan gadis yang menjadi penghalang itu. “Mati
kau, Uchiha!”
“Tidak akan kubiarkan!”
DUAG!
Belum sempat Raikage meninju Sasuke,
ia malah diserang mendadak oleh orang lain sehingga membuat tubuhnya terlempar
ke tembok yang sangat jauh di depannya dan membuat tembok itu berserakan ke
tanah.
Sakura lantas dengan cepat
menghampiri Sasuke. “Sasuke-kun.”
Mata hijaunya membesar saat melihat pemandangan mengerikan yang berada di depannya.
“Hi-hinata?!” Ia langsung memindahkan tubuh Hinata ke samping Sasuke dan mengeluarkan
shousen no jutsu.
“Sakura!”
“Ino! Bantu aku mengobati Sasuke-kun. Tolong periksa matanya!”
Ino segera duduk di dekat Sasuke. Ia
juga mengeluarkan shousen no jutsu.
Namun ia tiba-tiba merasakan hawa bengis mengepungnya. Membuat bulu kuduknya
berdiri. Matanya membelalak hingga nyaris keluar dari rongganya.
Sakura yang merasakannya juga lekas
berdiri dan mengaktifkan byakugou.
“Jangan ganggu kami!” Ia melayangkan tinju ke arah datangnya Raikage yang
mengarahkan tinju juga padanya. Kepalan mereka pun saling beradu sampai
menimbulkan suara ibarat ledakan bom. Keduanya terlempar berlawanan arah akibat
dahsyatnya kekuatan pukulan masing-masing.
Raikage tersungkur ke tanah dan
memuntahkan darah segar.
Sedangkan Sakura juga terkapar di
tempatnya. Mulutnya mengeluarkan teriakan nyaring akibat listrik yang
menggerogoti tubuhnya.
.
.
Madara berdiri di atas pohon tinggi
yang tidak jauh dari dinding pembatas lapangan eksekusi Sasuke. Ia tertawa
hingga kepalanya terdorong ke belakang.
Pemandangan di depannya sangat indah. Padahal tadi ia hanya membunuh
satu pasukan saja, namun akibatnya bisa sampai seperti ini. “Saling bunuhlah
kalian! Sehingga saat aku menyerang Konoha nanti aku tidak perlu repot-repot
berhadapan dengan kalian semua!”
Wajahnya kemudian bergerak mengitari
arena itu. “Sasuke malah merusak sharingan-nya
sendiri. Dia bukanlah Uchiha sejati. Semoga saja di sini dia mati sehingga aku
tidak mengeluarkan keringat untuk membunuhnya nanti!” Ia pun segera angkat kaki
dari sana sebelum jejaknya diketahui oleh para shinobi di Konoha.
.
.
“Ugh! Mereka makin banyak saja! Aku
ingin sekali menghabisi mereka!” keluh Anko dengan geram, di belakangnya ada
Shizune yang memasang mata ke area sekelilingnya. Punggung kedua kunoichi itu saling bersinggungan. Mereka dikepung oleh pasukan Negara Hi
yang masing-masing memegang tameng dan pedang runcing.
“Kita tidak diperintahkan untuk
membunuh mereka, Anko. Jangan gegabah!” omel Shizune. Kemudian matanya
menangkap para pasukan Negara Hi yang berlarian ke arah mereka. “Bersiaplah!”
Namun belum
sempat Anko dan Shizune melakukan perlawanan, tangan-tangan para pasukan Negara
Hi tertusuk bayangan hitam ujungnya sangat runcing. Tameng dan pedang yang
mereka genggam pun tanggal dari tangannya. Mulut-mulut para pasukan itu
mengeluarkan teriakan yang melengking.
“Shizune-san!” Shikamaru berlari ke arah Shizune. “Tsunade-sama membutuhkan pertolonganmu!”
Mata hitam Shizune mendelik. “Ada
apa dengan Tsunade-sama?!”
“Ikuti aku!” hanya itu yang Shimaru
dapat utarakan padanya.
.
.
“Sakura!” Ino berdiri ketika melihat
keadaan Sakura yang mengkhawatirkan. Dirinya pun diterkam ketakutan saat
menyadari Sakura yang tak mampu bangkit kembali dari serangan itu. Ia nyaris
berlari ke arah Sakura. Namun pandangannya kembali tertuju pada Hinata yang
sudah tidak sadarkan diri sedari tadi.
“Huh, aku memuntahkan darah yang
cukup banyak. Kunoichi sialan itu
punya kekuatan nyaris seperti Tsunade, bahkan sama lemahnya!” Raikage terbahak-bahak melihat Sakura yang terlihat
tak mampu berdiri. “Kali ini Uchiha sialan itu tidak akan lolos. Kalian semua
akan kubunuh!”
Namun, yang tidak Raikage percaya,
perlahan Sakura berdiri meski hal itu ia lakukan dengan susah-payah. “Ino!
Tolong sembuhkan Hinata!” serunya dengan suara yang begitu jernih. Ia menatap
nyalang Raikage. “Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Sasuke-kun!”
Ino hanya mampu mengangguk; lekas
menuruti perintah Sakura. Ia kemuian duduk di samping Hinata. Jaket chuunin yang Hinata gunakan dibukanya
dengan cekatan.
Sementara itu Sasuke ikut bangkit
dari rebahannya; tangannya menggerayangi tanah dan berhenti di lengan Hinata.
“Ino?”
“Ya, Sasuke-kun.”
Mendengar suara kunoichi yang dikenalnya itu, Sasuke pun merasa sedikit lega.
“Bagaimana keadaan Hinata?”
Dahi Ino mengerut. Ia tidak tega
menyampaikannya, namun ia lebih tidak tega lagi berbohong pada Sasuke. “Aku
baru mendeteksi ada kerusakan di lambungnya, Sasuke-kun. Tapi kemungkinan ada beberapa tulang Hinata yang patah. Bisa
jadi di tulang belakangnya.”
Sasuke mempererat genggamannya di
tangan Hinata. Meski ia tidak melihatnya, ia bisa tahu betul gadis itu sedang
meregang nyawa. Harusnya ia tidak perlu
melindungiku!.
Sementara itu Sakura belum mau menyerah, dengan sempoyongan ia
berlari ke arah Raikage dan siap melayangkan tinjunya. Namun dengan mudah
Raikage menghindari pukulan itu dan menendang perut Sakura dengan lututnya.
Sakura pun mundur selangkah dan terbatuk-batuk.
“Kau ingin menyerangku dengan keadaan konyol begitu?! Yang
benar saja!” Raikage langsung mengarahkan kakinya pada Sakura.
Sakura masih bisa melihat serangan itu. Ia menggunakan
tangannya mencengkram kaki Raikage dengan erat.
Kemurkaan Raikage pun memuncak. Karena terdapat celah, ia
menepis tangan Sakura yang menggenggam kakinya. Tangan satunya lalu mencengkram
kerah baju Sakura dan membanting tubuh gadis itu di arah berlawanan. Tidak
berhenti di situ, saat Sakura sudah tersungkur ke tanah pun ia masih sempat
melayangkan tinjunya ke bawah, namun sebelum hal itu terjadi Sakura memutar
tubuhnya sehingga serangan itu meleset. Raikage lalu merasakan kakinya menjadi
panas, ternyata di sana sudah tertempel bom kertas. Ia pun melakukan lompatan sejauh
mungkin untuk melepaskan bom kertas itu dari kakinya.
Sakura tersenyum kecil. Ia masih tengkurap
di atas tanah. Namun senyuman di bibirnya lenyap ketika menyadari Raikage dapat
selamat dari jebakannya itu. Bisa ia lihat rupa sangar yang menatapnya jauh di
depan sana. “Heh. Memang berbahaya melawan seorang shinobi setingkat Kage sepertimu.” Sakura pun berusaha untuk
berdiri, namun ia hanya mampu berlutut. “Aku tidak akan menyerah! Walau aku
mati aku akan menyelamatkan teman-temanku!”
Mata pemimpin Kumogakure itu pun semakin menajam. Ia paling
tidak suka dengan orang yang sok kuat seperti Sakura, padahal sudah tidak punya
kemampuan untuk bertempur, namun masih ngotot ingin bertarung. “Kalau begitu aku
akan benar-benar membunuhmu sekarang! Graaaa!”
Ino memalingkan wajahnya ke arah
teriakan membahana itu. Matanya melebar. Tangannya yang mengeluarkan shousen no jutsu pun menjadi kaku. Tiba-tiba ia berdiri dari pijakannya. “Sakura!” Bisa
dilihatnya dengan jelas pemandangan mengerikan itu. Raikage sudah berdiri di
depan Sakura dan siap meninju Sakura kembali. Ia pun membentuk segel tangan dan
hendak mengeluarkan shiraishin no jutsu,
namun hal itu juga terlambat ia lakukan karena Raikage telah mengeluarkan
senjata pamungkasnya.
Seketika Ino dikejutkan dengan angin
besar yang menyelimuti lapangan itu hingga menerbangkan pasir-pasir di
sekitarnya. Pandangannya pun memburam. Perasaan khawatirnya memuncak karena ia
jadi tidak bisa melihat Sakura. Air mata pun menjeram di kedua pipinya.
“Sakura!” Ia hendak berlari ke arah sahabatnya itu. Namun saat posisi Sakura
kembali terlihat, ia jadi mematung di tempat. Tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya.
“Ino! Apa yang terjadi?! Angin dari
mana ini?!” Sasuke jadi ikut panik. Namun Ino tidak menggubrisnya karena saking
khawatir terhadap keadaan Sakura.
“Kurang ajar! Siapa lagi yang
menggangguku!” geraman Raikage terdengar memenuhi lapangan. Ia merasakan sebuah
tangan mencengkram kepalan tangannya dengan kuat.
“Oi, oi, Pak Tua. Apa kau tahu
peraturan lelaki tidak sepantasnya memukul seorang wanita?”
“Ka-kau?!” Wajah itu tampak tidak
asing bagi Raikage meski dia menggunakan penutup di mulutnya.
“Lama tak jumpa ya, Raikage. Kaze no genkotsu![1]”
Raikage menyilangkan tangan di depan
wajahnya untuk menghindari serangan dadakan tersebut. Ia mundur beberapa meter
menjauhi sosok yang tiba-tiba muncul entah dari mana itu. Tinju yang berisi
kekuatan angin tersebut merobek-robek kulit lengannya. “Kurang ajar!”
Bagi Sakura saat itu waktu seperti
berhenti berputar. Matanya nyaris keluar dari rongga. Suara itu tidak asing
baginya. Apalagi warna rambut kuning yang membiaskan cahaya mentari di atasnya.
Tubuhnya tergegar-gegar karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Jangan menghalangiku!” Raikage menggunakan
sunshin no jutsu menuju ke arah
Naruto. Tangannya pun mengeluarkan raiton
yang lebih besar.
“Oops! Dia mulai ngamuk!” Naruto
dengan cepat membalikkan badan dan menggendong Sakura ala pengantin. “Sakura-chan!”
Saat itu biru dan hijau saling
bertemu. Naruto tersenyum dari balik penutup mulutnya. “Lama tak jumpa, Sakura-chan!” serunya penuh semangat. Namun
Sakura hanya mampu menatapnya dengan mata membesar. Ia tidak memusingkan wajah
kaku Sakura yang melihatnya seperti mayat yang baru bangkit dari kuburnya. Ada
hal lain yang harus diurusnya terlebih dahulu.
Salah satu bunshin yang
telah dibuat Naruto pun mengambil alih petarungan. Tangan kanannya mengeluarkan
rasenshuriken dan ia terbang menuju
ke Raikage.
BOOM!
Ledakan kuat pun terjadi di tempat itu hingga membuat semua
orang yang ada di sana terdiam sesaat. Melihat ke direksi di mana ledakan
dahsyat itu terjadi.
Kakashi dan Shikamaru yang sedang melihat Shizune mengobati Tsunade
pun melihat direksi sumber suara membahana itu. Pemandangan di depan mereka tersebut
tidaklah asing. Langit di atas mereka kini jadi membiru dan angin segar berembus
kencang di sekitar lapangan.
“Ka-kakashi-sensei…,”
lirih Shikamaru yang tampak begitu syok.
Kakashi mengangguk perlahan. Matanya ikut membesar seperti
Shikamaru. “Yang bisa jutsu itu cuma
dia seorang.”
Di sisi lain, Kushina berdiri berdekatan dengan Hinata dan
Sasuke. Ia memandangi langit yang tiba-tiba diselimuti debu dan warna biru yang
begitu menyilaukan.
“Kaa-sama! Tolong
jaga Sakura-chan!” Naruto menaruh
Sakura di dekat ibunya dan ia langsung beranjak dari sana; ingin menolong shinobi Konoha lain yang tengah dalam
bahaya.
“Dasar, Naruto. Ia jadi pamer begitu,” ujarnya tertawa
kecil. Ia lalu berjongkok; menatap Hinata dengan paras miris. “Rin! Di sini ada
yang terluka!” Matanya beralih pada Sakura. Jadi
ini yang namanya Sakura. Alisnya naik sebelah. Sepertinya wajah itu tidak asing ya. “Ada dua kunoichi!” serunya lagi.
Sakura hanya mampu menengok ke direksi di mana Naruto
menghilang. Matanya seketika berembun, namun masih membuka dengan lebar. Tadi
ia tidak salah mendengar namanya disebut, kan? Ini bukan mimpi, kan? Matanya yang membesar itu lantas
beralih pada Kushina. Ia menatap wanita cantik itu dengan bingung. Siapa dia? Mengapa aku merasa tidak asing
ketika melihatnya?
Rin langsung berlutut di dekat
Hinata dan mengeluarkan jurus pengobatannya.
“Kalian siapa?” Ino menatap kedua
wanita yang baginya asing itu dengan penuh tanda tanya saat kembali ke tempat
itu. Matanya sejenak beralih pada Sakura. “Sakura….”
Sakura hanya terdiam dan masih
memandangi tempat yang sama. Ia memang menyadari, namun sepertinya Ino belum
menyadarinya. “Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri, Ino. Kau obati Sasuke-kun saja.”
Kushina lantas menyunggingkan
senyuman lebar pada Ino. “Tenang saja, kami berniat membantu Konoha.” Pandangan
Kushina berpindah pada Sasuke. “Kau Uchiha Sasuke?”
Sasuke mendongak ke pemilik suara
asing itu. “Kau siapa?”
Kushina tidak langsung menjawabnya.
“Syukurlah kau masih hidup. Tapi matamu….” Dahinya pun mengerut.
Ino terlihat linglung. Ia membiarkan
wanita asing berambut cokelat mengobati Hinata, sementara ia berlutut di
samping Sasuke. “Aku ingin memeriksa matamu Sasuke-kun.” Tanpa Sasuke iya-kan, Ino pun membawa tangannya ke kelopak
mata Sasuke. Namun seketika tubuhnya menegang saat menyadari mereka kini telah
dikelilingi puluhan pasukan Negara Hi. Kenapa
masih ada saja yang mengganggu?!
“Nee-sama!”
teriak Rin yang kesal. Ia tidak boleh menghentikan pengobatannya itu karena
bisa berakibat fatal pada Hinata.
“Serahkan padaku,” jawab Kushina
tenang. Mata tajamnya menatap ke sekeliling pasukan Negara Hi yang mengitari
mereka. Para pasukan itu mengangkat pedang tinggi-tinggi dan berlari menuju
Kushina dan yang lainnya. Namun baru saja Kushina berdiri, para pasukan itu
terpaku di tempatnya.
Pedang-pedang di tangan mereka
terlepas dari genggaman, mereka menyentuh lehernya sendiri yang terasa dicekik.
Mereka mengalami sesak yang luar biasa. Satu per satu dari mereka pun lunglai
ke tanah.
Ino dan Sakura yang melihatnya
sampai bergidik ngeri.
“Apa yang wanita itu lakukan? Aku
tidak melihatnya mengeluarkan jurus apapun,” lirih Sakura yang kagum, namun
ketakutan juga.
.
.
“Raikage-sama!” Darui melenguh kencang saat menemukan tuannya terluka parah.
Seluruh tubuhnya terdapat banyak sayatan. Beberapa sayatan itu juga mengeluarkan
darah pekat. “Sialan! Siapa yang berani membuat Anda jadi seperti ini?!”
Karui berdiri di sampingnya.
Wajahnya memahat ekspresi cemas. “Darui, kita pergi saja dari sini! Kembali ke
Kumogakure!”
“Tapi—”
“Tidak ada gunanya kita terlibat di
perang bodoh ini! Ayo!”
Darui pun tidak mendebatnya lagi dan
membopong Raikage di punggungnya. Mereka berdua melesat dengan cepat
meninggalkan arena itu.
.
.
Naruto menahan tangan pasukan Negara
Hi yang menghunuskan pedang padanya. Ia lalu memelintir telapak tangan pasukan
itu hingga pasukan tersebut berteriak kesakitan. Tubuh pasukan itu pun
dibantingnya ke tanah. Mata birunya lantas memeriksa seluruh arena lapangan
yang masih kacau itu. Di depannya shinobi
Konohagakure dan pasukan Negara Hi saling serang dengan membabi-buta.
Naruto malah geleng-geleng kepala. “Kalian tampak semangat sekali. Tapi sampai
di sini saja ya.”
Naruto pun membuat segel tangan
monyet dan tikus. Telapak tangannya ia taruh di atas tanah. Lalu dari tanah
melesat air tinggi yang langsung membeku; membentuk tembok es dengan pola
gelombang dan melerai pasukan Negara Hi dan shinobi
Konohagakure. Batu-batu tinggi itu terus bermunculan dan mengejutkan semua
orang yang ada di sana.
“Apa ini?!”
“Siapa yang mengeluarkan jurus ini?!
Shinobi Kirigakure?!”
“Aku shinobi Konogakure kok,” jawab Naruto enteng. Ia lantas menjadi
pusat perhatian orang-orang itu. “Baiklah! Bermainnya sudah selesai ya! Kalian
pulanglah sekarang!” perintahnya sembari menujukkan jari ke arah depan.
“Siapa kau?!”
“Orang dari luar tidak perlu ikut
campur masalah ini!”
Kedua alis Naruto terangkat. Ia jadi
kesal karena tidak ada yang mau mendengarkannya. Malah ada yang hendak saling
serang lagi dengan memukul tembok es yang dibuatnya. Ia pun menghentakan satu
kakinya ke tanah dan satu per satu pasukan Negara Hi dan shinobi Konohagakure terpelanting ke bawah.
“Apa ini? Seperti ada angin dari
tanah yang mengisap kita!”
“Angin dari mana?! Ini gravitasi
bumi yang sangat kuat!”
“Mustahil dari tanah ada angin
seperti ini!”
Naruto lantas menyilangkan tangan di depan
dadanya. Ia memasang wajah mengkal. “Kalau ada yang mau tahu siapa aku, akan
kuberitahu!” Kemudian ia membuka penutup di mulutnya. “Aku Uzumaki Naruto!”
Teriakan nyaring itu menyambangi
telinga seluruh penghuni lapangan naas itu. Mata-mata itu pun mengalihkan
pandangannya pada Naruto. Seketika lapangan itu hening seperti di kuburan….
Semua rekan Naruto menatap ke arah
sumber suara dengan pandangan tak percaya. Terutama Sakura dan Sasuke.
….
….
….
“Naruto?”
Bersambung….
Wrote by PrettyAngelia
Baca HAE-WON'S LOVE CAMERA yuk!
My Prophet said ...
Search This Blog
Kamu Pengunjung Ke
Quotes of the day
Blogwalking
Blog Roll
Profil
Followers
Blog Archive
-
▼
2015
(44)
-
▼
June
(12)
- Love Will Find The Way
- Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapter 14: Kembali
- Ichi Go Ichi E (Full of Friendship): Bab 2 Lucitan...
- Quotes of The Day
- [PREVIEW] Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapte...
- Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapter 13: Pert...
- [PREVIEW] Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapte...
- [Review Film] Langit Ke 7
- Speechless
- [Review Film] Confessions (Japan Movie)
- [Review Film] My Neighbor Totoro
- [Review Film] CHAPPIE
-
▼
June
(12)