Naruto © Masashi
Kishimoto
Warning:
Rated T. AU. Romance. Naruto/Sakura. For Event SUGAR-E 13.
Happy NaruSaku Fanday :D
Setelah
sekian lama akhirnya nulis fic lagi :D. Sebelumnya saya mau menjelaskan judul fic ini, AUFKLÄRUNG = MASA PENCERAHAN, itu sih intinya hehe.
Membuka malu, sekumpulan awan yang
menutup surya,
Tak lagi bersembunyi dalam duka yang
percuma,
Hujan tersingkir menguap tertelan
hangat sempurna,
Karena
silau telah menjanjikan cerita senada merah muda.
Apakah
kamu pernah mengalami kejadian ini? Pada saat kamu lahir, kamu tidak mengetahui
siapa orangtuamu. Kamu sendirian dan kamu berada dalam kegelapan. Aku yakin
kamu tidak pernah merasakannya. Jadi bersyukurlah karena kamu sangat beruntung
karena saat ini aku sedang mengalaminya.
Untuk
apa aku hidup? … Untuk apa aku diciptakan? Hal yang sering aku tanya-tanyakan
pada diriku sendiri (karena memang tidak bisa ada yang aku tanyai).
Namun,
suatu hari … pada hari dimana langit merona biru bak lautan yang tak memiliki
kehidupan lain selain air. Pada pergantian pagi yang semua insan di bumi
menyambutnya dengan riang; datang seorang makhluk yang berkali-kali lipat lebih
besar dibandingkan aku … dibandingkan dengan para serangga-serangga brengsek
yang sering jahil padaku. Mereka hanya bertengger saja di kepalaku, sedangkan memanfaatkanku
saja tidak. Mungkin karena aku tidak cantik, atau … aku memang tidak cantik
(sampai-sampai aku menyebutnya dua kali karena saking merasa buruk rupanya)
Aku
sendirian….
Aku
tidak tahu untuk apa aku diciptakan di dunia ini….
Aku
selalu berada dalam kegelapan malam, walau saat itu matahari sedang menerpaku.
Dan
sebenarnya aku tak menyukai keadaanku ini.
Aku
terheran-heran melihat sosoknya; si makhluk besar itu. Dia memiliki tubuh yang
menurutku indah. Matanya berwarna hijau; seperti pucuk-pucuk daun yang disirami
sinar mentari pagi. Lalu ia memiliki rambut yang warnanya seperti bunga sakura
yang bermekaran di musim semi; terlalu ngejreng,
sih. Namun, entah mengapa aku senang melihatnya yang rupawan itu.
“Cantik.
Saya ambil yang ini.”
“Anda
yakin, Nyonya? Dia tidak terlalu segar.”
“Kalau
memang menurut Anda begitu; mengapa Anda menjualnya? Saya baru melihat ada
penjual yang tidak mau barang dagangannya dibeli.”
“Bukan
begitu, Nyonya, tetapi—”
“Ya
… tidak usah dipermasalahkan. Saya menginginkan yang ini. Titik.”
“Mengapa
Anda begitu tertarik padanya? Dia sama sekali tidak indah, dia barang dagangan
saya yang gagal. Saya akan membuangnya besok kalau dia masih saja layu. Padahal
masih banyak yang bagus daripada—”
“Anda
tidak perlu khawatir soal harga yang akan turun karena dagangan Anda tidak
indah. Saya yang akan mengindahkannya. Ini….”
Kudengar
pemilikku dan perempuan berambut merah jambu itu berdebat. Sampai pada akhirnya
aku berpindah tangan pada perempuan itu. Dan dia keluar dari kediaman tuanku;
begitu juga aku. Aku tak berontak, malah riang.
Dalam
pikiranku terngiang-ngiang kata-katanya barusan. Saya akan mengindahkannya….
Benarkah demikian? Benarkah ada yang
sudi menjadikanku indah? Dan apa tujuannya berbuat demikian?
Waktu
bergulir, dan tiba-tiba saja aku berada di tempat asing yang tidak aku tahu di
mana itu. Dari sini terlihat gunung yang menjulang—yang nyaris menciumi langit.
Ujung kerucutnya berwarna putih. Tapi, di sini tempatnya tak kalah indah dengan
gunung tersebut. Aku berada di hamparan hijau rerumputan yang berdekatan dengan
kanal.
Perempuan
itu pergi, kemudian tak lama ia kembali membawa sebuah sekop dan membenamkanku
dengan cermat pada tanah di bawahnya. Ia lalu memberikanku pupuk, dan
mengairiku dengan air yang jernih tanpa kotoran. Setelahnya ia pun beranjak
pergi.
“Aku
akan kembali minggu depan. Jadilah bunga yang cantik, agar dia bisa kembali
padaku. Terlalu lama ia terperangkap dalam kegelapan,” ujar perempuan itu
seraya tertawa getir. Ia pun berpaling dan meninggalkanku sendiri. Dan ia
mengerjakan apa yang ia katakan. Minggu-minggu berikutnya ia datang melakukan
hal yang sama. Ia merawatku dengan telaten. Dan ia mengatakan hal yang sama
pula, yaitu: jadilah bunga yang cantik,
agar dia bisa kembali padaku.
Yang
aku tidak mengerti, dia mana yang ia
maksud?
Dan
pertanyaanku itu terjawab di bulan ke delapan sejak aku ditanam oleh perempuan
itu. Aku kini benar-benar menjadi bunga mawar yang rupawan. Hal itu karena ia
telaten merawatku. Aku tentu saja senang karena kupu-kupu paling cantik di sana
pun mau berlama-lama bertengger di kelopakku.
Kemudian
perempuan itu datang mendekati kanal. Dia tidak sendirian. Dia datang bersama
seorang laki-laki. Laki-laki itu rambutnya berwarna kuning. Wajahnya membiaskan
raut linglung. “Ini di mana?” tanyanya pada si perempuan.
Si
perempuan menghadapinya dengan muka sedih, namun kemudian ia tersenyum. “Ikuti
aku, Naruto.” Ia menggiring laki-laki bernama Naruto itu untuk menghampiriku
yang kini tingginya selutut si perempuan itu. “Ini adalah tempat di mana kau
melamarku dulu, dengan mawar yang kautanam di sini. Kau ingat?”
Naruto
menjawabnya dengan gelengan kepala; air mukanya masih memancarkan kebingungan.
Perempuan berambut merah jambu itu kulihat menahan tangis dengan membuang wajah
ke sembarang arah. Hingga ia kembali menatap Naruto, ia dekatkan wajahnya
hingga berjarak sepuluh ceintimeter. “Namun, hanya satu mawar saja yang tumbuh
dari beberapa bibit mawar yang kautanam. Mawar itu sekarang ada di rumahku,
yang ini … aku telah siapkan untuk mendampinginya. Seperti aku yang selalu
ingin berada di sampingmu. Pasti ada yang bisa kau ingat, kan, Naruto? Aku
mohon….”
Aku
sekarang mengerti apa yang perempuan itu inginkan dariku. Ia ingin aku
membantunya untuk mengembalikan ingatan tunangannya bernama Naruto. Aku
perhatikan Naruto memandangiku dengan saksama. Ia membelaiku dari ujung
mahkotaku hingga pangkal batangku yang berbatasan dengan tanah. Lama ia
memandangiku sampai aku merasa ganjil.
“Hana…,” sampai satu kata terlontar dari
mulutnya.
“Apa,
Naruto? Apa yang kaukatakan?” Perempuan berambut merah jambu itu berdiri di
sebelah Naruto. Dari wajahnya terbaca sebuah pengharapan.
Naruto
lalu berkata, “Hana….” Perlahan di
bawanya tangannya yang gemetar membelai pipi pucat perempuan itu. Ia tersenyum.
Wajahnya tiba-tiba merekah. “Sakura no Hana….”
Dan
perempuan itu pun menangis tersedu-sedu. Pada saat itu aku pun menyadari hari
sudah berubah cerah. Sehingga bukan gelap lagi yang mengerubungiku. Bukan hujan
kepedihan lagi yang saban hari membuatku layu. Begitu juga dengan perempuan itu
yang akhirnya kutahu bernama Sakura.
Ah,
ternyata aku juga bisa mulia. Karena masa pencerahan yang telah tiba. Aku
mengerti bahwa aku diciptakan tak sia-sia.
The End
Total fic ini tanpa curcolan dan
disclaimer >>> 922 Words
Buat
yang nanya-nanya soal update-an The Time Travel dan Kembalinya Klan Peri Klan
Uzumaki, harap sabar ya. Saya lagi kejar skripsi sama lagi banyak proyek masa
depan di luar sana yang sedang saya ikuti :O.
Ini sebenarnya ending dari fanfic AU
NaruSaku yang baru yang sudah saya buat konsepnya. Tapi, agak ragu buat publish
karena saya masih stres sama skripsi hohoho.
By The Way, HAPPY
NARUSAKU FANDAY!!! PEMIRSAAHH!! :D.
Baiklah,
silakan yang mau komentar.
I
I
V