Prolog AsterAlina (Bintang dan Cahayanya)


Prolog
            Semua di sini serba hijau sehijau permata zamrud yang diterawangi sinar mentari.
            Duduk di atas batang beringin raksasa yang terbaring di tanah. Menghirup udara panorama alam yang hanya bisa dinikmati di pinggir desa, di kota mana ada pohon-pohon sebesar dinosaurus seperti ini.
            Hijau … sunyi … damai ….
            “Ah, indahnya gue selalu suka sama hutan, lo selalu tahu apa selera gue, Yov. Gue pasti bakal merindukan masa-masa ini—sama lo.
            Dia seorang cewek, menunggu jawaban dari sang cowok, namun hanya diam yang didapatkan. Padahal tanggapan verbal yang sangat dibutuhkannya, bukannya kehampaan seperti ini.
            “Ada apa, Yov? Apa lo kedinginan?” cewek itu menawarkan kehangatan serupa jaket. Tapi tetap tak diindahkan oleh si cowok. Seketika si cewek menangkap sinyal aneh dari gerak-gerik sosok yang duduk di sebelahnya itu..., “A-apa yang sedang lo pikirkan?”
            “Alin, rasa-rasanya kita cukup sampai di sini saja,” ujar Yovie kemudian.
            Mata Alin pun melebar jadi nyaris sebesar telur ayam kampung. “E-eh?” ia terdiam dalam waktu satu menit. “Hahaha, bercandaan lo memang oke punya, Yop. Sebenarnya lo mau memberikan gue kejutan, kan? Ayolah, yang kayak gini sih sudah ketinggalan zaman!” seru cewek itu cekikikan. Tetap berusaha memikirkan segala kemungkinan, meski tampang si cowok lebih serius dibanding dengan potret Hitler sekali pun.
            “Gue sungguh-sungguh, Lin.”
            “Eh?”
Lo pernah bilang kalau lo sangat menjunjung tinggi kejujuran, kan? Walaupun itu bakal menyakitkan. Maafkan gue, Lin. Gue hanya nggak mau menyembunyikan ketidaknyamanan ini,” ujar cowok tampan itu, ia memandangi hamparan hijau yang mengambang di depan dirinya. Enggan menatap Alin yang hatinya mulai kusut.
Tak ada jawaban dari si cewek ia pun melanjutkan kalimatnya yang sempat terputus. Dengan tergagap ia berujar, “Le-lebih baik kita putus, Lin karena gue nggak bisa menerima kenyataan kalau cewek gue ini memiliki adik…”
Dan segalanya menjadi kelam sejak saat itu….

Share:

0 komentar