Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto
© Masashi Kishimoto
The
Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning:
Sequel from ‘HEART’. Setting
Canon. Semi-Crossover with The Lord of The Rings. Romance/Adventure. A
bit Fantasy. OOC
PAIRING:
Naru/Saku, Mina/Kushi, Sasu/Hina,
Shika/Ino, Kaka/Kure
.
Chapter 19
Sasuke’s Rage
.
.
Kaki
Sasuke berpijak pada lantai kayu. Kepalanya sedikit pusing karena perpindahan
cepat yang ia lakukan. Ia menyadari ada beberapa orang di sana setelah
mendengar lenguhan kaget. Rupanya Sasuke tengah berada di dapur. Matanya
memandang mereka nyalang.
Tapi
Sasuke tidak peduli. Ia mengikuti intuisinya dan segera berlari dari sana. Ia
kemudian diserang dari arah samping. Ia diserang dengan jurus andalan Klan Hyuuga
dan tidak mampu menahan hingga menghantam dinding kayu yang akhirnya rusak
total.
“Kau
tidak pantas masuk ke sini!”
Sasuke
bangkit secepatnya. Ia benar-benar marah. Tangannya lalu mencabut pedangnya.
Sementara itu anggota Klan Hyuuga lain tiba di sana. Tapi Sasuke tidak gentar.
Ia tidak peduli berapa orang yang mencegatnya, ia tetap akan menyelamatkan
Hinata dari sini.
“Aku
tidak punya banyak waktu dengan kalian!” Sasuke lalu menggoreskan pedangnya ke
lantai berkayu hingga kayu tersebut mengeluarkan api. Apinya segera membesar
dan menyebar ke masing-masing anggota Klan Hyuuga yang melawannya.
Mereka
menghindar dengan melompat, tapi ternyata api itu seketika padam. Pada saat
mereka melihat ke bawah, kepulan asap hitam langsung menguar; menusuk ke mata
dan hidung mereka.
Sasuke
langsung pergi dari sana meski teriakan-teriakan kesakitan menggema di
belakangnya. Ia lalu berhenti di sebuah ruangan kosong yang cukup luas. Ia
melihat ke seluruh area. Namun ia merasakan ada yang aneh di bawah karena itu
matanya mengarah ke sana.
Seketika
itu dari lantai kayu di kakinya, muncul anggota Klan Hyuuga yang mendorongnya
hingga terpelanting ke atap. Mata Sasuke membesar ketika sebuah tangan
mencengkram kuat lehernya. Satu tangan lagi menekan bagian dada kirinya dengan
kuat. Sasuke menggeram. Lawannya ini bermaksud langsung membunuhnya!
Sasuke
dengan sigap memanaskan tubuhnya sendiri.
“Aarrg!”
Lawan Sasuke itu meluncur ke bawah karena kepanasan. Sasuke juga ikut meluncur,
namun ia berhasil melakukannya tanpa terpelanting ke lantai berkayu.
“Ugh!”
Sasuke memegang bagian dadanya yang masih sakit. Ia memang tidak bisa
meremehkan kekuatan Klan Hyuuga. Mereka hanya menggunakan tangan, tapi jika
terlambat tadi kekuatannya bisa menghentikan detak jantungnya dalam sekejap.
“Mati
kau!”
Sasuke
melihat ke arah teriakan itu. Sekarang lebih banyak lagi anggota Klan Hyuuga
yang menyerbunya. Ia berlari cepat ke arah dinding, lalu menaikinya untuk
menghindari serangan. Ia lantas melakukan salto dan kembali turun ke lantai. Di
depannya ada seorang Klan Hyuuga yang kalah cepat dengannya. Sasuke mencengkram
kepala lawannya itu kemudian membenturkannya ke dinding kayu hingga kayunya
hancur.
Sasuke
menyadari serangan yang hadir di belakangnya. Ia pun tiarap dan meluncur di
antara kaki-kaki para anggota Klan Hyuuga. Ia berdiri di antara mereka dan
berputar sembari menggoreskan pedangnya ke lantai. Serpihan kayu kecil lantas
menyerbu para Klan Hyuuga dan meledak seperti bom bertenaga kecil. Para Klan
Hyuuga pun langsung runtuh dikarenakan asap beracun yang mengitari mereka.
Sasuke
pun lekas keluar dari sana sembari menutup hidungnya dengan lengan.
Pandangannya beredar di sekitar area lapangan penuh batu yang kosong itu. “Hinata…!
HINATA!” teriak Sasuke frustasi. Namun ia kembali mendapatkan firasat. Sebelum
ada Klan Hyuuga yang menyerangnya lagi, ia pun memilih masuk ke ruangan
seberang. Sepi. Tapi Sasuke bisa merasakan ada sesuatu di sana.
Sasuke
berputar di tempat. Memperhatikan lantai kayu dengan mata nyalang. Ia lekas
menghentakkan satu kakinya ke lantai. Lantainya seketika hancur. Sasuke pun
terperosok ke bawah, namun hal ini sudah ia tebak sebelumnya sehingga ia
meluncur dengan sempurna.
Sasuke
disambut oleh ruangan dengan pencahayaan minim. Ia terbatuk-batu karena debu
yang bertebaran. Matanya kembali mengedar ke ruangan bawah tanah itu. Kemudian
matanya membesar ketika menemukan sosok yang terbaring di lantai.
“Hinata!”
Akhirnya Sasuke menemukan Hinata. Ia langsung terduduk di samping gadis
berambut biru keunguan itu. Tangan Sasuke bergetar menyentuh tangan Hinata. Ia
masih bisa merasakan denyut nadi di sana, tapi itu tidak menghentikan
kekhawatirannya. Mata Sasuke membesar ketika menyadari ada darah yang mengalir dari
dahi Hinata.
Tangan
Sasuke mengurai rambut yang menutupi bagian itu. Sasuke menggigit bibirnya
kuat-kuat. “Ini lambang penghinaan.” Sasuke memejamkan matanya. Ia menahan
amarahnya agar tidak meluap lebih besar, Rasa-rasanya ia ingin membakar tempat
ini seluruhnya. Tapi ia menahan diri. Semakin emosinya meledak, semakin panas
suhu tubuhnya. Sasuke berusaha mengontrolnya. Semata-mata agar Hinata tidak
terkena panas amarahnya juga.
Sasuke
lalu menaruh katananya di punggung. Setelah itu ia menggendong Hinata ala
pengantin. Ia paham, ia harus segera keluar dari sana karena Hinata butuh
pertolongan. Ia pun kembali ke ruangan atas. Ternyata sudah ada segerombolan
Klan Hyuuga yang menunggunya di sana. Sasuke menatap mereka satu per satu.
Tatapan penuh kebencian.
“Biarkan
aku pergi,” ujar Sasuke menahan amarahnya. “Aku akan memaafkan kalian.”
“Asal
bicara! Harusnya kau yang harus meminta ampun pada Klan Hyuuga karena mengusik
klan ini!” seru salah satu tetua Klan Hyuuga.
Sasuke
melihat ke arah tetua Klan Hyuuga. “Aku sangat ingin membakar kalian, kalian
tahu?” ujarnya dengan geram.
Anggota
Klan Hyuuga langsung siap dengan kuda-kudanya. Bulu kuduk mereka langsung
merinding mendengar ucapan Sasuke yang tampak serius, “Kalau begitu Klan Uchiha
memang harus ditumpas sampai akhir. Klanmu adalah klan pembuat onar dan pembawa
bencana!”
Sasuke
membenarkan posisi Hinata di gendongannya. Ia lantas menggigit jarinya hingga
berdarah, lalu merunduk. Tangannya menghentak ke lantai. “Kuchiyose no jutsu!” Di lantai itu langsung muncul lingkaran merah.
Lalu seketika terdengar bunyi seperti bom meledak. Ada sesuatu yang muncul dari
atas dan turun ke sana dalam waktu yang singkat.
Seluruh
anggota Klan Hyuuga terpental dari tempatnya. Debu dan asap berkumpul di sana.
Setelah debu dan asap itu agak hilang mereka tersentak ketika melihat apa yang
ada dihadapan mereka.
“Hewan
apa itu? Besar sekali!”
“Monster!”
“Bagaimana
cara kita mengalahkannya?!”
Namun
salah satu tetua tampak terhenyak saat mengenal burung raksasa itu. “Bukankah
dia ini hewan legenda Suzaku? Jadi dia benar-benar eksis di dunia ini?”
Anggota Klan Hyuuga mulai panik. Mereka kembali berdiri,
namun mundur beberapa langkah ketika mendengar Suzaku melengking sembari
merentangkan kedua sayapnya. Tubuh Suzaku diselimuti api saat itu. Membuat
udara di sekitarnya jadi panas dan memerah.
Sasuke
lantas berdiri di atas punggung Suzaku. Sementara Hinata masih dipeluknya
dengan erat. “Klanku memang mengerikan dan jahat karena ingin menguasai Konoha
dengan aturannya sendiri, tapi…” Mata Sasuke yang awalnya hitam kini memerah
“…kalian
sama saja dengan Klan Uchiha! Kalian berani melukai anggota klan kalian demi
martabat yang sangat kalian bangga-banggakan itu! Bahkan untuk tujuan yang
tidak punya alasan kuat!” Bersamaan dengan itu Suzaku terbang perlahan.
Sementara semakin merah mata Sasuke, semakin merah pula pemandangan di
depannya. Rumah Klan Hyuuga dilalap api.
“Kita
kembali, Suzaku,” perintah Sasuke yang kini sudah terduduk. Suzaku dengan cepat
meluncur ke angkasa.
.
.
Tsunade
baru tiba di lokasi di mana keributan yang ia dengar dari kejauhan berasal. Ia
ke sana bersama Sakura, dan beberapa ANBU. Mata Tsunade melebar ketika melihat
si jago merah menari di wilayah rumah Klan Hyuuga. Apinya begitu tinggi. Di
sana begitu banyak orang-orang berlalu-lalang sambil membawa ember. Menyirami
api yang berkobar agar cepat padam.
“Siapa
yang membakarnya? Apa sebenarnya yang terjadi?!” wajah Tsunade berubah berang.
Ia lalu berani mendekat ke gerbang markas Klan Hyuuga. “Cepat padamkan apinya!
Panggil shinobi pengendali air!”
“Tapi
ini akan memakan waktu, Shisou! Biar
saya saja yang memadamkannya!” seru Sakura.
“Hah?
Memang kau bisa menggunakan jurus elemen air?!” namun pertanyaan Tsunade itu
tidak digubris oleh muridnya yang sudah berada di dahan pohon yang cukup tinggi.
Sakura
menatap rumah Klan Hyuuga dengan wajah prihatin, namun ada keanehan di sana. Ia
bisa merasakannya. “Ini … bukan api yang biasa kulihat. Dari dunia lain ya?”
Tapi Sakura tahu bukan hal itu yang harus ia pikirkan sekarang. Ia menyatukan
kedua tangannya di dada. Lalu direntangkan tangannya ke depan membentuk
segitiga.
Api
yang menari di sana pun perlahan mendatangi Sakura dan berkumpul di tangannya.
“Apa
yang Sakura lakukan?” Tsunade menatap muridnya dengan melongok. “Aku tidak
pernah mengajarkan jurus seperti itu padanya.” Ia langsung mengingat bahwa ini
pertama kalinya ia melihat jurus asing itu.
Sakura
lalu menutup api itu dengan kedua tangannya. Ketika tangannya membuka, apinya
sudah menghilang. Ia mengembuskan napas perlahan. “Tanganku jadi agak
kepanasan.” Ia lalu turun ke bawah.
“Tsunade-sama! Syukurlah Anda ada di sini!
Hiashi-sama butuh pertolongan Anda.
Ia lumpuh karena diracun oleh para tetua kami!” salah seorang pengawal setia
Hiashi menghampiri Tsunade.
“APA?!”
Tsunade benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sini.
Namun
ada Shizune yang baru tiba di sana. “Tsunade-sama! Para Kage sudah berkumpul di menara! Mereka menunggu Anda.”
Tsunade
bolak-balik memandangi si abggota Klan Hyuuga dan Shizune. Ia jadi bingung mana
yang harus ia lakukan terlebih dahulu.
.
.
Akhirnya Sakura yang mengurus dan mengobati Hiashi. Mereka
kini sedang berada di rumah sakit. Ia menatap Hiashi yang sedang memandang atap
kamar tersebut dengan tatapan kosong. “Kalau saya boleh tahu, apa yang
sebenarnya terjadi, Hiashi-sama?”
Hiashi
mengembuskan napas panjang. “Bisakah kau bilang pada Tsunade-sama untuk
memenjarakan semua tetua Klan Hyuuga?” ia malah bertanya hal lain.
Namun
Sakura menanggapinya. “Tapi semua tetua Klan Hyuuga terluka parah.” Ia
menyuntik Hiashi dengan obat penghilang racun.
“Ah
ya, si Uchiha itu yang melakukannya. Dia juga sudah membawa Hinata pergi.”
Mata
Sakura melebar mendengarnya. Tentu saja ia tahu siapa Uchiha yang dimaksud oleh
Hiashi, “Apa yang terjadi dengan Hinata?” karena ia paham Sasuke melakukannya
dengan alasan kuat.
“Para
tetua brengsek ini menyegel kekuatan Hinata. Entah ke mana Uchiha itu
membawanya.”
Sakura
tampak berpikir. Ia dapat melihat wajah Hiashi yang seketika berubah muram. Ia
lantas tersenyum kecil. “Kalau begitu Hinata pasti berada di tempat yang aman.
Anda tenang saja, Hiashi-sama.”
“Ya,
tapi tetap aku tidak mampu melindunginya,” mata Hiashi lama-lama terpejam
karena pengaruh obatnya.
Sakura
lalu keluar dari sana, tidak ingin mengganggu Hiashi. Ia lalu keluar dari rumah
sakit itu. Sepertinya ia harus berkunjung ke suatu tempat. Ia kini berdiri di
pekarangan rumah sakit yang tampak sepi. Matanya terfokus ke depan. Setelah itu
muncul cahaya pelangi yang memutar di depannya. Sakura pun menghilang bersamaan
dengan hilangnya cahaya itu.
.
.
Kushina menatap Hinata dengan wajah prihatin. Matanya lantas
menatap Sasuke yang berada di seberangnya, berdiri di samping kasur di mana
Hinata terbaring. Ia bisa melihat mata Sasuke yang agak memerah. “Sasuke,
Hinata sudah melewati masa kritis. Terima kasih karena kau membawanya ke sini
dalam waktu singkat.” Ia lalu menatap Naruto, memberikan sinyal pada anaknya
untuk melakukan sesuatu pada Sasuke.
“Ayo,
Brengsek! Kita pergi dari sini!” ujar Naruto yang kemudian menarik kerah obi
Sasuke.
“Apa
maumu, Bodoh?!” Sasuke jadi marah dan ruangan itu jadi tambah panas.
“Ck!
Aku pergi dulu, Kaa-sama!” teriak
Naruto sebelum ia menghilang dengan jurus ruang hampanya, membawa Sasuke pergi
dari sana.
Setelah
Naruto dan Sasuke menghilang dari sana, Kushina mengelap keringat yang ada di
dahinya. “Sasuke benar-benar cepat beradaptasi dengan kekuatan Suzaku. Tapi ia
sulit mengontrol emosinya sampai membuatku kepanasan begini.”
“Dia
benar-benar mirip dengan Akio,” Miyazaki yang ada di sana juga hanya
geleng-geleng kepala. Melihat perilaku Sasuke, Miyazaki jadi teringat akan
Uzumaki Akio, anak dari Rikudou Sennin yang membuat kekacauan di dunia manusia
saat ini.
“Jika
Sasuke bisa mengendalikan apinya dengan benar, kekuatannya itu akan sangat
membantu kita di perang nanti.”
“Hm,”
hanya itu tanggapan dari Miyazaki.
Mata
Kushina berputar melihat ekspresi malas ayahnya. “Ada tidak akan membantu kita dalam peperangan ini?”
“Untuk
apa? Lagi pula bantuanku belum tentu bisa membuat pihakmu akan memenangkan perang
ini.”
Dahi
Kushina mengerut. “Aku tahu Ada orang
yang jujur. Jadi, apa yang Ada lihat
tentang peperangan ini? Apakah ada yang Ada
tidak beritahukan padaku?”
“Saranku
kalian harus bisa membunuh para iblis itu. Disegel saja tidak cukup. Lagi pula
kekuatan Naruto tidak akan mampu menyegel bijuu
dan dua iblis itu secara bersamaan.” Miyazaki yang tadi baru saja
memberikan pertolongan pertama pada Hinata kini berdiri dengan tegak. “Mereka
melakukannya dengan kasar. Hinata pasti berusaha melawan. Pantas saja dahinya
terluka seperti ini.”
Kushina
menghela napas panjang. “Ini benar-benar berat bagi Naruto. Kalau begitu apa
kau tahu bagaimana caranya membunuh kesembilan iblis itu?”
Miyazaki
menatap Kushina agak lama tanpa mengeluarkan kata-kata.
.
.
Madara memandangi Kabuto dengan ekspresi tidak percaya. Mata
sharingan-nya berkilauan. Di depannya
berdiri Sembilan Iblis Berjubah Hitam yang mengeluarkan bau sangat busuk. “Kau
benar-benar sinting.”
Kabuto
menyeringai. “Pada dasarnya kesembilan iblis ini adalah budak iblis terjahat di
zaman dahulu. Jadi mereka mudah patuh pada kekuatan jahat yang begitu besar.”
Ia memandangi Madara dengan mata nyalang. “Dan kekuatan itu adalah Anda, Tuan
Madara.”
“Bedebah,”
Madara tidak suka dipuji secara berlebihan seperti itu. Ia tidak butuh menjadi
penjahat dengan kekuatan hebat, ia hanya ingin menghancurkan semua hal yang
pernah merenggut kebahagiaannya dulu. Yang sangat ia ingin bangun bersama
Hyuuga Hikari. Namun ia kemudian terbahak-bahak, tawa yang begitu nyaring dan
sebenarnya mengandung kepedihan di dalamnya. “Jadikan mereka sebagai pasukan
utama. Aku ingin menjadikan dunia ini hancur dan tidak ada manusia yang
tersisa.”
Kabuto
sedikit terkejut mendengarnya. “Tapi sepertinya aku tidak ingin menjadi bagian
dari manusia-manusia itu.”
“Siapa
bilang kau akan mati? Memangnya kau masih bisa dibilang sebagai manusia?”
Madara menjawabnya dengan geraman.
Kabuto
hanya tertawa dengan nyaring saat mendengarnya.
.
.
Naruto dan Sasuke muncul di pinggir laut yang ada di Lembah
Air. Tangan Naruto masih mencengkram kuat obi Sasuke. Ketika Sasuke tampak
linglung sejenak, ia menjadikan kesempatan ini untuk menendang Sasuke hingga
tercebur ke laut.
Sasuke
melenguh kencang. Air di laut itu ternyata sedingin es, padahal tidak ada satu
pun es di sana. “Sialan kau, Bodoh! Kau ingin membunuhku, hah?!”
“Kau—kau!
Coba lihat matamu itu! Kau juga nyaris membuat seluruh Uzumakigakure
kepanasan!” Sebenarnya yang terasa panas hanya di kamar tempat Hinata berada,
Naruto hanya melebih-lebihkannya.
Naruto
melihat Sasuke sudah sedikit tenang. Terlihat dari sorot matanya yang tidak
segarang tadi. “Hinata baik-baik saja, tahu! Kau ingat tadi? Ibuku bilang kau
menolongnya dalam waktu yang tepat.”
“Tapi
jika aku terlambat, Hinata tidak akan bisa lagi menggunakan kekuatan ninjanya,”
Sasuke ternyata masih tampak syok dengan kenyataan itu.
“Tapi
kan kau tidak terlambat, Brengsek!” Naruto geleng-geleng kepala. Baru melihat
Sasuke yang tampak panik seperti ini. Namun sepertinya ia jadi mengerti akan
satu hal.
“Lalu
mengapa mereka berbuat mengerikan seperti itu pada Hinata? Itu pasti gara-gara
aku. Mereka takut aku seperti Madara. Tapi kenapa harus Hinata? Kenapa tidak
langsung menyerangku saja?” Sasuke menatap entah ke mana.
Naruto
melongok sejenak. Tapi kemudian ia tersenyum tipis. “Kau sepertinya tidak
tenang karena merasa tidak bisa dekat dengan Hinata.”
Sasuke
mendongak. Ia menatap Naruto dengan ekspresi kesal. “Apa maksudmu? Kau jangan
sembarangan menyimpulkan!”
Naruto
berkacak pinggang. “Ayo, mengaku saja, Brengsek! Kau jangan malu-malu begitu!”
Sasuke
menyibak air ke arah Naruto. Naruto menghindarinya dengan mudah. “Kau sendiri
malah sering bertengkar dengan Sakura! Aku sangat tahu kau mencintainya! Kau
juga menyadarinya Sakura sangat perhatian denganmu!”
Naruto
terdiam sejenak. Ekspresinya berubah datar. “Aku tidak mencintai Sakura lagi
kok.”
“Heh,
ekspresi apa itu? Bagaimana bisa kau secepat itu melupakannya?” Sasuke entah
mengapa jadi ikutan ngotot pada Naruto.
“Kalau
aku tetap mencintai Sakura, aku tidak akan bisa menyegel bijuu ke tempatnya kembali,” jawab Naruto dengan nada berat.
Dahi
Sasuke mengerut. Ia tidak begitu paham dengan apa yang Naruto maksudkan.
Sementara
itu tanpa Sasuke dan Naruto ketahui, di dahan pohon yang tidak jauh dari
pinggir laut itu ada seorang kunoichi
yang mendengar percakapan mereka.
Sakura
bersandar di dahan tersebut. “Jadi seperti itu…. Kau tidak mencintaiku lagi
karena alasan itu….” Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Berusaha memahami semua
ini dengan lapang dada.
.
.
“Jadi
seperti itulah yang bisa kusampaikan. Selebihnya aku berharap kita bisa
mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh terkuat dari yang pernah ada ini.
Perang besar sudah di depan mata dan mereka punya kekuatan mengerikan.”
“Apa
benar hanya menyegel bijuu-bijuu itu
semuanya akan selesai, Tsunade-sama?”
Tsuchikage tampak shock dengan
kenyataan ini.
“Aku
tidak tahu pasti. Musuh kita sangat kuat. Kita masih belum tahu apa
kelemahannya. Tapi kita harus tetap bersiap-siap,” jelas Tsunade.
Gaara
memejamkan matanya sejenak. Ia juga kehilangan beberapa shinobi secara misterius baru-baru ini. Keadaan mereka hampir sama
dengan rata-rata shinobi yang
diserang oleh makhluk misterius. Tinggal tulang-belulang dan mengeluarkan bau
yang sangat busuk. “Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Apakah Anda sudah
yakin musuh akan menyerang Konoha?”
Tsunade
memandangi Gaara sejenak. Kage termuda itu tampak berwibawa meski seumuran
dengan Naruto. Ia pun mengangguk. “Karena target musuh adalah Konoha. Ia punya
dendam kesumat pada Konoha.”
Raikage
yang tubuhnya masih diperban menggeram. “Aku rasa dengan membunuh Uchiha
keparat itu semuanya akan beres. Klan mereka memang biang tragedi dan bencana.”
Tsunade
menatap Raikage dengan wajah datar. “Tapi Sasuke ada di pihak kita. Ia akan
sangat membantu di perang nanti.”
Wajah
Raikage mengeras. Tapi ia tidak memprotes lagi. Saat perang nanti ia yang akan
mengadakan perhitungan secara langsung dengan Sasuke.
“Tapi
bukan untuk menakuti. Aku merasa akan ada sesuatu yang sangat buruk terjadi.
Akan ada banyak korban yang berjatuhan.”
“Maka
dari itu sebaiknya peringatkan penduduk kalian tidak keluar desa. Sementara itu
mulai besok aku akan mengevakuasi warga Konoha ke tempat yang aman.” Tsunade
menatap ke luar jendela. Langit di sana agak mendung. Seolah-olah memberi tahu
bahwa hari buruk itu akan datang.
.
.
Sasuke menatap langit-langit di atasnya dengan mata terbuka.
Malam itu, ia telah kembali ke rumah barunya di Lembah Api. Menempati bangunan
kuil api seorang diri, Setelah diceburkan di laut milik Genbu, Sasuke tidak
pernah lagi berkunjung ke Rumah Besar Uzumakigakure. Memikirkan Hinata saja
sudah membuatnya sesak. Jika ia dekat dengan Hinata sepertinya marabahaya
selalu mengintai gadis itu.
Sasuke
akhirnya memutuskan bangun dari rebahannya. Ia keluar dari kuil itu. Matanya
langsung tengadah ke langit. Ia takjub saat menyadari ada cahaya warna biru
yang terlihat mencolok di langit hitam sana. “Ini planet ya? Tapi terang
sekali.” Ia lalu memutuskan untuk mencari udara segar sejenak.
.
.
Dahi Sasuke mengerut, tidak menyangka ke mana kakinya akan
membawanya ke bangunan megah di depannya. Ia memijat dahinya sendiri. “Kenapa
aku malah ke sini?” Ia tiba di bagian timur Rumah Besar Uzumakigakure. Di sana
ia melihat ada bangunan paviliun serba kaca yang berdiri berdekatan dengan
laut. Ia menghela napas panjang dan membalikkan badan.
“Hinata
mencarimu tahu.”
Sasuke
lekas menengok ke belakang. “Mengagetkanku saja. Jurus andalanmu itu bisa
membuat orang jantungan, Bodoh!”
Naruto
tertawa. “Salah sendiri yang tidak awas terhadap daerah di sekitarmu. Kau boleh
saja mengunjungi Hinata, tapi tunggu sekitar dua jam lagi. Sebentar lagi
matahari akan terbit.”
“Oh
ya?” Sasuke kira ini masih pertengahan malam. “Apa kau tidak merasa aneh dengan
planet di atas? Terang sekali.” Tunjuk Sasuke pada cahaya berwarna biru muda
itu.
“Namanya
Earendiru. Dia itu bukan planet, tapi bintang langka. Hanya bisa tampak di
sini. Kau tidak akan bisa melihatnya di tempat manapun, kecuali di
Uzumakigakure.”
“Pantas
saja. Memang bukan bintang biasa.”
Naruto
tersenyum sembari memandangi bintang kesayangannya itu. “Ia akan ikut berperang
nanti. Kau jangan kaget yang melihat kekuatannya.”
Sasuke
memandangi Naruto dengan keheranan. “Bintang itu punya kekuatan?”
Naruto
mengangguk. Lantas sekelebat sosok berambut merah jambu muncul di pikirannya.
Dada bagian kirinya tiba-tiba sakit. Ia hanya menggigit bibirnya, tidak mau
Sasuke mengetahuinya. Ia tahu ini adalah peringatan. Jika ia kembali
merasakannya, maka semua yang ia usahakan selama ini terancam menjadi sia-sia.
“Hei, Brengsek. Kau mau latihan bertarung bersamaku?”
“Haah,
kau serius?” Sasuke memandangi Naruto dengan remeh.
Naruto
geleng-geleng kepala. “Lihat wajahmu itu. Benar-benar bikin muak.”
“Kalau
begitu boleh saja. Kita lihat siapa yang paling kuat,” Sasuke menyeringai.
Bibir
Naruto miring sebelah. Ia lantas menyentuh bahu Sasuke. “Baiklah, sebaiknya
kita berpindah tempat.” Ia lantas berpindah ke wilayah tengah hutan
Uzumakigakure. Di tengah hutan itu terdapat lapangan kosong yang luas.
“Aku
benar-benar penasaran dengan kekuatanmu yang sesungguhnya, Bodoh.”
Naruto
menghela napas. “Sepertinya aku membutuhkan bantuan Rin-san untuk memperbaiki
wilayah ini kembali nanti.”
“Baiklah,”
Sasuke memejamkan mata. Angin subuh di sana bertiup dengan kencang. Ia lantas
terbang cepat ke belakang dengan tetap menghadap depan. Mulutnya langsung
menyemburkan bola api kecil yang sangat banyak.
Naruto
memutar tangannya kanannya. Menciptakan perisai angin yang menjadi tamengnya
dari serangan mendadak Sasuke itu. Tapi perisai itu tidak bisa memadamkan
apinya. Api yang menyerang perisai, malah membesar di sekitarnya. “Melawan api
memang merepotkan,” Ia lantas melompat ke atas. Tangannya mengibaskan perisai
yang menyatu dengan api itu ke arah Sasuke.
Sasuke
awalnya mengira bahwa api itu tidak akan melukai tubuhnya. Tapi ia bisa meraskan
goresan yang dibuat pecahan perisai api dan angin yang menyatu itu di
lengannya. “Aku tidak kebal terhadap kekuatan angin ya?” Ia pun salto beberapa
kali di belakang. Sasuke lantas mencabut pedangnya dari tempat, kemudian
mengibaskannya ke arah pecahan perisai itu.
Gesekan
antara pedang dan perisai memunculkan asap hitam yang tebal di sini.
Pohon-pohon subur di sekitarnya lama-kelamaan jadi layu. Naruto yang menyadari
hal itu langsung menghindar dengan melompat tinggi ke langit. “Kasihan
pohon-pohonnya.” Ia lantas membuat rasenshuriken
mini di tangan. Senjata andalannya itu ia lempar ke arah Sasuke dan
langsung membuat ledakan yang sangat dahsyat. “Ups, aku terlalu besar membentuk
rasengannnya ya?”
“Jadi
tidak masalah ya jika tempat ini bisa hancur-lebur?” Sasuke muncul di belakang
Naruto.
Naruto
yang menatap ke belakang dengan tenang. Ia lantas berputar; berniat menghadiahi
Sasuke dengan tendangan. Namun ternyata Sasuke menangkisnya dengan tendangan
pula. Ia lalu mengayunkan tangannya untuk menghajar kepala Sasuke.
Sasuke
menghindarinya dengan cepat dan menyerang Naruto dengan sikunya ke arah wajah.
Dengan cekatan Naruto menangkis dengan lengannya. Tapi saat itu pula Sasuke
memanaskan tubuhnya.
“Au!
Panas! Sialan kau, Sasuke!” Naruto berusaha menghindar. Namun Sasuke menahannya
agar tidak lari. Ia pun terpaksa membiarkan tubuhnya terjun ke bawah.
“Kenapa,
Bodoh? Kau sudah menyerah?!” Sasuke menyeringai. Ia benar-benar menyukai
kemampuan barunya itu. Membuat tidak sembarang orang bisa mendekatinya.
“Benar-benar
merepotkan,” Naruto meniru perkataan Shikamaru. Ia membiarkan tubuhnya nyaris
terjun ke tanah. Namun sebelum itu, ia menendang perut Sasuke hingga terpental.
Ia berpindah ke tempat lain, sementara ada kagebunshin-nya
yang menyerang Sasuke tiba-tiba dengan membawa rasengan di tangan.
Sasuke
tengah lengah. Namun dengan cepat ia menyiapkan pedangnya. Di saat itu pula
pedangnya menjadi semerah api dan menyerang kagebunshin
Naruto dengan memanjangkan diri.
Naruto
yang melihatnya dari bawah menepuk dahinya sendiri. “Ternyata dia bisa juga
memanipulasi apinya menjadi pedang.”
Sasuke
lalu turun ke bawah tepat berada di depan Naruto. Ia menusukkan pedangnya ke
perut Naruto. Naruto bisa menghindari dengan cepat.
“Meleset!”
seru Naruto.
“Siapa
bilang aku meleset?” Sasuke tersenyum curang.
Saat
itu Naruto terkejut ketika melihat pedang merah Sasuke itu bercabang ke
arahnya. Ia berusaha menghindar dengan berputar ke belakang. Namun ternyata
pedang itu bisa bercabang jadi dua, Naruto juga mendapatkan serangan dari
belakang. Ia lantas menggunakan jurus ruang hampa untuk berpindah tempat
beberapa meter dari Sasuke. Karena dilakukan mendadak, ia tidak bisa berpindah
jauh-jauh.
“Ck,
kau benar-benar berniat membunuhku ya,” keluh Naruto.
“Sejak
awak aku tidak menganggap pertarungan ini main-main.” Sasuke mengucapkannya
dengan serius. “Dan kau, aku tahu kau tidak mengeluarkan seluruh kemampuanmu.
Kau jangan meremehkanku, Bodoh!”
Sasuke
kembali menyerang Naruto dengan pedang andalannya. Naruto susah-payah
menghindar karena serangan itu bisa datang dari mana saja. Ia harus
berkonsentrasi.
Sementara
itu tanpa mereka sadari ada Sakura dan Hinata yang berdiri agak menjaga jarak
dari sana. Mereka baru tiba untuk mencari angin segar.
Dahi
Sakura berkedut ketika melihat pemandangan di depannya yang hancur lebur.
Pepohonan tumbang dan tanahnya bergelombang tidak beraturan. “Apa-apaan mereka?!
Masih pagi begini sudah bertarung!”
“Em,”
Hinata tidak tahu harus berkata apa karena tidak menyangka akan melihat yang
seperti ini.
“Padahal
aku mengajakmu keluar untuk mencari udara pagi yang segar. Tidak tahunya malah
seperti ini.” Sakura menggeram.
“Ke-kenapa
Sasuke-kun dan Naruto-kun bertarung? Mereka hanya latihan
saja, kan?” Hinata jadi khawatir. Ia memperhatikan Naruto yang membuat beberapa
kagebunshin dan menyerang Sasuke
dengan bersamaan. Namun yang mengejutkannya, Naruto membuat rasenshuriken. Hinata lantas menutup
mulutnya. “Astaga, Sakura! Sepertinya mereka tidak sedang latihan!”
Naruto
lantas terbang tinggi dan melemparkan rasenshuriken-nya
dari atas. Senjata andalannya yang mematikan itu melesat cepat ke arah Sasuke.
“Eh?!
Kau bisa membunuh Sasuke, Naruto!” teriak Sakura yang hendak berlari menuju ke
dua rekan setimnya itu.
Lalu
terdengar suara ledakan membahana. Area sana pun dikerubungi cahaya biru.
Membuat Sakura terpaksa berbalik arah lagi menuju Hinata, takut gadis itu
kenapa-napa.
Naruto
mendarat di tanah dengan perlahan. Kedua alisnya terangkat. “Eh? Sasuke tewas
ya?” Ia tidak dapat melihat karena area itu dipenuhi dengan debu.
“Tentu
saja tidak, Super Bodoh!” terdengar teriakan Sasuke di balik debu-debu itu.
Lalu dari sana melesat ratusan cabang pedang yang mulai menyerang Naruto.
Naruto
menghindarinya dengan menari di udara. Ia penasaran mengapa Sasuke bisa
selamat. Matanya menyipit ketika mengetahui alasannya. Di depan Sasuke ternyata
berdiri Suzaku dengan gagahnya. “Cih! Pantas saja.”
Naruto
tertawa lantang sembari menghindari pedang-pedang api itu. “Kau bisa
mengalahkan ratusan musuh sekali tebas dengan kekuatan ini. Aku juga sebenarnya
bisa memanggil para dewa itu sih,” kemudian matanya menyipit. “Cuma mereka
tidak akan sudi melindungiku seperti itu.”
Naruto
lantas mendarat di tanah. Tangannya ia kibaskan ke depan sehingga membentuk
perisai angin yang melindunginya dari serangan Sasuke. Namun lagi-lagi api yang
dihasilkan di pedang Sasuke jadi menyebar. Membuat Naruto sampai menunduk.
“Naruto!”
Sakura yang melihat Naruto terdesak jadi khawatir. Ia lantas membuat keputusan.
Dari tempatnya, ia memfokuskan pikiran pada api itu. Ia berniat memadamkannya
dengan kekuatan ‘barunya’ itu. Tapi sepertinya untuk kali ini hal tersebut
tidak berhasil dilakukan. Apinya malah semakin membesar. “Ah, sial! Aku terlalu
panik!”
Naruto
melenguh saat apinya semakin membesar. “Dasar, Brengsek! Baiklah aku tidak akan
menahan diri lagi.” Ia lantas menghentikan perisai anginnya. Saat itu api
Sasuke semakin membesar.
“Heh,
ini akibatnya jika kau hanya bermain-main denganku,” geram Sasuke. Namun
matanya lantas membesar. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Pandangannya fokus
pada satu tempat. Api yang ia ciptakan telah padam. Di depannya semuanya jadi
serba biru.
Suzaku
yang melihatnya langsung panik. “Ugh, aku tidak menyangka ia bisa mengeluarkan
kekuatan ini. Sasuke-sama, aku pamit
dulu dari sini.”
“Eh,
tunggu—” Tapi Suzaku sudah keburu minggat dari sana. Pandangan Sasuke kembali
pada Naruto. Saat itulah Sasuke merasakan bahwa ia sedang berada di luar
angkasa. Pemandangan di sekitarnya terasa gelap. Ia dikelilingi oleh ribuan
planet yang berwarna biru. Hanya itu yang ia rasakan dan ia lihat sejauh mata
memandang. Tiba-tiba dirinya merasa sesak. Tidak ada sudut lain untuk lari.
Mata Sasuke membesar saat melihat sosok Naruto yang berada di pusatnya.
Sakura
yang berada di tempatnya pun jadi kelu.
Sementara
Hinata menutup mulutnya dengan tangan. “Naruto-kun!”
Sasuke
lantas terduduk di tanah tanda menyerah. Setelah itu keadaan kembali normal.
Pemandangan di sekitarnya kembali menjadi Uzumakigakure yang ia kenal. Ia tidak
menyadari dahinya jadi penuh dengan keringat.
Naruto
yang baru saja mengeluarkan jurus pamungkasnya itu pun berkacakpinggang. Ia
nyengir lebar melihat Sasuke sampai shock
seperti itu. “Jadi pemenangnya aku, kan?!”
“Heh,”
Sasuke lantas berdiri dan berlari cepat ke arah Naruto. “Super Bodoh yang
bodohnya tidak terkira! Kau mau membunuhku, hah?! Kau mau menghancurkan tempat
tinggalmu dalam sekejap! Jangan sok pamer ya!” Ia sudah siap-siap ingin meninju
Naruto.
Naruto
hanya bisa menggeleng seraya cekakakan. “Aku memang paham kau ini memang sulit
mengakui kekalahan hahaha!” Ia pun menyiapkan tangannya untuk menghajar Sasuke.
“Aku
benar-benar tidak tahan lagi.” Sakura lantas memutar telapak tangannya ke
depan. Saat itu pula Sasuke dan Naruto menghajar wajahnya dengan tangan mereka
sendiri.
“Sakit!”
seru Naruto
“Argh!”
begitu juga dengan Sasuke.
Naruto lantas mengusap pipinya yang seketika
membengkak. “Sialan kau, Sasuke! Apa yang kau lakukan padaku?!”
“Kau
pikir aku peduli?! Sakitnya hidungku ini lebih parah darimu!” Sasuke memang
tadi malah menghajar hidungnya sendiri.
Sakura
yang berada di tempat tersenyum licik. “Berhasil juga akhirnya.”
“Pokoknya
aku benar-benar kesal sekarang! Hyaaa!” Naruto kembali akan melayangkan
tinjunya pada Sasuke.
“Kau
pikir aku ini tidak tahu akal bulusmu?!” Sasuke mengayunkan tendangan pada
Naruto.
Namun
pada akhirnya Naruto malah meninju dagunya sendiri. Sementara Sasuke kakinya
terangkat ke atas, membuat ia seperti habis terpeleset. Ia jadi jatuh ke tanah.
“Kenapa
aku malah menyerang diriku sendiri?!” keluh Naruto.
“Bagaimana
bisa tanah di sini jadi licin?!” Sasuke jadi ikut frustasi.
Hinata
bolak-balik memandangi medan perang Sasuke dan Naruto, lalu ke Sakura yang
terpingkal-pingkal hingga memegangi perutnya sendiri. Ia juga tidak mengerti
apa yang terjadi.
Sasuke
berdiri sambil mengerang kesakitan. Sementara Naruto mengelap darah yang muncul
di sudut bibirnya. Rupanya mereka belum menyerah juga, malah kembali berhadapan
lagi untuk menyerang satu sama lain.
“Mereka
ini memang sulit dilerai!” Sakura pun ikut berlari ke arah dua rekannya itu.
Sebelum mereka melancarkan serangan ia tiba-tiba muncul di tengah. Kedua
tangannya menarik bagian belakang leher Sasuke dan Naruto, kemudian didekap
dengan erat. Ia lantas tertawa dengan lantang. Sakura memeluk Naruto dan Sasuke
secara bersamaan dengan kedua tangannya itu. “Senangnya jika seperti ini.
Kalian jadi terlihat lebih akrab!”
Sasuke
sampai melongok karena Sakura yang tiba-tiba hadir di sana.
Sementara
Naruto terlihat sewot. “Kenapa kau bisa di sini?!”
“Diam!”
“Aaak!”
Naruto berteriak kesakitan ketika tangannya malah menampar pipinya sendiri. Ia
tentu langsung menyadarinya. Ia melihat Sakura dengan mata yang nyaris keluar
dari rongga. “Yang benar saja! Kau bisa mengendalikan orang lain sekarang?!
Ibuku memang payah. Kenapa kau harus punya kekuatan seperti itu?!” protes
Naruto pada Sakura. “Dan… DAN SEJAK KAPAN KAU BISA MASUK KE SINI TANPA
BANTUANKU?!”
Sakura
hanya menjulurkan lidahnya pada Naruto. “Yang penting kalian berdua punya
kekuatan yang hebat. Aku yakin kita akan berhasil di peperangan ini!” Sakura
berjingkrak kegirangan. Kedua tangannya masih melingkar di leher Naruto dan
Sasuke.
Hinata
yang melihatnya dari kejauhan tersenyum. Pada akhirnya Tim 7 bisa kembli bersama
meski bukan pada waktu yang menggembirakan. Ia sendiri tidak menyangka hal ini
bisa terjadi. Sasuke dulu terancam dihukum mati, sedangkan Naruto sudah
dianggap telah tiada.
“Oh
ya, keadaan Hinata sudah membaik! Dia ada di sana! Kemarilah Hinata!” Sakura
memanggil Hinata dengan antusias.
“Kakekku
memang luar biasa,” Naruto lantas melambaikan tangannya ke Hinata. Kemampuan
mengobati Miyazaki memang yang paling hebat di Uzumakigakure.
Hinata
membalasnya dengan lambaian pula.
Pandangan
Sasuke juga terarah pada Hinata. Ia memperhatikan Hinata yang menggunakan obi
terusan yang berwarna putih. Ia memastikan tidak ada yang aneh dengan cara
berjalan Hinata yang tampak normal. Ia memperhatikan dahi Hinata yang tertutup
rambut, sudah tidak ada lagi darah yang mengalir disana. Sebenarnya ia tidak
percaya jika hanya butuh semalam saja untuk Hinata bisa terlihat sehat seperti
itu.
Perlahan
Hinata mendekat ke arah Tim 7. Namun Sasuke akhirnya membuang muka ke tempat
lain. “Aku mau kembali ke Lembah Api.”
“Hei,
Brengsek—”
Tapi
Sasuke sudah menghilang dari sana. Naruto lantas melihat ke langit di atasnya.
Ternyata Sasuke sudah berada di punggung Suzaku yang terbang dengan cepat ke
markas besarnya. “Dia makin mahir memanfaatkan kekuatan Suzaku.”
Sementara
itu Hinata tampak kecewa melihat Sasuke lari dari sana. Ia menghentikan
langkahnya.
“Kenapa
Sasuke-kun jadi seperti itu?” Sakura
jadi merasa tidak enak pada Hinata. Ia tadi berniat membawa Hinata jalan-jalan
untuk memulihkan kondisi mentalnya yang shock
mendapatkan perlakuan seperti itu dari klannya sendiri. Mumpung
Uzumakigakure banyak menyimpan tempat-tempat yang sangat elok. Namun Sasuke
malah bersikap seperti itu, meski Sakura bisa menebak apa yang sekarang sedang
menganggu pikiran Sasuke. “Tapi harusnya Sasuke-kun bisa sedikit peka.”
“Peka
kenapa? Bukannya dia kabur karena kalah bertarung denganku?” ujar Naruto.
Sakura
langsung menjitak kepala Naruto. “Ih!”
Naruto
mengerang kesakitan sembari memegangi kepalanya. Ia lantas memelototi Sakura.
“Kenapa kau memukulku?!”
Sakura
berkacak pinggang. “Ternyata kau lebih tidak peka lagi! Jangan membuat suasana
jadi tambah rusak!”
“Memangnya
aku mengatakan hal yang salah?! Jangan seenaknya saja menyalahkanku!” Naruto
menunjuk-nunjuk ke arah Sakura.
Sakura
lantas memberikan pukulan bertubi-tubi pada Naruto. Naruto sampai kewalahan
menahan serangannya. Bisa saja ia membalasnya, tapi tentu ia tidak akan “Grrr!
Aku bisa gila menghadapi otakmu yang bodoh itu!”
Hinata
hanya memperhatikan sejenak Sakura dan Naruto yang saling adu mulut itu. Ia
kembali memperhatikan langit lepas yang ada di atasnya. Ia tidak tahu Sasuke
pergi ke mana. Padahal tadi ia ingin mengucapkan terima kasih karena Sasuke
telah menyelamatkannya. Namun Sasuke malah menghindarinya seperti itu.
Bersambung….
Wrote by PrettyAngelia