Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto © Masashi Kishimoto
The Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning: Sequel from ‘HEART’. Setting Canon. Semi-Crossover with The Lord of The Rings.
Romance/Adventure. A bit Fantasy. OOC
PAIRING: Naru/Saku, Mina/Kushi,
Sasu/Hina, Shika/Ino, Kaka/Kure
.
.
“Terkutuk!” pekik Samui. Ia sampai ingin menangis
melihatnya.
“Apa ini ulah shinobi Konoha? Aku tidak menyangka mereka
ternyata memiliki kekuatan yang mengerikan seperti ini.”
“Kita harus melapor ke Raikage!”
.
.
Chapter 18
Bangkitnya Putri Bintang Utara
.
.
Ruangan
gelap itu diselimuti cahaya kehijauan di dua sudut. Cahaya kehijauan itu
mengitari Shizune dan Ino. Sakura memperhatikan keduanya dari pinggir ruangan.
Di sana juga ada Rin yang ikut memperhatikan. Di tengah ruangan, terbaring
Shikamaru dan Neji yang sekujur tubuhnya nyaris membiru, sementara itu
sepertinya pengobatan ajaib yang dilakukan Shizune dan Ino telah berhasil
menyelamatkan mereka secara perlahan.
Awalnya
Sakura menawarkan diri untuk melakukan ritual pembersihan, namun Ino dan
Shizune memintanya untuk istirahat dulu
sehabis mengobati Kakashi yang juga sempat terluka parah. Mata hijau Sakura
melihat kulit Shikamaru dan Neji yang semakin berubah ke warna normal. Dahinya
mengerut. Sebenarnya siapa mereka?
Mengapa tiba-tiba menyerang Konoha? Apa ini semua ulah Madara?
Sakura
jadi ingin tahu banyak. Maka dari itu ia memberi sinyal kepada Rin untuk izin
keluar dari ruangan itu. Ia ingin menemui Tsunade.
.
.
Sakura
tidak menyangka jika di ruangan kerja Tsunade ada Naruto dan Kushina. Ia jadi
merasa aneh Tsunade tadi mengizinkannya masuk “Maaf, apa saya mengganggu?”
“Tidak
apa-apa, Sakura. Ini bukan rahasia.”
Sakura
memandangi Naruto yang ternyata memperhatikannya. Ia langsung membuang muka
dengan dagu dinaikkan.
Sementara
satu urat muncul di dahi Naruto. Kenapa
dia jadi suka cari gara-gara sih?! Gerutunya dalam hati.
“Aku akan
mengadakan pertemuan besok dengan para Kage,” lanjut Tsunade.
Sakura
terkejut. “Anda serius, Shisou?
Masalah Sasuke-kun saja belum
selesai.”
“Kalau aku
diam saja, bakalan terjadi perang antara kelima negara Elemantal. Sekarang
mereka saling curiga dan ketakutan karena serangan baru-baru ini.” Tsunade
menyodorkan sebuah surat kepada Sakura.
Sakura
langsung membacanya dengan cepat. Matanya membesar. “Apa ini, Shisou?” Ia tidak menyangka Raikage
mengirim surat ancaman seperti ini. “Shinobi
Konohagakure tidak ada melakukan kontak apapun dengan mereka kemarin!” ia jadi
geram sendiri.
“Maka dari
itu aku ingin meluruskannya. Tidak hanya shinobi
Kumogakure yang diserang, desa lain juga mendapat serangan serupa dengan
bekas yang menjijikan.”
“Ini sudah
sangat berat. Saya juga tidak menyangka ada yang berani membuka segel mereka.
Mereka makhluk tidak bertuan, tapi kalau ada yang bisa mengendalikan mereka ini
sangat gawat,” komentar Kushina.
Sakura
melirik Naruto sejenak. Ia tersentak saat menyadari wajah termenung Naruto.
Seperti ada beban sangat berat di pundaknya.
“Mereka
sudah tidur ribuan tahun lamanya. Wajar saja mereka … kelaparan dan mencari
makan,” ujar Naruto kemudian.
“Sebenarnya
mereka itu makhluk apa?” kini Sakura yang bertanya.
“Ribuan
tahun yang lalu, Rikudou Sennin menyegel mereka dan menjinakkan para budaknya.
Itu saja nyaris membuatnya mati,” tukas Kushina
“Para
budak? Apa maksudnya?” Tsunade jadi tidak mengerti.
Naruto
menerawang ke jendela yang ada di belakang Tsunade. “Iblis-iblis itu adalah
penunggang para bijuu. Kalau para bijuu kembali mereka kendalikan,
habislah kita. Maka dari itu aku akan menyegel mereka semuanya ke tempat di
mana seharusnya mereka berada.”
Suara
Naruto jadi terdengar berat di telinga Sakura. Kenapa semua jadi dibebani padamu? Apa yang bisa aku lakukan?
“Kami akan
turut membantumu, Naruto,” ucap Tsunade.
“Ya,”
Naruto tersenyum kecut. Sebenarnya dalam hati ia tidak begitu yakin apa bisa
melakukan hal ini.
Dan
keraguan itu bisa terbaca oleh Sakura…. Hanya saja ia tidak punya kesempatan
untuk menghibur Naruto. Kenapa aku tidak
bisa melakukan apa-apa?
“Baiklah.
Kalian jadi ke Uzumakigakure?”
Sakura
mendongak. Ia tidak menyangka Naruto akan pergi dari Konoha saat keadaan sedang
genting seperti ini. Bukankah kemampuannya sedang dibutuhkan?
Kushina
mengangguk. “Kami akan membawa Sasuke. Jika besok ada pertemuan para Kage,
sepertinya ia juga tidak bisa berada di sini.”
“Aku mengerti.
Aku juga sudah mencapai batas kemampuanku.” Tsunade bersandar di kursinya.
“Pembantaian Klan Uchiha … sampai sekarang aku tidak mengerti apa itu cara yang
tepat untuk menyelamatkan Konoha. Sasuke tidak akan melupakannya seumur hidup,
mungkin saja ia masih punya dendam
padaku yang keturunan Klan Senju ini.”
“Sasuke
sudah tidak mengingat dendamnya, Baa-chan.
Saat ini ia sedang kebingungan, bertanya-tanya apa yang bisa ia lakukan untuk
menebus dosanya,” jelas Naruto.
Tsunade
tersenyum kecil. “Kau yakin sekali.”
Naruto
menunjuk ke arah dahinya. “Baa-chan,
pasti paham.”
“Ya, sudah
kalian boleh pergi. Tapi cepatlah kembali.”
“Beres! Baa-chan tenang saja seluruh wilayah
Konohagakure dilindungi segel api milik Suzaku. Memang tidak bisa dilihat
dengan mata biasa sih, tapi aku jamin iblis-iblis jelek itu untuk sementara
tidak akan berani masuk ke sini,” Naruto mengangkat jempolnya tinggi-tinggi.
“Sampaikan
ucapan terima kasihku padanya,” Tsunade tidak begitu yakin apa kata terima
kasih saja sudah cukup untuk para dewa.
“Ayo, Kaa-sama.
Sasuke pasti sudah menunggu.”
Kushina
pun pamit pada Tsunade. Ia membungkuk hormat dan memaksa Naruto untuk melakukan
hal yang sama. “Kau harus sopan pada, Tsunade-sama!” teriaknya sehabis menjitak kepala Naruto yang enggan
menurutinya.
Naruto
mengusap kepalanya dengan wajah kesal. “Aku kan sudah biasa sepert ini pada Baa-chan. Baa-chan juga tidak pernah marah kok.”
“Meladenimu
dengan omelan itu menguras tenagaku, tahu!” Tsunade jadi geram sendiri.
Kushina
pun membawa paksa Naruto keluar.
Sementara
Sakura hanya bisa memperhatikan Naruto menghilang dari balik pintu.
“Kalau kau
ingin mengantarkan mereka, susul saja, Sakura.”
Saran
Tsunade itu nyaris membuat Sakura melompat. “E-eh?”
“Kau tidak
perlu menyembunyikannya. Semua orang di sini sedang merasa bingung karena tidak
tahu seperti apa musuh yang akan kita hadapi. Begitu juga dengan Naruto. Tapi
yang terpenting kau bisa membuktikan bahwa kau akan tetap berada di
sampingnya.”
Wajah
Sakura memerah. “A-anda terlalu berpikiran j-jauh, Shisou. A-aku tidak memikirkan Naruto s-sampai segitunya kok!”
“Gaya
bicaranya jadi seperti Hinata, Sakura. Cepat susul mereka. Mumpung mereka masih
dalam perjalanan menuju tepi sungai.”
Sakura
tidak melewatkan saran yang diberikan gurunya itu. “A-aku pamit dulu, Shisou!” ia membungkuk hingga wajahnya
nyaris menyentuh lutut.
Tsunade
tertawa kecil ketika melihat Sakura buru-buru keluar dari ruangannya. “Sepertinya
aku terlalu banyak bicara.”
.
.
Naruto
cukup terhenyak ternyata ada Hinata yang berdiri di samping Sasuke. “Memangnya
kau sudah baikan, Hinata?”
Hinata
mengangguk. “Obat dari Tsunade-sama benar-benar
mujarab. Lagi pula Sasuke-kun perlu diantar kemari.”
Tentu saja
Naruto menyadari penglihatan Sasuke belum pulih seutuhnya, Lalu siapa lagi
selain dirinya, Sakura, dan Ino yang memikirkan ketidakmampuan Sasuke ini?
Kebanyakan shinobi lain sedang sibuk
dengan masalahnya sendiri, dan sebagian yang lain tidak peduli dengan Sasuke.
Ia tersenyum lega di luar Tim 7, masih ada yang peduli dengan Sasuke.
“Maaf ya
si Brengsek ini jadi banyak merepotkanmu, Hinata,” Naruto berujar dengan
santainya.
Terdengar
suara geraman dari bibir Sasuke. “Diam, Super Bodoh! Aku tidak pernah meminta
Hinata melakukannya kok.”
Naruto
berkacak pinggang. “Tapi kalian jadi terlihat akrab ya. Aku curiga ada apa-apa
dengan kalian.”
“Kau ini—”
“Syukurlah
kalian belum berangkat!” Sakura mengambil napas banyak-banyak saat tiba di
sana.
Membuat
Naruto mendelik dan kehabisan kata-kata.
“Sakura?”
Sasuke juga cukup kaget dengan kehadiran Sakura.
Wajah
Naruto langsung berubah galak. “Apa yang kau lakukan di sini?!”
Emosi
Sakura tiba-tiba naik ke ubun-ubun. “Aku ingin mengantar Sasuke-kun. Memangnya tidak boleh?”
Naruto
mendengus kesal. Ia langsung membalikkan badan, berjalan menjauhi Sakura. “Ayo,
Kaa-sama, kita pulang!”
Ekspresi
Sakura seketika berubah sendu. Pulang?
Bukankah rumahmu di sini, Naruto?
Sasuke
berjalan mendekati Naruto dituntun oleh Hinata. Setelah itu ia perlahan
menghadapkan badannya ke pewaris Klan Hyuuga itu. “Aku pergi dulu, terima kasih
untuk semuanya.” Ia berusaha mengembangkan senyuman untuk Hinata.
Namun
Sasuke tidak menyadari jika mata Hinata sedang berkaca-kaca. Ia mengangguk.
“Sampai ketemu lagi. Oh ya, hampir lupa.” Hinata melepaskan kalung yang
melingkar di lehernya. Ia lalu memakaikannya di leher Sasuke.
“Hinata,
aku—”
“Kau yang
lebih membutuhkannya, Sasuke-kun.”
Sasuke
terdiam saja. Ia bingung ingin mengeluarkan kata apa untuk menolaknya. Bagaimana caranya agar aku dan Hinata bisa
memakainya berdua? Biar kita tidak saling lempar seperti ini.
Sasuke tidak
membalasnya lagi. Setelah ini ia tidak tahu apa mereka bisa sempat bertemu.
Jalannya dengan Hinata setelah ini akan berbeda. Meski akan berada di medan
perang yang sama, tapi tidak pernah ada yang bisa memprediksi apakah mereka
semua bisa bertahan hidup atau tidak.
Naruto
kemudian mengaktifkan segelnya. Sebuah pola lingkaran besar yang dikelilingi
dengan tulisan mantra Sindarin muncul tepat di bawahnya. Pola itu kemudian
menyala.
Hinata
kini sudah berdiri di samping Sakura. Di pikirannya sedang penuh dengan
pertanyaan apakah semuanya akan berakhir di sini? Baru kali ini ia sudah merasa
rindu, padahal orang tersebut masih berada di depannya.
Kenapa kau tidak menganggap Konoha sebagai rumahmu, Naruto?
Kau lahir di sini, kan? Ayahmu juga berasal dari Konoha, bukan? Sakura meratap di dalam hati.
Matanya memandangi Naruto yang entah sedang melihat ke mana. Yang jelas ia
tahu, Naruto tidak sudi menatapnya. “Di saat seperti ini pun kau masih bisa
menunjukkan wajah menyebalkan seperti itu,” lirihnya.
Lalu sebagian
tubuh Naruto, Kushina, dan Sasuke sudah menghilang. Sakura tidak mengerti apa
yang sedang terjadi. Tubuhnya lantas bergerak ke depan, kemudian berlari
kencang menuju ke arah Naruto. “Rumahmu itu di Konoha, Naruto Bodoh!”
“Apa yang
kau lakukan, Sakura?!”
Sementara
itu di sekitar sana angin berembus dengan kencang. Hinata sampai menutup
matanya dengan lengan. Saat suasana normal kembali, Hinata langsung menyadari
jika Sakura juga sudah menghilang. Hanya ia yang ada di sana. Wajahnya
tiba-tiba jadi kecewa. “Kenapa Sakura tidak mengajakku juga?”
.
.
Kurenai
duduk di samping kasur Kakashi yang tengah terbaring di atasnya. Kakashi
mengalami patah tulang di bagian rusuk akibat benturan yang sangat keras. Ia
tidak tahu apa yang dihadapi Kakashi kemarin, namun ia bisa merasakan bahwa di
Konoha sebentar lagi akan terjadi perang besar.
Tapi
Kurenai punya hal lain yang belum diselesaikannya. Beberapa hari ini ia
menjauhi Kakashi dan baru bertemu sekarang, ketika tersebar kabar Kakashi
terluka akibat serangan dari pihak musuh. Jika Kakashi terbangun nanti, ia
berjanji akan memberi tahu hal yang sepatutnya diketahui oleh Kakashi.
Tangan
Kurenai menggenggam satu tangan Kakashi. Ia meremasnya dengan lembut.
.
.
Hinata
berjalan pulang kembali rumah sakit. Ia ingin menjenguk Neji. Saat ini mungkin
proses penyembuhannya belum selesai, tapi ia ingin memastikan bahwa Neji
baik-baik saja. Ia tengah melewati hutan dengan dahan rimbun yang cukup gelap
karena cahaya matahari terhalang daun-daunnya yang lebat.
Hinata lalu
menyadari ada sebuah benda berasap yang dilempar ke arahnya. Ia tidak sempat
menjauhi. Asap itu terhirup olehnya. “Asap beracun?” Ia nyaris menutupi
hidungnya dengan tangan. Tapi terlambat, tubuhnya yang tak berdaya pun
tersungkur ke tanah.
.
.
Naruto
kini berdiri di pinggir hutan Uzumakigakure yang berbatasan langsung dengan
pintu masuk Rumah Besar. Wajahnya sedang jengkel setengah mati. Geraman keluar
dari mulutnya.
Sementara
Sakura berlari ke sana-kemari. Melihat pemandangan hutan Uzumakigakure yang
memiliki pepohonan lebih tinggi dan lebat dibandingkan Konoha. “Whoaaa, pohon
apa ini? Besar sekali!”
Kushina
tertawa kecil. “Ia tidak sadar sudah membuat masalah ya.”
Naruto
terang saja jadi tambah kesal. “Apa yang kau lakukan di sini, Sakura?!”
“Eh?” Sakura
lalu menyadari kehadiran Naruto, Kushina, dan Sasuke. Namun ada pemandangan
tidak biasa yang ia dapatkan. Ia memperhatikan Naruto dalam waktu cukup lama
sampai Naruto sendiri tidak nyaman.
Sialan, aku dan Kaa-sama
tidak bisa menyembunyikan rupa asli kami di sini.
Sakura
telah melihatnya. Rupa asli Naruto. Ia baru sadar mata Naruto jadi lebih biru
dibanding sebelumnya. Kenapa Naruto jadi
setampan pangeran dari negeri kayangan begini? “Em, itu, kau … kenapa?”
Bicaranya jadi ngawur.
“Kau tahu,
kau sekarang sedang membuat masalah, Sakura?” Naruto terdengar marah. Ia tidak
menyangka rasa ingin tahu Sakura jadi sebesar ini. Ia tidak ingin melibatkannya
lebih jauh lagi.
Tapi
Sakura kembali bisa berpikir jernih. Ia juga punya alasan untuk kemari. “Aku tidak
mengerti. Kenapa kau menganggap ini rumahmu, Naruto?”
Dahi
Naruto mengerut. “Dari nama margaku saja kau sudah tahu, kan?”
Sakura
melangkah dua kali ke depan. “Mengapa sejak bertemu dengan Kushina-san kau jadi tidak mempedulikan
orang-orang di Konoha. Kau jadi sibuk memikirkan tugasmu sendiri. Memangnya kau
sanggup mengerjakannya semuanya seorang diri?”
“Jangan
membawa-bawa ibuku!” Naruto tambah emosi. Wajahnya maju ke depan.
Kedua alis
Kushina terangkat. Ia tersenyum lebar.
“Aku akan
mengantarmu pulang—”
Kushina
buru-buru memotong kalimat Naruto dengan tangannya. “Kau di sini saja.” Matanya
tidak pernah lepas dari Sakura. “Suzaku-sama,
kau boleh membawa Sasuke ke Lembah Api.”
Suzaku
yang sebenarnya berada di kantong kunai Naruto, langsung keluar dari sana. Ia
membentangkan sayapnya lebar-lebar dan terbang di sekitaran Sasuke. Ia lalu
menutup tubuh Sasuke dengan sayapnya dan dalam sekejap menghilang dari sana.
“Sasuke-kun di bawa ke mana?” Sakura jadi
khawatir.
“Bukan
urusanmu, Gadis Manis.” Kushina lalu meremas tangannya sampai tulangnya pun
ikut bernyanyi.
Saat itu
Naruto langsung bergidik ngeri. “Apa yang akan kau lakukan, Kaa-sama?”
“Mengajarkan
sopan santun pada seseorang.” Kushina tersenyum lebar.
Namun
Naruto merasa itu terlalu lebar, sehingga ia hendak memprotesnya. “Aku akan
mengantar Sakura pulang, lalu urusan ini akan selesai—”
Tiba-tiba
Kushina memukul leher Naruto hingga ia melayang dan punggungnya membentur dahan
pohon. Naruto terduduk di rumput hingga merasakan nyeri di bagian bokongnya.
Namun ia langsung heran karena tidak bisa mengeluarkan suara erangan. Mata
Naruto membesar. Aku tidak bergerak sama
sekali! Ia hanya bisa memandangi Kushina dan Sakura yang saling berdiri
berhadapan. Kaa-sama bisa membunuh Sakura! Dia bukan
tandingannya!
Sakura
mulai pasang badan. Dari bahasa tubuh Kushina ia bisa menebak, wanita itu
sedang menantangnya untuk bertarung. Ia pernah melihat Kushina mengeluarkan
jurusnya. Apa yang harus kulakukan? Lari?
Tapi aku tidak tahu jalan menuju Konoha. Tapi Sakura merasa tadi ia
mengatakan hal yang benar. Karena itu ia akan memperjuangkan pendapatnya. Ia
lalu merasa tubuhnya tiba-tiba melayang. Ia pun menengok ke bawah, kakinya
memang tidak lagi menyentuh tanah. Mata Sakura membesar ketika ia menyadari
bahwa lehernya serasa dicekik. Ia memegangi lehernya.
Kushina
yang ternyata menyebabkannya begitu. Tangannya membentang ke arah Sakura. “Kau
ini sangat percaya diri ya. Wajah lugu yang sok tahu itu membuatku kesal!”
Sakura
ingin berteriak. Namun suaranya tercekat di leher. Ia merasakan sekujur
tubuhnya jadi sakit.
Gawat! Kaa-sama benar-benar
akan membunuh, Sakura! Naruto berusaha menggerakkan tubuhnya. Tapi itu sia-sia
saja. Ia bahkan tidak bisa merasakan getaran di sekujur tubuhnya. Hanya
jantungnya yang berdegup sangat kencang.
Tubuh
Sakura melemah. Ia dapat merasakannya. Sebenarnya
dia memiliki jurus apa? Bagaimana cara kerjanya? Aku benar-benar terdesak! Ia
langsung teringat dengan senjata yang berada di kantong kunainya. Tangan Sakura
perlahan bergerak ke kantong kunai yang diletakkan di pinggulnya. Saat
mendapatkan apa yang ia cari ia langsung melemparkan kedua benda itu ke arah
Kushina.
BOOM!
Seketika
lokasi itu itu dipenuhi dengan asap. Sakura terjun bebas ke tanah dan
terbatuk-batuk. “Aku bisa lolos,” ujarnya seraya terengah-engah. Ia menggunakan
kesempatan ini untuk bersembunyi di balik pohon. “Kushina-san spesialis bertarung jarak jauh ya? Itu artinya gaya bertarungku
bertolak-belakang dengannya.” Sakura melirik ke sekitarnya. “Jurus yang
mengerikan. Dia mencekikku tanpa menyentuh leherku sama sekali.” Mata Sakura
membesar ketika merasakan ada bahaya di punggungnya. Ia pun melompat ke pohon
di sebelahnya, dan benar saja pohon tadi langsung terbelah dua.
Sakura
melihatnya dengan ekspresi ngeri. “Bisa-bisa tubuhku jadi seperti pohon itu.”
Kini ia berdiri di dahan pepohonan yang cukup tinggi.
“Kau tidak
punya tempat untuk bersembunyi, Gadis Manis. Aku sudah tahu di mana kau berada
sekarang.” Kushina memperhatikan pohon di mana Sakura berada.
“Ugh, aku
dipermainkannya.” Sakura menggigit bibirnya. Ia melirik Naruto yang terduduk
jauh di seberang. “Kenapa si Bodoh itu malah duduk asyik di sana? Bantu aku
kek!” Ia buru-buru lompat ke dahan pohon sebelahnya saat melihat ada cahaya
kilat yang menyilaukan mata. Namun terlambat, Sakura jatuh terduduk di tanah
ketika dahan itu roboh. Saat dahan itu akan menimpa dirinya, Sakura berguling
untuk menghindar. Ia kini berlutut untuk melihat keadaan sekitar. Matanya
langsung membelalak.
“Pohon-pohonnya
hilang?” Sakura tidak punya tempat untuk bersembunyi lagi. Sekarang ia berdiri
di tanah lapang. Pepohonan jauh berada ratusan meter di belakangnya. Ia harus
memancing Kushina ke sana untuk melancarkan strategi.
“Kau
benar-benar murid Tsunade-sama?”
Kushina memandangi Sakura dengan tatapan meremehkan.
Sakura
jadi berang. Ia memang paling tidak senang diremehkan. “Kalau begitu langsung
serang saja!” Ia menendang permukaan tanah hingga terbelah sampai ke dalamnya.
Kushina
dengan santai melompat agar terhindar masuk ke lubang yang diciptakan serangan
Sakura. “Wah, ternyata dia punya kekuatan persis Tsunade-sama.”
“Rasakan
ini! Tsutenkyaku!” Sakura mengarahkan
tendangan dahsyatnya pada Kushina.
Kushina
sengaja tidak menghindarinya. Ia tersenyum lebar. “Jangan meremehkan aku, Gadis
Manis.” Tangan kanannya mengeluarkan cahaya kemerahan. Ia mengarahkan tangan
itu tepat ke Sakura. Membuat Sakura terpental dengan kecepatan tinggi ke tanah
hingga membuat lubang yang cukup besar.
Naruto
yang melihatnya pun semakin panik. Wajahnya kini dibanjiri peluh. Kaa-samaaaa! Kenapa kau jadi tega begituuu?!
Tapi ia masih tidak bisa bergerak.
Sakura
merasa tulang rusuknya ada yang patah. Ia langsung mengaktifkan jurus
penyembuhan di dalam tubuhnya. “Ugh, sebenarnya ini sia-sia saja digunakan saat
aku masih bertarung. Apa boleh buat, aku tidak bisa bertarung dengan rusuk
patah.” Ia buru-buru bangkit. Wajahnya menengadah ke Kushina. Kini asap yang
mengitari mereka perlahan menghilang.
“Ternyata
masih bisa bertahan ya? Padahal siapa saja yang terkena pukulanku tadi tidak bisa
bergerak sampai seharian lho.” Kushina mulai menyombongkan diri.
Kedua
tangan Sakura mengepal. Ia benar-benar tersudut. Kushina adalah tipe petarung
jarak jauh, tapi saat ada kesempatan menyerangnya di jarak dekat hal itu tetap
saja sulit dilakukan. “Aku tak mengerti jurus apa yang dia miliki. Tapi sejauh
mana ia bisa menyerang?”
Sakura langsung
menyadari sesuatu. Ia langsung melompat beberapa kali ke belakang sembari
mempersiapkan kunainya di tangan. Ia sudah memikirkan rencana yang matang di
otaknya. Ini akan ia lakukan dengan cepat karena cukup berisiko. Mungkin saja
ia bisa terluka parah atau mati karenanya. “ Lagi pula chakraku tinggal
sedikit.”
Kushina
mendekati Sakura dengan sunshin no jutsu.
Matanya kemudian kembali memerah, begitu juga dengan tangan kanannya.
Sakura
sudah menyadarinya, Kushina akan mengeluarkan jurus andalannya lagi. Tapi kini
ia tidak akan menghindar. Sakura melesat cepat ke arah Kushina. Ia ingin
menyerang Kushina lebih dulu.
Namun
Kushina sudah mengarahkan telapak tangannya ke Sakura.
Sakura
kembali terpental jauh. Tapi dirinya langsung menghilang.
Kushina
terbelalak. “Kagebunshin?” Ia lalu
merasakan kehadiran lain di sebelah kanannya. Ternyata di sana ada Sakura yang
siap menghantamnya dengan tinju dahsyatnya. Kushina tersenyum. “Lambat!” Ia menarik tangan Sakura dan
membanting tubuh Sakura ke samping.
“Rasakan
ini!”
Kushina
menyadari jika Sakura yang baru saja dikalahkannya adalah kagebunshin juga. Sekarang yang asli, sedang menyerangnya dari
atas. “Ck, aku benar-benar dibuat terdesak.” Ia melakukan kayang sampai hampir
menyentuh tanah. Ia lantas mengarahkan telapak tangannya ke Sakura.
Sakura
terpental ke langit. “Sial! Kenapa ini harus terjadi lagi?” Dadanya terasa
terbakar. Tapi ia tidak punya kesempatan untuk mengobatinya lagi. Ia lalu
melempar kunai ke arah Kushina.
Kushina
tampak kaget ketika kunai itu bedekatan dengannya, langsung berubah menjadi
Sakura.
“Aku tidak
akan kalah!”pekik Sakura mempersiapkan tinjunya.
Kushina
yang awalnya panik jadi terkekeh-kekeh. “Kau sangat percaya diri di pertarungan
jarak dekat ya? Tapi aku sebenarnya aku juga bisa melakukan pertarungan jarak
dekat.” Kushina lalu menahan tinju Sakura dengan tangannya. Tangan Sakura
dipelintirnya ke kanan hingga Sakura berteriak kesakitan.
Namun
Sakura tidak menyerah. Tangan kirinya siap melakukan tinju yang sama. Hanya
saja tangan kiri Kushina sedang bebas. Ia membawa tanga kiri Sakura meninju
wajah Sakura sendiri. Kemudian dengan jurus anehnya itu, ia membawa Sakura
kembali terpental ke udara.
Sakura
merasakan dirinya yang melayang bebas di udara. Ia semakin ngeri saat menyadari
Kushina yang tiba-tiba berada di atasnya.
“Aku kirim
kau ke bawah ya!” Kushina tergelak-gelak. Ia memutar tubuhnya, lalu menendang
punggung Sakura dengan kekuatan penuh.
Sakura
memekik. Ia meluncur bebas ke atas tanah tanpa bisa melawan.
Naruto
yang mendengar debuman keras sampai ingin pingsan saja. Ia melihat sesuatu yang
misterius meluncur dari langit. Sesaat kemudian ia bisa melihat dengan jelas
ibunya berada di sana. Pertarungannya
sudah selesai? Di mana, Sakura? Dia baik-baik saja, kan?
Sakura
tengkurap di tanah. Kini ia sudah tidak bisa bergerak. Merasakan tubuhnya saja
tidak bisa. Tulang punggungku juga patah!
Ia memperhatikan Kushina yang berdiri di depannya. Ia geram sekali karena
tidak bisa melukai Kushina sedikit pun. Menggunakan kagebunshin cukup menguras chakranya yang tidak terlalu banyak. Ia
juga sudah tidak bisa mengobati tubuhnya sendiri.
Kushina
mengembuskan napas. “Kau kemari untuk membawa Naruto kembali ke Konoha? Kuberi
tahu saja, apa yang kau lakukan itu percuma.”
Dahi
Sakura mengerut. Ia cukup terkejut melihat wajah serius Kushina.
“Kau sudah
melihat wajah asliku dan Naruto. Kau tahu apa artinya? Kalian dan kami itu
berbeda.”
Apa maksudnya?
“Karena
itu takdir kalian juga berbeda.” Kushina lalu mengarahkan tangannya ke arah
Sakura. Matanya yang merah kembali
bercahaya.
Sakura
memperhatikan tangan Kushina membentuk beberapa segel. Tubuhnya tiba-tiba jadi
gemetaran. Aura ingin membunuh Kushina begitu terasa.
Naruto
yang masih tak berdaya di tempatnya melihat adegan itu dengan penuh kengerian,
Wajahnya berubah berang. Ia tidak mengerti mengapa ibunya jadi sesangar itu. Sialan! Sialan! Kenapa aku tidak bisa
melepaskan mantranya?! Mata Naruto membesar ketika dilihatnya dari tangan
Kushina terbentuk panah berwarna merah. Ia tentu saja tahu apa itu. Jurus
andalan Kushina yang dijamin langsung menewaskan orang yang dibidiknya. Ia
semakin berusaha untuk melepaskan diri dari mantra yang mengikatnya.
“Kau tahu?
Aku tidak ragu membunuh siapa saja yang berniat mengacaukan rencana besar Klan
Uzumaki. Kau tidak mengerti apa yang kami pikul. Jadi, kau tidak berhak
mengganggu!” Kushina lantas melepaskan panahnya ke arah Sakura.
Sakura
menutup matanya rapat-rapat.
Saat itu
pula melesat dengan cepat sebuah cahaya ke arah Sakura. Seperti berlomba dengan
anak panah yang meluncur cepat ke sana juga. Kemudian cahaya itu menjadi
benteng Sakura.
Naruto
yang masih melihat dari kejauhan langsung merinding ketika tabrakan antara
cahaya dan anak panah itu membuat sekitarnya begitu silau. Ia jadi ingin tahu
apa yang sedang terjadi di sana.
Sakura
membuka satu matanya. Ia merasa dunianya sedang berputar. “Aku sudah berada di
tempat lain?” Matanya membelalak ketika keduanya membuka. “A-aku masih di
sini?” Ia lalu memperhatikan seseorang yang ternyata berdiri di depannya. Ia
tidak bisa melihat rupa orang itu sehingga ia tidak mengetahui siapa dia.
Kushina
melihat dia yang melindungi Sakura dengan satu alis terangkat. “Heeh, akhirnya
datang juga ya.”
“Kau
keterlaluan, Kushina. Lepaskan Sakura.”
Kushina
mengangkat kedua bahunya. Ia tersenyum selebar-lebarnya. “Harusnya kau datang
dari tadi.”
Dia yang
misterius itu mengeluarkan decak kesal di mulutnya. “Haah, aku tidak menerika
komentarmu. Cepat berikan anting itu padanya.”
Sakura
tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
Sementara
Naruto hanya melihat sosok itu dengan mata membesar. Ia bisa mengetahui siapa
sosok itu dari ciri khasnya yang sering menyerupai seseorang yang akan
mengemban kekuatannya. Tentu saja sosok itu berwajah seperti Sakura. Earendell? Tiba-tiba mata Naruto
berkaca-kaca. Ia memasang wajah sedih. Kenapa?
Kenapa harus dia?
Siapa dia? Sakura menyadari jika seseorang di depannya ini sedang
melihat ke arahnya tanpa membalikkan badan. Ia langsung terkejut ketika melihat
wajahnya. “Eh?”
“Cih, kau
membuatnya sampai babak-belur seperti ini!”
Kushina terbahak-bahak.
Tampak puas dengan apa yang telah ia lakukan pada Sakura. “Nanti juga dia bisa
menyembuhkan dirinya sendiri. Kau juga bisa menyembuhkannya, bukan?”
Sosok yang
mirip dengan Sakura itu menatap Kushina dengan sangar. Ia membalikkan badannya
untuk berhadapan dengan Sakura. Ia lantas berjongkok, matanya tidak lepas dari
Sakura. Senyuman lantas melebar di bibirnya. “Kau benar-benar mirip dengan
Putri Bintang Utara.” Jari telunjuknya menyentuh dahi Sakura. Lantas muncul
pola bunga sakura di dahi ninja berambut pink itu. Ia lalu menghilang dalam
sekejap.
Meninggalkan
Sakura yang masih sulit mengerti apa yang sebenarnya tengah terjadi. Tapi ia
langsung merasakan energi yang tersebar ke seluruh tubuhnya. Sakit di
punggungnya sudah tidak terasa. Maka ia mencoba bangkit perlahan. Kedua tumit
kakinya masih menyentuh tanah. Ia menatap Kushina dengan waswas, sangat
memungkinkan jika wanita itu akan menyerangnya lagi.
Kushina
lalu merasakan anting berbentuk mawarnya lepas dari telinganya. Tangannya lalu
meraih kedua anting berbentuk mawar yang ternyata telah menghitam itu di kedua
telapak tangannya. Ia pun mendekat ke arah Sakura. Ketika tepat berada di depan
Sakura, Kushina menunduk. Ia kemudian meraih tangan kanan Sakura.
Sakura
sendiri hanya diam ketika melihat perubahan sikap Kushina. Ia lalu menyadari Kushina
meletakkan sesuatu di tangannya. Ia kaget ketika Kushina mengepalkan tangannya.
Saat itu pula ia langsung dikelilingi cahaya kemerahan yang bercampur dengan
pink. Matanya membesar saat melihat Kushina yang mengenakan pakaian seorang
putri miko serba merah.
Kushina
menggunakan penutup kepala yang di kiri dan kanannya terdapat perhiasan emas
berbentuk mawar. Daripada seorang petarung, menggunakan baju ini membuatnya
jadi seorang putri sungguhan.
Cantiknya, puji Sakura dalam hatinya.
Kushina
tersenyum. “Karena ini adalah hal yang spesial, aku wajib menggunakan baju ini. Coba kau buka telapak tanganmu.”
Sakura
bingung melihat anting berbentuk bunga sakura di tangannya. “I-ini?”
“Cocok
dengan namamu ya,” senyuman Kushina semakin melebar.
“Sebenarnya
ini apa?”
“Anggap
saja sebagai hiburan karena kau tidak bisa menang dariku.” Kushina malah
terbahak-bahak.
Dahi
Sakura mengerut, tapi ia menerima pernyataan Kushina itu dengan setengah rela.
“Cukup masuk akal.”
“Kau
gunakan anting itu ya. Semoga dia bisa menerangimu saat kau berada dalam
kegelapan sekalipun.”
Kushina
lantas berdiri. Bersamaan dengan itu cahaya mengitarinya dengan Sakura sudah
menghilang. Ia pun mengenakan pakaian semula. “Aku harus bertemu dengan Ada. Dia pasti sedang menunggu. Kalau
kau ingin bermalam di sini boleh saja. Tapi jika kau ingin pulang, Naruto ada
di sana,” tunjuk Kushina ke arah Naruto yang ternyata sudah berdiri beberapa
meter dari mereka. Tadinya ia ingin meminta anaknya itu mengantar Sakura ke
Konoha. “Wah, ternyata kau sudah bisa melepaskan manteranya ya.”
Mata
Naruto menyipit. Ia menggeram kesal. “Nadiku nyaris putus saat melakukannya
tahu.”
Kushina
hanya tertawa melihat penderitaan Naruto. Ia lalu terdiam saat menyadari Naruto
dan Sakura saling tatap dengan ekspresi wajah seseorang yang memiliki banyak
beban. Ia pun mengembuskan napas. “Aku akan meninggalkan kalian berdua.
Baik-baik ya.” Ia lalu melangkah santai menuju Rumah Besar Uzumakigakure.
Naruto
menatap punggung ibunya yang semakin jauh meninggalkannya. Ia lalu menatap
kakinya sendiri. “Anting itu adalah bintang kesayanganku,” ujar Naruto pada
akhirnya.
“Bintang?”
Naruto
melihat langit di atasnya. “Namanya Earendell. Kau cuma bisa melihatnya setahun
sekali. Menurut legenda, Klan Uzumaki diciptakan dari bintang itu.”
“Oh,”
Sakura berusaha untuk paham. Meski hal yang diceritakan Naruto ini tidak mampu
ia terka sepenuhnya.
“Earendell
sangat pintar dalam genjutsu dan
pengobatan. Dia akan membantumu di peperangan nanti,” jelas Naruto lagi.
“Dan kau
mengira, kau akan tewas di peperangan itu?” Sakura langsung memberikan
pertanyaan yang mengganggu pikirannya.
Naruto
menatap Sakura. Ia berusaha mengendalikan diri untuk tidak terkejut.
“Kau tahu,
Naruto? Bukan hanya kau. Aku, Sasuke, Hinata, dan semua shinobi yang ikut di
peperangan itu punya kesempatan hidup yang kecil. Mereka pasti punya pikiran
yang sama denganmu. Lebih memilih mati demi terselesainya misi, daripada tetap
hidup, tapi membiarkan kejahatan tetap bersarang di Konoha.”
Mata
Naruto membesar. Apalagi ketika Sakura kini mendekatinya. Ia menatap Sakura
yang tersenyum penuh dengan ketulusan kepadanya. “Karena itu aku akan bertarung
bersamamu.”
Sakura
langsung berbalik dan berjalan menjauhi Naruto. Tapi setelah beberapa langkah,
ia kembali menghadap ke Naruto. “Kau tak perlu mengantarku ke Konoha, Naruto.
Kau tinggal membuka pintunya saja untukku.”
Naruto pun
segera menuruti permintaan Sakura. Ia membentuk dua segel di tangan. Lalu
mengarahkan telapak tangannya ke arah Sakura. Di dekat Sakura pun muncul sebuah
portal.
“Sampai
jumpa, Naruto!” Sakura melambaikan tangan pada Naruto. Meski Naruto tidak
membalasnya, ia tidak terganggu dengan hal itu. Ia lalu masuk ke dalam portal.
Kemudian menghilang bersamaan dengan menghilangnya portal itu.
“Jadi kau
ingin mati bersamaku, Sakura? Kau membuat dua pilihan sulit untukku. Kenapa kau
bisa sekejam itu?” Naruto hanya bisa melihat lokasi di mana Sakura menghilang
dengan pedih di dada.
.
.
Suzaku
membawa Sasuke ke Lembah Api yang letaknya di bagian paling selatan
Uzumakigakure. Ia membentangkan sayapnya.
Sasuke
yang tadinya diselimuti oleh kedua sayap itu kini tengah berdiri dengan mata
terpejam. Ia lantas membuka matanya perlahan. Matanya mengedip beberapa kali.
Ia bahkan menguceknya. “Aku bisa melihat kembali?”
“Begitulah.
Sasuke-sama tahu kan aku memiliki
jarak pandang mata yang tajam dan luas?”
Sasuke
cukup terkejut mendengar suara di dekatnya. Ia menoleh pada Suzaku yang
ternyata tengah membelakanginya.
“Aku sudah
membagikan sebagian kekuatanku pada Anda, jadi wajar saja Anda bisa sembuh
dalam sekejap.”
“Terima
kasih,” ujar Sasuke dengan senyuman tipis. Ia lalu melihat pemandangan
sekitarnya. Kakinya lantas mendekati bibir tebing. Di bawah jurang sana hanya
ada lautan api. Ketika ia menoleh ke kanan, Sasuke dapat melihat dengan jelas
sebuah gunung tinggi yang mengeluarkan sebuah asap. Di sekitar Sasuke terdapat
bebatuan berwarna merah yang begitu mulus. Beberapa meter di depannya terdapat
pintu masuk ke sebuah kuil. “Jadi, di sana nanti aku tinggal?”
“Hah?”
Suzaku tidak mengerti apa yang Sasuke bicarakan.
“Kushina-san bilang aku memiliki tugas menjaga
Uzumakigakure setelah perang besar nanti.”
Suzaku
geleng-geleng kepala. “Wanita satu itu memang terlalu berlebihan, tapi masuk
akal juga. Sebenarnya hal itu tidak wajib Anda lakukan Sasuke-sama karena Kushina-sama hanya menawarkan tempat tinggal. Setelah perang usai,
Uzumakigakure akan disegel penuh. Tidak ada orang luar yang bisa memasukinya
lagi.”
Sasuke
tampak berpikir. Ia memandangi kakinya sendiri. “Ya, aku memang tidak diterima
di Konoha. Meski ada Naruto, Sakura, dan yang lainnya, seluruh Konoha, ah,
bahkan seluruh dunia ini tidak mau menerimaku.”
“Tapi
pilihan tetap ada di tangan Anda. Yang jelas Uzumakigakure hanya akan
ditinggali oleh kami dan bijuu. Anda
pasti akan kebosanan setiap hari berinteraksi dengan kami.”
Sasuke
tersenyum tipis. Namun tiba-tiba ia mendapatkan firasat buruk. Ia langsung
cemas setengah mati. Ia berputar. Melihat ke sana-kemari. Ia juga tidak mengerti
kenapa bisa kepikiran seperti ini. “Suzaku, aku ingin kembali ke Konoha.”
Suzaku
terang saja keheranan. “Ada apa memangnya?”
“Ada yang
memintaku untuk datang menolongnya.”
.
.
Hiashi
meminum teh yang baru saja disuguhkan oleh pelayannya. “Apa Hinata sudah
kembali?” tanyanya kemudian.
“Setahu
saya belum, Tuan.”
Hiashi
terang saja merasa ada yang tidak beres. “Aneh, harusnya dia sudah pulang sejak
satu jam yang lalu.” Mata Hiashi lalu menyadari perilaku pelayannya yang aneh.
Bibir pelayannya itu bergetar seperti orang ketakutan. “Ada yang ingin kau
sampaikan, Mina?”
Mina
menggeleng. Ia membungkuk, sebelum angkat kaki dengan cepat dari sana. Tepat di
saat kepergian Mina. Para tetua Klan Hyuuga masuk ke dalam ruang pertemuan Klan
Hyuuga itu.
“Kebetulan
kau ada di sini, Hiashi. Ada yang ingin aku bicarakan.”
Hiashi
melihat ada sekitar 6 tetua di sana. Mereka umurnya lebih tua dari Hiashi,
namun sudah mengabdi pada Klan Hyuuga puluhan tahun lamanya sehingga Hiashi
menjadikan mereka sebagai penasihat. Para penasihat itu selalu beranggapan
mereka paling tahu apa yang terbaik untuk Klan Hyuuga, meskipun pendapat mereka
sering juga tidak diikuti oleh Hiashi.
“Silakan.”
“Ini
menyangkut masa depan Klan Hyuuga. Kau sangat peduli dengan klan ini, kan?”
Hiashi mengerutkan
dahinya saat mendengar pertanyaan itu. “Tentu saja. Aku terlahir sebagai
anggota Klan Hyuuga, bagaimana bisa aku tidak peduli dengan leluhurku? Itu
sudah menjadi bagian dari darahku.”
Tetua yang
berbicara pada Hiashi itu kini mondar-mandir di depan Hiashi. “Klan ini sejak
awal terbentuk selalu menerima cobaan yang berat. Kau masih ingat dengan nenek
moyang kita dulu, yang menikah dengan si iblis gagak? Sejak saat itu kita jadi
paham, begitu banyak orang yang ingin memiliki kekuatan Klan Hyuuga. Tapi meski
kita sudah paham, kita selalu saja kecolongan. Ini terbukti dengan tragedi yang
menimpa Hikari-sama puluhan tahun
yang lalu.”
Mata
Hiashi menikam tajam, seolah sudah tahu arah pertanyaan ini akan ke mana.
“Kenapa
kau menatapku seperti itu, Hiashi? Apa kau tidak paham betapa seriusnya masalah
ini?”
Ekspresi
Hiashi berubah sangar. Ia berdiri. “Di mana Hinata?”
Tetua itu
mundur selangkah. “Kau terlalu naif. Membiarkan mereka berdekatan. Kau pikir
para tetua tidak mengetahui hal ini?”
“Di mana
Hinata?!” Suara Hiashi semakin meninggi. “Byakugan!”
Hiashi mencari Hinata di seluruh bagian rumah Klan Hyuuga. Akhirnya ia
menemukannya. Matanya membesar ketika melihat keadaan Hinata di sana. “Apa yang
kau lakukan padanya?!” Hiashi hendak mengeluarkan jurus andalannya, tapi di
saat itu pula ia merasakan badannya mati rasa. Ia langsung tersungkur ke tanah.
“Ke-keparat.” Teh yang diminumnya tadi ternyata sudah diracun.
“Maafkan
aku, Hiashi. Tapi inilah yang terbaik untuk Klan Hyuuga. Tidak masalah kita
kehilangan satu anggota utama. Berterima kasihlah padaku karena kau kuberikan
kesempatan hidup. Racun itu hanya akan melumpuhkanmu seharian.” Para tetua itu
langsung meninggalkan ruang pertemuan.
Hiashi
sekuat tenaga berdiri, tapi hal itu sia-sia saja ia lakukan. “Ha-hanabi.”
Suaranya hilang, ia bahkan tidak mampu memanggil putri bungsunya.
Klan
Hyuuga sejak dulu selalu berserah pada takdir. Tapi apakah seperti ini takdir
yang dialami oleh Hinata? Hiashi sangat ingin menggantikan posisi Hinata, tapi
takdir memaksanya tak berdaya. Takdir memaksanya menerima peristiwa mengerikan
ini.
Bersambung….
Wrote by PrettyAngelia