Halo, Semua, aku mau kenalin cewek yang bernama
Erlina. Erlina sehari-harinya bekerja di sebuah production house yang
beralamat di Jalan Panjang, Jakarta Barat. Setiap hari Erlina lebih sering
menghabiskan waktu di kantornya. Dia dari luar kelihatannya kayak cewek tomboy
biasa. Lebih sering menggunakan baju polos, dan sepatu sneakers.
Tapi
dia ini aslinya cerewet banget. Apalagi pas lihat ada yang buang sampah
sembarangan, langsung merepet panjang sampai akhirnya berantem sama si pembuang
sampah sembarangan. Aneh ya kebanyakan orang yang salah, ditegur dikit malah
marah-marah.
Erlina
selalu bilang buang sampah pada tempatnya itu banyak manfaatnya. Kenapa dia
bilang manfaat buang sampah pada tempatnya, bukan kerugian buang sampah sampah
sembarangan? Karena ia ingin menebar pikiran positif pada orang-orang, daripada
kesannya menyalahkan.
Nih,
manfaat buang sampah pada tempatnya.
1. Yang pertama itu menciptakan keindahan
Ada nggak sih yang bilang sampah-sampah berserakan
di jalan itu adalah sebuah keindahan? Nggak ada, kan? Yang ada setiap lihat
sampah-sampah itu merasa jijik, mual, bahkan bisa aja pusing, dan bawaannya
jadi bete. Kalau nggak ada sampah kan lingkungan sekitar kita jadi indah, kita
juga senang melihatnya.
2. Menghargai alam
Alam bisa menjaga dirinya sendiri, tapi itu nggak
ada artinya jika manusia nggak ikut menghargai alam dengan cara menjaganya.
Salah satu cara yang simpel menghargai alam adalah buang sampah pada tempatnya.
3. Mencegah banjir
Jakarta itu langganan banjir, dan salah satu
penyebabnya adalah buang sampah sembarangan. Ada sekitar 10 juta lebih orang
yang ada di Jakarta, jika 10 juta orang itu buang sampah pada tempatnya, banjir
pun datang bakal mikir-mikir lagi deh.
Erlina
kemudian pulang ke rumah dengan perasaan kecewa karena masih banyak orang yang
sering buang sampah sembarangan. Hujan deras, dan ia membuka payungnya
perlahan. Karena nggak ada kerjaan lagi, ia memutuskan pulang ke indekos. Tiba
di kosan ternyata hujannya lebih besar dan disertai petir. Erlina jadi
bersyukur memutuskan langsung pulang ke kosan.
Namun,
Erlina cukup kaget pas melihat di berita
Bendungan Katulampa udah siaga satu saja. Yah, besok banjir lagi deh. Tiga tahun
bekerja di sana, Erlina sudah terbiasa dengan hal ini. Erlina pun menyiapkan
tas persiapan bencana. Di dalam tas itu ia memasukkan benda-benda penting
seperti ijazah, buku tabungan, senter, alat P3K, camilan yang banyak, buku,
tali, baju bersih tiga potong, tisu, air minum, dan perlengkapan mandi.
Lho,
lho? Ngapain Erlina menyiapkan tas persiapan bencana? Memangnya bakal ada
bencana? Erlina juga nggak tahu apakah bencana datang atau nggak, hanya ia
melakukan persiapan karena siapa tahu bencana itu benar-benar datang. Persiapan
penting dilakukan daripada, nggak mempersiapkan sama sekali.
Erlina
pun kasih informasi di grup WhatsApp kantornya akan lebih baik kalau semua
mempersiapkan tas persiapan bencana.
Respons
teman-temannya beragam, ada yang memberikan ucapan terima kasih sama Erlina
karena sudah mengingatkan, tapi nggak sedikit juga yang menertawainya.
Duh, tas persiapan bencana itu buat bencana
gempa bumi kalik! Banjir di sini nggak ada apa-apanya.
Untuk
yang ini Erlina menyayangkan ada orang yang masih menganggap remeh bencana apa
pun itu. Bencana alam itu yang jelas lebih galak dari bos yang mengancammu
memberikan SP 1!
.
.
Erlina
bangun pagi-pagi diantar Bang Ojek untuk pergi ke kantor.
Bang
Ojek mmperhatikan tas travel yang Erlina bawa. Pasalnya tas itu tingginya hampir
setengah tinggi badan Erlina.
“Mau
naik gunung, Mbak?”
“Mau
ke kantor.”
“Lho?
Tasnya yang dibawa gede banget. Mau nginep di kantor?”
“Mungkin.”
Bang
Ojek tambah bingung, tapi dia kaget pas lihat jalan di depannya dipenuhi dengan
air. Banjir sudah datang, Gais!
“Wah,
Mbak. Saya kayaknya cuma bisa antar sampai di sini. Mbak yakin mau ngantor?”
“Iya,
nggak apa-apa. Nanti ada mobil boks dari kantor yang jemput.”
Akhirnya
mobil boks itu datang mengangkut para karyawan yang bekerja di kantor yang sama
dengan Erlina. Sama seperti Bang Ojek tadi, banyak yang nanyain ke Erlina
ngapain bawa tas segede-gede gaban. Erlina lalu menjelaskan bahwa ia membawa
tas persiapan bencana. Ia menjelaskan isinya ada apa saja. Lalu bagaimana
tanggapan teman-temannya? Sepertinya biasa, nggak perlu dijelaskan
Erlina
sih diam saja karena merasa sudah melakukan hal yang benar. Ketika tiba di
kantor, ia memilih naik ke ruang kerjanya di lantai 7 menggunakan tangga
darurat. Ada lift kok, tapi ia memilih tangga darurat karena harus ada yang ia
pastikan. Erlina naik melalui tangga darurat dengan pelan-pelan. Ketika capek
melanda, ia berhenti sebentar, lalu kembali melanjutkan jalannya. Di lantai 3,
pintu tangga daruratnya di kunci. Ia pun turun ke lantai 2 dan menemukan ada Mas
OB yang lagi nyapu lantai.
“Bang,
nanti tolong bukain semua pintu tangga darurat. Pintunya jangan dikunci. Kalau
ada apa-apa, orang-orang nanti semua dievakuasi lewat sini.”
Mas
OB bingung. “Memangnya bakal ada apa-apa ya, Mbak?”
“Bukannya
begitu, tapi harusnya pintu darurat jangan dikunci. Soalnya ini pintu penting.”
Mas
OB pun mengangguk setuju dan nanti memanggil teman-temannya untuk membuka pintu
tangga darurat yang masih dikunci.
.
.
Nah,
sekarang Erlina sudah sampai di ruang kerjanya. Ada yang ngakak karena dia bawa
tas segeda gaban, ada yang biasa saja. Erlina nggak terlalu peduli, ia mau
lanjut kerja. Banyak naskah yang harus diedit. Sudah saatnya fokus ke
pekerjaan. Namun, di jam menjelang makan siang. Kantor mulai ada keributan.
“Gila!
Ada banjir bandang! Airnya udah masuk ke lantai 1. Kita diminta ke aula yang ada
di lantai 10. Cepetan!”
Erlina
melihat teman-temannya panik. Ia pun menyimpan pekerjaannya dulu, lalu
mengambil tas persiapan bencananya sebelum bergabung dengan teman-temannya di lantai
10.
Di
aula semua orang yang bekerja di kantor Erlina berkumpul. Mereka semua
bercakap-cakap di tengah kepanikan yang sedang melanda. Erlina mendengarkan
ucapan mereka baik-baik.
“Deg-degan
banget gue tadi lari di tangga darurat,
udah kayak antrian lagi dikejar zombie. Lift-nya mati total sih.”
“Tapi
untung ya pintu tangga darurat nggak dikunci. Kemarin gue lewat di lantai 3 dikunci,
jadi balik lagi ke lantai bawah”
Erlina
tersenyum kecil karena bersyukur Mas OB melakukan apa yang ia mintai tolong.
“Duh,
gue laper, nggak sempat sarapan tadi. Nggak ada makanan ya?”
Erlina
pun memberikan camilannya pada temannya yang kelaparan itu.
“Lo
kayaknya udah persiapan banget, Lin. Udah kayak peramal aja.”
“Masih
wajar kok. Di sini kan memang sering banget banjir pas musim hujan. Lima tahun
lalu pernah banjir 3 meter. ”
“Oh
ya? Gue nggak tahu. Gue kan bukan orang sini.”
“Gue
juga bukan orang sini kok, tapi penting tahu seluk-beluk tempat tinggal di luar
kampung halaman lo. Lo harus tahu sejarah bencana alam apa aja yang berada di
tempat perantauan lo biar bisa langsung cepat tanggap pas udah keliatan ada
tanda-tandanya bakal terjadi bencana.”
“Gue
nggak kepikiran sampai sana sih. Gue mikirnya di sini gue kerja dan dapat uang
aja.”
Erlina
kemudian melihat ke teman-temannya yang lain. Mereka tampak panik. Ada yang
panik karena kemungkinan kosnya juga ikut terendam air, dan banyak dokumen
penting di sana, ada yang mencoba mengabari sanak keluarga, tapi sedih karena nggak
ada sinyal, ada yang menangis karena tadi sempat melihat detik-detik air
memasuki ruang kerjanya.
Erlina
tiba-tiba saja merasa miris, budaya sadar bencana ini masih sangat minim. Erlina
sedih karena banyak orang yang belum tahu betul arti dari budaya sadar bencana.
Atau sudah diberi tahu pun malah mengelak. Semoga saja akan banyak hadir Erlina
berikutnya yang cepat tanggap dalam menghadapi bencana. Karena untuk memahami
budaya sadar bencana itu sebenarnya bukanlah hal yang rumit, nggak kayak
rumitnya ngertiin perasaan kamu.
Wrote by PrettyAngelia