Fanfic NARUTO Dibuang Sayang: HEART Chapter 8

Heart Chapter 8
Naruto © Masashi Kishimoto
Yousei
NaruSakuSasu. Semi-Canon. Tragedy/Romance. Towards to the adventure in the future.


Sakura sudah kembali ke desa. Tak mau membuang waktu, dia langsung menuju ke rumah sakit Konoha. Kemudian berjalan ia di lorong rumah sakit yang terlihat lengang dari biasanya. Sunyi… Sepi… Hanya ia sendiri yang berada di sana.
Sakura tak mengerti mengapa langkahnya begitu berat. Mungkin karena ia masih kecapaian. Dentuman kakinya ke lantai bergema di penjuru koridor. Tiba-tiba ada suara dentuman lain yang lebih cepat ritmenya. Dari kejauhan Sakura melihat Ino sedang berlari ke arahnya.
“Oi, forehead! Kau sudah kembali rupanya!” teriak Ino yang membungkuk sembari mengatur nafas sesampainya ia di hadapan Sakura. Ia terlihat kelelahan sehabis berlari.
“Berisik, Ino-buta! Ada apa? Kau terlihat senang sekali.”
Kemudian Ino menatap Sakura dengan wajah sumringah. “Kau pasti tidak percaya, Sakura. Sasuke-kun… Sasuke-kun, Sakura.”
“Sasuke-kun? Memangnya ada apa dengannya?”
“Ayo, forehead. Kau harus ikut aku!” ucap Ino sembari menarik tangan Sakura.
“Kita mau ke mana, Ino? Aku harus menjenguk Naruto dulu. Aku mau mengobati kakinya!”
“Kita ke kamar Sasuke-kun dulu, forehead! Ada kejutan untukmu.”
Sakura tak mengerti apa maksud Ino tapi ia tak lagi menggertak. Ia menuruti Ino yang membawanya ke kamar inap biasa.
‘Tu—Tunggu… Harusnya Sasuke-kun berada di ICU. Kenapa Ino mengajakku ke sini?’
Lantas mereka sampai di sebuah ruangan yang pintunya terbuka. Betapa kagetnya Sakura melihat sosok yang duduk di atas ranjang rumah sakit. Ia hidup, matanya membuka tak mengatup seperti kemarin. Ia bernafas, wajahnya terlihat sayu tapi tak sepucat kemarin. Dia yang selalu mengisi relung hatinya, tampak sehat dibandingkan hari terakhir Sakura menjenguknya. Namun Sakura masih sulit untuk percaya.
“Uso… Ba—Bagaimana bisa?”
“Sakura, lihat! Itu Sasuke-kun! Kau tahu? Dua hari yang lalu ada yang mendonorkan jantungnya pada Sasuke-kun. Karena pendonor itu, Sasuke-kun bisa hidup kembali, Sakura. Aku tak percaya ada orang baik yang rela mendonorkan jantungnya untuk Sasuke-kun,” ucap Ino sembari menyeka airmatanya. Ia menangis karena hatinya trenyuh.
Sakura menatap Sasuke lagi. Ia tak menyangka ada seorang dermawan yang rela mendonorkan jantungnya untuk the Uchiha prodigy itu. Berhari-hari yang lalu ia terus mencari orang yang rela mendonorkan jantungnya untuk Sasuke, namun usahanya selalu saja tak membuahkan hasil. Untuk itu hal ini masih seperti delusi baginya. Tapi sesaat, mata emerald-nya berpendar. Melihat Sasuke terjaga saja baginya adalah sebuah anugrah yang tak ternilai. Tanpa pikir panjang lagi ia langsung masuk ke ruangan tersebut. “Sasuke-kun!”
Sasuke, Tsunade, dan Kakashi mengalihkan pandangannya ke ambang pintu. Mereka terlihat kaget dengan kehadiran Sakura di sana.
“Sakura…” ucap Sasuke lirih tanpa ekspresi.
Tangis bahagia jatuh dari mata hijaunya yang berkaca-kaca. Ia langsung menerjang tubuh Sasuke, mendekapkan lelaki itu ke dalam rengkuhannya. Dan siapa disangka Sasuke membalas pelukannya pula.
“Syu—Syukurlah kau telah sadar, Sasuke-kun. A—Aku dan Naruto selalu mengharapkan kesembuhanmu. Syu—Syukurlah…” Sakura menangis terisak-isak. Ia kemudian menatap lelaki bermata onyx itu, menyentuh wajahn pucatnya dengan kedua tangannya yang gemetaran. Benarkah ini Sasuke-kun? Benarkah ini lelaki idamannya itu?
“Kau Sasuke-kun, ‘kan?”
“Hn,” jawab Sasuke seperti biasa. Sakura cukup tahu ucapan khas Sasuke itu. Ia tersenyum sembari memeluk Sasuke lagi. Yang tak diketahui oleh Sakura, dua orang lain yang berada di sana tampak tak menunjukkan kebahagiaannya seperti Sakura.
Cukup lama mereka berpelukan. Lantas kemudian Sakura melepaskan rengkuhannya, dan menyeka airmatanya. Sembari tersenyum ia berkata, “A—Aku akan membawa Naruto ke sini. Dia pasti masih tidur, tapi aku akan membangunkannya. Naruto pasti sangat senang melihatmu telah sadar, Sasuke-kun.” Sakura segera berlari keluar ruangan.
“Tunggu, Sakura!” teriak Kakashi.
Sakura mendengar panggilan dari sensei-nya, tapi tak ia hiraukan. Ia terus berlari hingga tiba di ruangan Naruto dirawat. Sakura langsung membuka pintunya.
“Naruto!”
Senyuman Sakura menjadi lindap ketika dilihatnya tempat tidur Naruto kosong melompong. Sakura melangkah ke dalam, masuk ke kamar mandinya. “Naruto?”
Kosong… Dahi Sakura mengkerut. Ia bertanya-tanya ke mana Naruto pergi, padahal biasanya jam segini Naruto masih tidur. Sakura pun mendekat ke kasur, menyentuh seprainya yang terlihat rapi. “Di—Dingin. Seperti tidak ditempati lama.”
Sakura lalu menyadari bahwa name tag pasien yang biasa di letakkan di pinggir tempat tidur menghilang. “Apa Naruto dipindahkan ke ruangan lain?”
Sakura segera beranjak dari kamar Naruto menuju ke bagian resepsionis. Di sana ada Yuki-senpai yang sedang berjaga.
“Ah, Sakura. Kau sudah kembali rupanya. Ada yang bisa aku bantu?”
“Ya, senpai. Kamar nomor 7, pasien Uzumaki Naruto. Dia dipindahkan ke ruangan mana?”
Senyuman resepsionis itu lipur seketika ketika mendengar nama Naruto. Dia terpaku berdiri menatap Sakura. Membisu, tak dapat mengeluarkan suara.
“Ada apa denganmu, senpai? Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?” Sakura mulai tak sabar. Gelisah, digigitnya bibir. Ia mulai gelisah melihat ekspresi tak mengenakkan senpai-nya.
“Na—Naruto?… Dia… Itu… Ehmm… Bagaimana aku menjelaskannya?”
“Ah, sudahlah, senpai!” Sakura menggerutu kesal. Lebih baik dia kembali ke ruangan Sasuke saja. Shisou-nya pasti tahu di mana Naruto berada.
Lantas sesampainya Sakura di ruangan Sasuke, ia langsung menghampiri Tsunade. “Shisou, barusan aku ke kamar Naruto tapi dia tidak ada. Ke mana dia?”
Tsunade menjelengar karena pertanyaan Sakura. Hokage Kelima itu terlihat menghela nafas sejenak sebelum mengajak Sakura menjauh ke ambang pintu. Tsunade tak mau pembicaraan mereka diketahui oleh Sasuke. Mereka kini saling berhadapan.
Tsunade menarik nafas perlahan agar tenggorokkannya tidak tercekat. Entah apa yang ingin ia katakan, tak biasanya Tsunade terlihat sulit untuk mengeluarkan kata-kata. “Sa—Sakura… Kau tak perlu khawatir tentang Naruto, dia baik-baik saja.”
“Tidak mungkin dia baik-baik saja, shisou. Aku ingat betul luka di kakinya belum sembuh.” Kemudian Sakura tersenyum, “Aku—Aku berhasil menemukan obat untuk kakinya. Naruto bisa sehat kembali, shisou. Lihat!” Sakura menunjukkan botol kecil tempat ia menaruh obatnya. Ia tersenyum bangga, namun senyumannya hilang ketika dilihatnya Tsunade tak menunjukkan reaksi apa-apa.
“Shisou, mengapa wajahmu seperti itu? Kau tak senang aku berhasil menemukan obat untuk Naruto? Sebenarnya aku juga menemukan untuk Sasuke-kun, shisou. Tapi tak kusangka, ada orang yang berbaik hati mendonorkan jantungnya untuk Sasuke-kun.” Sakura lagi-lagi menitikkan airmata bahagia dari mata hijaunya. Ia sangat bersyukur semua kegundahannya selama ini telah lewat begitu saja. Yang penting sekarang adalah menyembuhkan luka Naruto agar ia bisa berjalan kembali.
Tiba-tiba Tsunade mendekat ke arah Sakura dan menyentuh kedua bahunya dengan tangannya. Ia meremas bahu Sakura dengan lembut. “Sakura…”
Mata orange itu terlihat begitu patah, Sakura tak mengerti di saat-saat yang baginya membahagiakan ini, gurunya itu malah memperlihatkan duka.
“Sakura… Aku mohon kau bisa menerimanya.”
Sakura terdiam sesaat. “Me—Menerima apa, Shisou? Sasuke-kun dan Naruto telah lolos dari maut, apalagi yang harus aku khawatirkan? Oh iya, shisou. Shisou tahu di mana Naruto berada? Dia dipindahkan ke ruang mana?”
Tapi yang ditanya malah menunduk. Sakura menyadari butiran airmata sedikit demi sedikit mulai membasahi pipi gurunya.
“Shisou, kenapa menangis? Naruto… Di mana Naruto berada?!”
“Naruto, dia baik-baik saja, Sakura. Dia berada di tempat yang aman, sedang tidur dengan nyenyaknya.”
“Ya, Shisou. Aku tahu jam segini dia masih tidur. Tapi di mana? Kumohon, shisou. Beri tahu aku lebih detail lagi.” Kini Sakura jadi ikut menangis. Ia kesal karena penjelasan gurunya setali tiga uang dengan resepsionis tadi, bertele-tele tak langsung lari ke inti. Terlebih perasaannya kini jadi gundah gulana. Sakura takut sesuatu telah terjadi pada Naruto.
“Naruto… Naruto wa…” Tangisan Tsunade makin menjadi-jadi.
“Kenapa, Shisou? Kenapa dengan Naruto?!” Tanya Sakura lagi dengan penuh emosi. Sakura terlihat berpikir, ia mencoba menelaah apa maksudnya. Mengapa shisou-nya tiba-tiba menangis seperti ini?
Lantas Sakura tercenung. Ia kemudian melihat ke dalam ruangan, dialihkan pandangannya ke wajah Sasuke yang terlihat sedikit pias. Lalu tatapannya turun ke dada kiri Sasuke. Matanya terbuka lebar seketika. Ia menatap kosong gurunya, “Shisou… Siapa—Siapa yang mendonorkan jantungnya untuk Sasuke-kun?” Tanya Sakura pelan. Suaranya lirih bergetar.
Sakura tahu kemarin-kemarin sangat sulit sekali mencari pendonor untuk Sasuke. Lalu tiba-tiba ia temukan Sasuke telah sadar dari komanya. Bagi Sakura ini hanyalah sebuah kenyataan yang sangat sulit diterima oleh akal sehat. Jika ada yang merelakan jantungnya didonorkan untuk Sasuke, siapa orangnya? Siapa orang yang begitu baiknya sehingga ia mau memberikan jantungnya untuk Sasuke? Sakura menebak satu orang yang kemungkinan besar rela melakukan semuanya itu untuk Uchiha Sasuke.
Lagi-lagi Tsunade menunduk, tak berani menatap Sakura. Sakura mundur satu langkah, entah mengapa dia tak ingin mendengar jawaban dari the Slug sannin. Melihat airmuka Tsunade saja, rasa-rasanya ia mau semaput.
“Uso… Uso darou?” Sekujur tubuh Sakura gemetaran. Kakinya terasa lemah menahan berat badannya. Tapi ia paksakan dirinya berlari meninggalkan Tsunade. Sakura tak percaya akan hal ini… Dia benar-benar tidak percaya. Dia harus memastikan bahwa ini semua hanya kebohongan belaka. Orang yang dicarinya menghilang seketika, tak seorang pun memberikan informasi yang jelas di mana Naruto berada. Ia mau memeriksanya di tempat tersebut, walau sebenarnya lubuk hatinya berkata tak ingin Naruto berada di tempat seperti itu.
Sakura berlari ke bangsal mayat yang letaknya di lantai dasar. Nafasnya memburu ketika ia sampai di ambang pintu. Lantas ia melihat sesosok manusia terbaring, seluruh tubuhnya diselimuti dengan kafan putih.
Sakura melihat seisi ruangan. Hanya ada Sai dan Shikamaru di sana. Mereka terlihat sedang memanjatkan do’a dengan khusyuk. Kemudian Sai yang menyadari kehadiran Sakura.
“Sa—Sakura-san… Kau sudah kembali?” ucap Sai pelan. Ia sedikit terkejut dengan kehadiran Sakura di tempat itu. Sakura tak sekali pun menoleh padanya. Mata hijaunya tertuju pada sosok tak bernyawa, yang berada di depannya. Ia menggigil ketika masuk ke dalam, bau dupa menjalar di seluruh bangsal mayat.
Sakura memang belum mengetahui siapa sosok yang sedang tertidur beralaskan kafan itu. Tapi ia tak ingin menanyakannya pada Sai ataupun Shikamaru. Biar saja dia yang memastikannya sendiri.
Sakura kemudian melenggangkan kakinya mendekat ke mayat. Ia melangkah perlahan, perlahan hingga ia berdiri di sampingnya. Sakura mengambil nafas dalam-dalam, terlebih dahulu ia tatap mayat itu dari ujung kepala ke ujung kakinya. Lantas ia singkap perlahan kafan yang menutupi wajah mayat tersebut.
Sakura takut bukan main, tapi entah mengapa tangannya menuntunnya untuk menyingkap kafan. Dengan perlahan ia membukanya, walau tangannya bergetar hebat. Lalu muncul sekelebat rambut berwarna kuning. Tenggorokkannya mengering seketika. Genggaman tangannya pada kain melunak.
Tidak boleh… Dia tidak boleh berburuk sangka. Orang ini bukan seseorang yang Sakura kenal.
Perlahan tampaklah matanya yang mengatup, kemudian hidungnya, lalu pipinya yang memiliki guratan seperti kucing… Kenapa orang ini sangat mirip dengan Naruto?
Sakura mulai menangis lagi. Jantungnya berdegup kencang seperti bunyi tabuh gendering. Lalu tampaklah bibirnya… Hingga terlihat wajah mayat itu seutuhnya. Sakura nyaris jatuh kalau-kalau ia tak menahan tubuhnya ke pinggir ranjang.
“Na—Naruto… Ke—Kenapa?!” Sakura memandang ngeri sosok yang tertidur di depan matanya. Wajah Naruto begitu damai, ia tersenyum seakan ia tak memiliki beban lagi dalam hidupnya. “Kenapa kau tidur di sini, baka? Kau tidak seharusnya tidur di ruangan ini!” Sakura mulai panik, ia hendak mendorong keluar ranjang Naruto dari bangsal mayat. Mengembalikannya ke kamar yang sejak kemarin ia tempati. Sakura ingin mengganti kafan itu dengan selimut biasa.
“Chotto matte, Sakura!” teriak Shikamaru. Tapi terlambat. Sakura kadung membuka kafan hingga bagian dada Naruto. Sejurus mata emerald-nya melebar, Sakura menutup mulutnya dengan tangan, ia merasakan aliran darahnya berhenti karena pemandangan yang dilihatnya. Airmata yang jatuh kini semakin deras mengalir melewati pipi putihnya yang memerah. Sakura menggermang saat melihat goresan bekas sayatan pisau yang cukup panjang di bagian dada kiri Naruto. Ia nyaris tak bisa bernafas, kemudian ia lenguhkan nama Naruto untuk mengeluarkan segala duka nestapanya.
“NARUTO!” Sakura terbangun dari mimpinya. Keringat dingin menjalar ke seluruh tubuh, ia duduk meringkuk sembari menyentuh kepala dengan kedua tangannya. Tersadar ia masih berada di laboratorium tempatnya berkesperimen kemarin. “Yu—Yume?”
Mimpi tadi terasa begitu nyata baginya. Sakura menunduk sembari menangis tersedu-sedu. Belum pernah ia bermimpi seburuk itu dalam hidupnya. Ia terlihat linglung melihat ke sana ke mari.
“Kenapa—Kenapa aku bermimpi seperti itu?” ungkapnya sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Na—Naruto, kenapa dia sampai melakukan itu?” Tanya Sakura pada dirinya sendiri. Kepalanya terasa pening, rupanya sinar mentari pagi telah masuk dari celah jendela yang ditutup gorden. Sakura langsung melirik ke arah jam dinding di seberang tempat tidur. Tepat pukul 6. “Aku harus kembali ke desa sekarang!”
Tanpa pikir panjang Sakura segera membereskan ranselnya, dan memasukkan obat yang diraciknya kemarin ke dalam. Ia pun mengambil langkah seribu agar cepat sampai ke desa.

0o0o0o0o0

Pikiran Sakura jadi tak menentu. Ia tak mau percaya dengan mimpinya tadi, ia tak ingin hal itu terjadi dalam hidupnya. Sakura menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan untuk menghilangkan pikiran buruk tersebut.
“Naruto… Tidak mungkin senekat itu… Ya, dia tak mungkin senekat itu. Dia masih memiliki cita-cita untuk menjadi Hokage,” ucap Sakura menghibur diri. Ia menghela nafas dalam-dalam. Pandangannya tertuju lurus ke depan, ia menambah kecepatannya agar bisa cepat sampai ke desa. Sakura merasa ada yang aneh dengan hutan yang dilewatinya.
“Kenapa ada beberapa Anbu pengintai di sini?”
Akhirnya setelah satu jam perjalanan dia sampai ke gerbang desa.
Sakura memperhatikan gerbang desa yang masih tertutup rapat. “Aneh, seharusnya jam segini gerbang telah dibuka. Mengapa mereka menutupnya?”
“Sakura ka?”
Sakura menengadah ke atas gerbang. Ada yang memanggilnya. Rupanya itu Kotetsu. “Ohayou, Kotetsu-san.”
“Ohayou,” balas Kotetsu. Ia langsung turun ke bawah membukakan pintu gerbang untuk Sakura.
Sakura pun masuk ke desa. “Ko—Kotetsu-san, kenapa pintu gerbang desa ditutup? Dan tadi aku lihat beberapa Anbu menjaga di luar desa. Apa yang sedang terjadi?”
Kotetsu mengerenyitkan dahinya. Ia menunduk sejenak, lalu menatap Sakura lagi. “Tadi malam Akatsuki menyerang desa. Dia memang tidak membuat kerusakan, tapi yang kudengar dia berhasil mengambil apa yang dia inginkan. Oleh karena itu Tsunade-sama menaikkan tingkat keamanan desa menjadi siaga 1.”
“A—Akatsuki?! Apa yang mereka lakukan?!”
“Ia menculik jinchuuriki kyuubi, Uzumaki Naruto.”
“A—Apa?!” Sakura kemudian beranjak dari tempat itu.
“Kau mau ke mana, Sakura?!”
Sakura tak mempedulikan teriakan Kotetsu. Dia langsung berlari menuju ke menara Hokage. Dia harus mengunjungi shisou-nya di sana
‘Kenapa… Kenapa jadi begini?’
Sementara itu di persembunyian rahasia Akatsuki…
“Tadaima!”
“Madara-sama, anda telah tiba rupanya. Wah, sepertinya anda berhasil,” Zetsu si monster lidah buaya menyambut tuannya di pintu gerbang markas. Ia menyeringai ketika dilihatnya Naruto yang tak berdaya di pundak Madara.
“Ya, hahaha. Pertahanan mereka sangat payah. Kebetulan jinchuuriki ini sedang dalam kondisi tak bagus untuk bertarung. Baiklah tak usah menunggu lagi. Kita lakukan pengekstrakkan sekarang.”
“Hai!” jawab Zetsu.
Mereka segera masuk ke dalam dan membuat kekkai di sekitar tempat persembunyian.

0o0o0o0o0

Tsunade sedang mengumpulkan tim untuk melakukan penyergapan ke markas Akatsuki. Mereka ditugasi misi membawa pulang Naruto kembali dalam keadaan hidup-hidup.
“Beruntung Sai berhasil merobek sebagian kecil dari baju yang Naruto pakai. Aku membagi kalian dalam dua tim yang masing-masing beranggotakan empat orang. Kakashi, kau yang memimpin jalannya misi.”
“Hai, Wakarimashita.”
“Baiklah kalian boleh—.”
“Maaf, mengganggu!” tiba-tiba pintu ruangan Hokage terbuka. Dua orang anggota dewan petinggi Konoha ternyata yang datang.
“Koharu, Homura! Seharusnya kalian menunggu izin dariku untuk masuk. Kalian bahkan tak mengetuk pintu terlebih dahulu,” teriak Tsunade yang tidak senang dengan sikap kedua petinggi itu. Keadaan memang sedang kacau, kedatangan mereka hanya menambah permasalahan saja.
“Maaf, Tsunade. Kami sedang buru-buru. Ada yang harus kita bicarakan sekarang.”
Tsunade langsung mengerti apa yang mereka ingin diskusikan. “Tunggu sebentar, aku belum menyelesailan urusanku dengan anak buahku,” ucapnya tidak peduli.
Koharu sedikit kesal dengan alasan Tsunade itu. Ia tahu urusan Tsunade dengan anak buahnya telah selesai. “Berhenti berdalih, Tsunade! Desa sekarang dalam keadaan gawat. Ini karena kau yang lalai dalam melaksanakan tugasmu!”
BRAKK!!
Tsunade memukul keras meja di depannya, membuat semua orang di sana terkejut. “Aku masih banyak urusan! Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan omelan kalian!”
“Shisou!”
“Sa—Sakura?!”
Semua orang yang ada berada di ruangan Hokage terkejut melihat Sakura yang tiba-tiba masuk. Terlebih Tsunade lupa akan muridnya yang satu ini. Sepertinya masalah akan bertambah menjadi runyam.
“Shisou, aku dengar Naruto diculik oleh Akatsuki. Ba—Bagaimana bisa?”
Tsunade memandang iba muridnya yang terlihat panik itu. Bisa dilihatnya baju merah Sakura yang terlihat basah karena peluh mengguyur tubuhnya. Tsunade pun mencoba menenangkan Sakura. “Aku belum bisa menjelaskannya padamu sekarang, Sakura. Tenang saja aku telah membentuk tim khusus untuk menyelamatkan Naruto.”
Sakura mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang berada di sana. Ia tak ingin berdiam diri. Ia harus ikut juga dalam misi penyelamatan Naruto. “Shisou, aku mohon tolong masukkan aku juga ke dalam tim.”
“Tapi kau baru saja sampai, Sakura. Kau pasti keca—.”
“Tidak, shisou! Aku harus menyelamatkan Naruto! Aku telah menemukan obat untuk menyembuhkan lukanya.” Sakura kemudian mendekati Tsunade. Ia menatap gurunya itu dengan mantap. “Kumohon, shisou.”
Sejurus Tsunade terlihat berpikir, rasa-rasanya tak baik jika dia menolak permintaan Sakura. Muridnya ingin menyelamatkan teman se-timnya. Jadi tak ada salahnya apabila Sakura juga ikut dalam misi. “Baiklah, Sakura kau masuk ke dalam tim. Ino, Sakura yang menggantikan posisimu sebagai ninja medis dalam tim.”
Ino pun mengangguk.
Kemudian Sakura menghampirinya. “Ino, tolong berikan obat ini pada Sasuke-kun.” Sakura menunjukkan pada Ino sebuah botol obat hasil racikannya kemarin. Semua orang di ruangan memandang Sakura dengan rasa penasaran.
“I—Ini obat apa Sakura?” Tanya Ino.
Tsunade pun jadi ikut bertanya. “Kau menemukan ramuan apa, Sakura?”
Sakura lalu mengeluarkan sebuah buku bersampul merah dari ranselnya. “Aku menemukan tanaman ajaib dari buku ini, shisou. Maafkan aku, buku itu tidak sengaja terselip di buku obat milik shisou.”
Tsunade lantas membuka lembaran buku tersebut. Ia terbelalak kaget ketika melihat isi dari buku tersebut. “Sakura, ka—kau?”
“Tenang saja, shisou. Aku hanya membaca sampai di halaman tentang bunga mawar merah itu. Sisanya belum aku sentuh sama sekali. Maafkan kelancanganku, shisou.”
Tsunade menghembuskan nafasnya perlahan. Ia cukup lega karena rahasia penting di dalam buku itu tidak diketahui oleh Sakura. Tsunade sendiri tidak tahu buku itu tersimpan di rak buku obatnya. “Ya, sudahlah. Kau kumaafkan, Sakura. Baiklah, kalian boleh pergi.”
Para shinobi yang berada di sana membungkukkan badan pada Tsunade, lalu segera meninggalkan ruangan. Namun Sakura belum juga beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Ino.
“Ino, aku belum yakin apakah obat ini bisa menyembuhkan Sasuke-kun atau tidak, tapi tolong coba kau campurkan bubuknya dengan air, lalu oleskan pada luka di dada kiri, Sasuke-kun. Ramuannya bisa menyerap sampai ke dalam pembuluh darah. Aku menyediakan satu botol lagi untuk Naruto.”
“Ba—Baiklah,” ucap Ino menyanggupi.
Tsunade hanya menatap tak percaya apa yang ditemukan muridnya. Ia tahu betul bunga mawar merah itu, dan ia sendiri telah mengetahui lebih dulu keajaiban yang dimilikinya. Tsunade menjadi lebih optimis, dengan begitu tanpa pendonor jantung Sasuke bisa hidup kembali sehingga Naruto tak perlu lagi mendonorkan jantungnya untuk keturunan Uchiha terakhir itu. Dan semoga saja mereka bisa menyelamatkan Naruto, karena ia pun memiliki kesempatan untuk sehat sedia kala.
“Sakura, ayo kita pergi,” ajak Yamato yang menunggu Sakura di daun pintu.
“Hai!” Sakura hendak beranjak dari sana, namun Ino memanggilnya.
“Sakura…”
“Ya?”
“Kau… Pasti bisa menyelamatkan Naruto,” ucap Ino.
Sakura tersenyum. “Hai, terima kasih, Ino.”
Ino memandang lara sahabat sekaligus rivalnya itu. Lalu ia menyadari Shikamaru sedang menatapnya tanpa ada ekspresi di wajahnya. Shikamaru beranjak untuk pergi menjalankan misi.
Ino menundukkan kepalanya. Ia masih tidak enak hati dengan Shikamaru karena kejadian tadi malam. Ia pun segera meninggalkan ruangan Hokage untuk menuju ke rumah sakit Konoha.
Kini yang ada di ruangan itu hanya tinggal Koharu, Homura, dan Tsunade.
“Baiklah, Tsunade. Langsung saja, kami ingin meminta pertanggungjawabanmu atas tertangkapnya jinchuuriki kyuubi ke tangan Akatsuki.”
Tsunade menatap tajam Koharu dan Homura, ia sama sekali tidak takut menghadapi ceceran dua orang tua anggota dewan petinggi Konoha itu.

0o0o0o0o0o0

Madara berdiri di sebuah tanah luas, lalu meletakkan Naruto di atasnya. “Kuchiyose: Gedou Mazou!” Ia meng-summon sebuah patung yang biasa Akatsuki gunakan untuk mengekstrak bijuu dari tubuh jinchuuriki. Mereka telah berhasil mengambil kedelapan bijuu, oleh karenanya memang hanya kyuubi yang tersisa.
Beberapa waktu yang lalu Kisame berhasil menangkap hachibi dengan perjuangan yang cukup merepotkan. Kini mereka memang hanya tinggal bertiga, namun bahaya tetap saja akan mengancam kehidupan dunia shinobi. Tinggal satu bijuu lagi yang belum mereka kumpulkan, maka setelah ini Akatsuki sudah tak bisa lagi dibendung kekuatannya.
‘Sebentar lagi… Sebentar lagi, aku akan membalaskan dendamku pada Konoha. Dunia shinobi akan bertekuk lutut kepadaku, akan kuciptakan kedamaian mengerikan untuk mereka. Fufufufu.’ Madara membayangkan mimpi-mimpi lamanya yang sampai saat ini belum terwujud. Ia memperhatikan Zetsu dan Kisame. Tampaknya mereka sudah siap.
“Baiklah, karena kita tinggal bertiga mungkin butuh waktu 5 hari untuk mengekstraknya. Zetsu jangan lupa dengan tugas mengintaimu. Aku telah mengatur kekkai di luar goa dengan gogyu kekkai. Mereka bisa terbakar ketika menyentuh kekkai itu. Kalian siap?”
“Ya.”
“Fuuinjutsu: Genryuukyuu…”
ZRATT!!!
Belum selesai Madara merapalkan fuuinjutsu-nya, matanya menangkap sosok hitam yang bergerak sangat cepat melintas di depan matanya. Konoha? Tidak mungkin akan sampai secepat itu. Karena Madara sendiri menggunakan shunshin untuk kembali ke markasnya. Lagipula Zetsu akan melapor jika ia menemukan ada tamu tak diundang yang akan mengganggu aktifitas mereka pada jarak 3 km.
“Ugh!” Zetsu menggenggam tangan kirinya. Setangkai mawar merah menusuk di telapak tangannya. Belum sempat ia mencabut tangkai mawar itu, ia langsung jatuh ke tanah.
“Eh?” Madara terkejut dengan kejadian itu. Ia melihat disekelilingnya. Tapi tak ada siapa-siapa.
Kisame menyiapkan samehada-nya untuk menyerang.
Kemudian Madara memeriksa keadaan Zetsu. Ia hendak mengambil mawar merah yang tertancap di telapak tangan shinobi pengintai tersebut. ‘Ini mawar beracun,’ ungkap Madara dalam hatinya. Ia pun kembali memperhatikan area di sekelilingnya. Tapi tetap tak menemukan apa-apa. Sharingan-nya ia aktifkan. Lantas matanya terbuka lebar ketika melihat Naruto tidak ada di tempat, di mana seharusnya ia berada.
“Apa ini? Seorang Uchiha lengah dari penjagaannya.”
Madara menoleh ke sembarang arah. Suara itu bergema sehingga Madara belum bisa memastikan dari mana asalnya. ‘Seorang wanita?’ Suaranya begitu halus bak bidadari. Merayu, tapi juga terdengar nakal. “Siapa kau?!”
“Hmmm? Akan kuberi tahu. Tapi aku ingin memberi penghargaan padamu dulu, Madara.”
“Huh?”
“Madara-sama. Dia ada di sana,” panggil Kisame sembari menunjuk ke arah lapangan. Suara itu samar-samar terdengar berasal dari sana. Ia hendak mengeluarkan jutsu airnya, namun Madara menahan Kisame dengan isyarat tangan.
“Tak kusangka kau bisa mengumpulkan kedelapan bijuu dengan merekrut para shinobi kriminal papan atas untuk membantumu. Tapi yang terakhir… Heeh, tidak akan kubiarkan.”
Lalu Madara melihat kelopak bunga mawar berterbangan di sekelilingnya. “Siapa kau sebenarnya?! Tunjukkan dirimu!” Tiba-tiba terdengar suara seperti burung elang yang menggelegar di pantulkan oleh tebing-tebing goa. Mata sharingan-nya melebar seketika, “Suara hewan ini?”
Lantas sosok yang Madara inginkan muncul pun memperlihatkan wujudnya.
Duduklah seorang wanita di atas burung elang besar yang tingginya sekitar 4 meter. Sebagian wajahnya tertutup hingga bagian hidung. Rambut merahnya diurai menjuntai ke bumi. Mata scarlet-nya yang mengkilap, menatap tajam Madara. Wanita itu menggenggam sebilah pedang samurai di tangan kanannya. Posenya sungguh memukau. Dengan posisi menyamping, ia tekuk kaki kanannya ke punggung burung elang itu. Penampilannya buat orang yang melihat terpikat. Walau ia memakai boot hingga betis, tapi pahanya yang putih mulus terpampang dengan indah.
Kisame sendiri langsung salah tingkah melihat penampilan wanita itu. Bidadari atau manusia biasa, ia tak tahu. Yang jelas wanita ini sangatlah menarik. Jika ia menunjukkan wajahnya yang tertutup, Kisame tak bisa membayangkan apa reaksinya nanti.
“O hisashiburi de ne, Madara,” ucap wanita itu. Lantas tiba-tiba bulu burung elang itu terlihat menyala-nyala terbungkus api merah. Ia membentangkan sayapnya. Cahayanya yang panas membara menerangi goa yang redup. Dari mahkota dikepalanya, lalu bulu-bulu panjang di ekornya, Madara langsung mengetahui hewan apa itu. Elang itu bukanlah hewan summon biasa.
“Pelindung api. Penjaga selatan bumi… Suzaku sang Dewa api. Tapi kupikir dia tak sekecil itu,” ejek Madara.
Wanita itu memincingkan matanya. “Apa boleh buat, goa ini terlalu sempit untuk Suzaku-sama menunjukkan ukuran aslinya.”
‘Cih, Suzaku yang asli sangatlah besar. Konon sayapnya membentang dari ujung bumi hingga ke ujung lain sampai bertemu. Lelucon apa ini? Hewan itu tak mungkin ada di sini.’ Madara sangat mengenal hewan itu. Karena saat perang besar dulu ia berambisi untuk dapat mengendalikan hewan buas tersebut—yang ia dengar buasnya melebihi para bijuu. Tapi hewan itu tidak mudah untuk ditundukkan.
“Dulu kau sangat ingin bisa mengendalikannya, ‘kan Madara? Tapi apa boleh buat, Suzaku-sama tidak menginginkan kau menjadi tuannya. Ia menginginkan seorang Uchiha yang lain.”
Madara mencoba menebak siapa wanita ini. “Kau…seorang Uzumaki?” Seingatnya hewan-hewan titisan dewa tersebut adalah milik klan Uzumaki. Tapi, klan Uzumaki juga tak bisa mengendalikan hewan itu. Mereka hanya dijadikan para penjaga desa mereka yang tertutup untuk orang asing.
Wanita itu tertawa pelan. “Ya, begitulah.”
Madara berpikir sejenak. “Seorang Uchiha yang kau harapkan bisa mengendalikan Suzaku sudah mati! Lagipula mustahil bagi klan mana pun untuk mengendalikan hewan buas itu!”
“Kau pikir begitu? Kau salah, Madara. Kau bisa memperhatikannya, Suzaku-sama menurut kepadaku.” Wanita itu membelai bulu hewan itu dengan perlahan.
“Aku tak peduli dengan omong kosongmu! Klan Uzumaki telah punah, itu yang aku tahu! Dan satu lagi yang tersisa… Hh, aku tak tahu apa dia benar-benar Uzumaki atau bukan.”
Wanita itu mengerti apa yang dimaksud ‘Uzumaki yang tersisa’ oleh Madara. “Naruto adalah bagian dari Uzumaki. Darah yang mengalir di dalam tubuhnya, tak jauh berbeda dengan darah yang mengalir dalam tubuhku.”
“Huh?”
“Masih banyak rahasia dari klanku yang kau tidak mengetahuinya. Klanku belum hancur sepenuhnya, Madara. Kami akan kembali menyelesaikan tugas kami yang belum terselesaikan.”
“Tugas?”
“Keempat dewa pelindung telah bangkit. Bijuu-bijuu itu akan dikembalikan ke tempat di mana mereka berasal. Kau tidak akan pernah berhasil melaksanakan misi gilamu.” Kemudian wanita itu menyingkap penutup mulutnya.
Madara mengenal siapa wanita itu, sontak ia meneriakinya. “Namikaze Kushina?! Bagaimana kau bisa hidup? Seharusnya kau telah mati sewaktu aku mengeluarkan kyuubi dari tubuhmu dulu!”
Kushina memasang senyum simpul di wajah ayunya. “Aku hanya ingin menyelamatkan anakku yang kau tangkap itu. Lagipula aku abadi sepertimu, Uchiha Madara.”
“Ja—Jadi jinchuuriki kyuubi itu…” Madara tersentak kaget, berarti dulu Hokage Keempat menyegel kyuubi ke tubuh anaknya sendiri. “Dan kau ini abadi? Aku tak mengerti apa yang kau maksud.”
Selesai Madara berbicara, Kushina tiba-tiba muncul di sebelahnya. “Kalau begitu akan kubuat kau mengerti apa yang aku maksud.” Lantas ia mengayunkan pedangnya pada Madara dari bawah ke atas.
“A—Apa? Sejak Kapan…?”
ZRATT!!!
“Ugh!” Madara berhasil menghindar tetapi bahunya sedikit tergores oleh pedang itu.
“Kau lupa mengaktifkan jutsu pelindung tubuhmu, Madara.” Kushina melesat cepat ke arah Madara lagi, lalu mengayunkan pedangnya ke kanan dari kiri bawah.
TRANGG!!
Madara berhasil menangkis serangan Kushina dengan kunai di tangannya. “Hh, kalau itu maumu. Kita bisa bermain-main sebentar,” ucapnya sembari tersenyum.
“Siapa takut?” ujar Kushina yang tak gentar menghadapi Madara. Ia memutar pedangnya, lalu menghunus pedang itu ke arah pinggang Madara. Namun tiba-tiba Madara menghilang.
Kushina langsung melihat ke arah kiri dan kanannya.
Madara lalu muncul di sebelah kiri Kushina. “Aku di sini, Nyonya manis.” Madara hendak menggores bahu Kushina dengan kunai di tangan kirinya. ‘Sepertinya dia memang ahli dalam kenjutsu, gerakan-gerakannya tampak dibuat indah seperti menari. Aku harus hati-hati kalau begitu agar tak hilang konsentrasi.’
Kushina yang mengetahuinya segera melempar pedangnya ke atas, lalu salto dua kali ke arah kanan dengan cepat. Ia mengambil pedangnya kembali, berjongkok sembari menyentuh tanah dibawahnya.
“Sense-mu cukup tajam juga ternyata.”
Kushina tahu Madara akan melakukan shunshin lagi. Tapi sebelum itu dengan cepat ia melontarkan sesuatu ke arah tangan kanan Madara yang sedang menggenggam kunai.
“Apa?!” kejut Madara. Kunai-nya jatuh ke tanah. Madara memperhatikan tangannya yang tiba-tiba mati rasa. Ia lalu terbelalak kaget melihat setangkai mawar merah tertancap di tanah dekat kakinya.
“Hm? Sedikit meleset, ya? Beruntung kau hanya tergores oleh tangkai durinya. Kalau tertancap di tanganmu bisa-bisa kau seperti anak buahmu yang tidak akan terbangun selama seminggu.”
“Ka—Kau?” Mawar merah beracun itu melukai tangan kanan Madara.
“Dan tampaknya, kau tidak akan bisa menggerakkan tanganmu itu selama seminggu,” ujar Kushina sembari tersenyum. Kushina kembali melesat karah Madara.
Melihat tuannya terpojok, Kisame tidak tinggal diam. “Suiton: Bakusui Shōha!!” Kisame mengeluarkan ledakan air dari mulutnya ke arah Kushina.
Kushina menoleh ke arah belakangnya. “Eh? Aku tak menyadari keberadaanmu.” Kushina melayang di udara, menggunakan chakra-nya untuk hinggap di langit-langit goa. Ia menatap nanar air yang akan menyerangnya, lalu menancapkan pedangnya dengan cepat ke langit goa. Kebetulan ia memiliki chakra air juga. Ia membuat segel tangan secara berurutan. “Suiton: Suijin—” Namun belum selesai Kushina merapalkan jutsu-nya ternyata sebuah tembok tanah muncul di depannya.
“Doton: Doryuuheki!” Air yang menyerang Kushina terhalang tembok tanah yang liat, kemudian air itu bercampur dengan tanah dan melumer ke bawah.
Kushina memadang ke sebelah kirinya. Ia tersenyum melihat siapa yang berdiri di sana. “Kau datang disaat yang tepat, Rin.”
“Cih, ada yang lain rupanya. Kisame! Berdiri di sampingku!” teriak Madara sembari melihat sosok yang tiba-tiba datang itu. Dan untuk kesekian kali, ia dibuat tak berkutik karena sesuatu hal yang tak disangka-sangka muncul di depan matanya.
“Nee-sama, di mana Suzaku-sama? Bukankah tadi dia bersamamu?”
“Ya, seperti biasa. Dia pasti kabur ketika berhadapan dengan air,” ujar Kushina sembari cekikikan.
Wanita lain—yang bernama Rin itu—penampilannya tak jauh berbeda dengan Kushina. Ia memakai obi hitam tanpa lengan. Rambutnya yang panjang diikat rapi menyerupai ekor kuda. Tapi bukan hal itu yang membuat Madara terkejut. Melainkan seekor harimau putih yang ditunggangi oleh wanita bermata coklat tersebut.
RAWWRR!!!
Harimau itu mengaum dengan kerasnya, memasang posisi ingin menerkam. Di bagian dahinya terdapat permata hitam yang berkilauan.
“Pelindung Tanah… Penjaga bagian barat bumi. Byakko sang Dewa Tanah.” Madara menelan ludahnya sendiri. “Ka—Kalian… Siapa kalian sebenarnya? Setahuku hewan-hewan itu tidak bisa disummon oleh manusia biasa.” Madara menatap dengki Kushina. Dulu salah satu seorang Uzumaki yang dikenalnya menawarkan Suzaku untuk dikendalikan olehnya. Namun apa daya, hewan itu begitu pongah hingga tak mau tunduk pada siapa pun.
“Ini peringatan untukmu, Madara. Kita akan bertemu di perang dunia keempat shinobi nanti. Persiapkan pasukanmu!” Kushina melayang rendah di udara, mendarat ke tempat sebelumnya ia berpijak.
Madara terlihat muak dengan keadaannya ini, amarahnya seketika memuncak. “Tak perlu menunggu sampai nanti. Sekarang juga kalian akan aku hancurkan.”
Mendengarnya, Kushina sontak memperhatikan gerak-gerik Madara. Sharingan di matanya melebar, Madara akan mengeluarkan jutsu pamungkasnya.
“Amaterasu!”
Dalam sekejap api hitam itu melalap Kushina. Ia merunduk ke tanah.
“Nee-sama!” teriak Rin. Ia ingin menolong kakaknya itu, tapi Byakko malah membawanya lari menjauh dari api amaterasu. “Byakko-sama, kenapa menghindar?”
Madara menyeringai kejam, ia yakin Kushina takkan lolos dari serangan amaterasu-nya. Namun ia melihat ada yang nadir dari amaterasu yang dikeluarkannya. Lamat-lamat api hitam itu mati, dan digantikan dengan kehadiran api lain. Madara tak melihat sosok Kushina di sana. Yang dilihatnya adalah sayap api menyala-nyala membentang dengan gagahnya.
Suzaku mengeluarkan suara melengking tajam, membuat goa berguncang hebat. Batu-batu kecil maupun besar berjatuhan dari langit-langitnya. Hewan itu kelihatan murka. Ia mulai memperlihatkan kekuatannya.
Madara mengembalikan patung gedou mazou kembali ke tempatnya sembari menutup telinganya. Bisa-bisa patung yang terdapat kedelapan bijuu di dalamnya hancur terkena langit goa. Suara lengkingan Suzaku membuat gendang telinganya nyaris pecah. ‘Ugh, sepertinya dia memang Suzaku sungguhan. Kalau bukan, hewan itu tak akan bisa mematahkan jurus amaterasu dan gogyu kekkai-ku. Pantas saja Kushina dengan mudah masuk ke sini tanpa sepengetahuanku.’
Kisame segera membawa Zetsu ke tempat aman. Ia tak berkutik melihat markas rahasia organisasinya luluh-lantak. Wanita itu tak bisa dianggap remeh ternyata.
“Jadi hanya ini kekuatanmu, Madara?” Tanya Kushina yang berdiri di depan Suzaku, menantang Uchiha bertopeng itu dengan berani. Gemuruh goa lambat laun mulai lindap.
Madara kembali menatap Kushina. Ia memandang iri hewan buas yang ada dalam kendali si rambut merah itu. ‘Harusnya dulu aku bisa mengendalikannya. Sial!’ umpatnya dalam hati.
“Baiklah, urusanku padamu hari ini telah selesai. Aku telah mendapatkan yang aku mau. Maaf markasmu jadi hancur begini,” ujar Kushina sembari tertawa terpingkal.
Madara hanya bisa menatap muak si rambut merah itu. Kali ini tampaknya ia harus mengalah. Tangan kanannya tak bisa digerakkan, ia tak akan bisa bertarung menggunakan segel tangan untuk sementara ini.
“Ah, ya. Kau ingin tahukan mengapa aku tidak mati ketika kau mengeluarkan kyuubi dari tubuhku? Akan aku tunjukkan kalau begitu…”
Kemudian cahaya kemerahan berpendar disekitar Kushina. Lamat-lamat cahaya itu meredup, memperlihatkan wujud aslinya. Sekarang yang dilihat Madara adalah sosok manusia yang kedua matanya penuh kerlipan bintang, tak memiliki kornea seperti klan Hyuuga. Telinganya sedikit runcing di ujung daun. Auranya yang kuat membuat bulu kuduk berdiri ketika melihatnya. Bukan karena takut atau mengerikan, melainkan karena begitu mempesonanya makhluk itu.
“Ca—Cantiknya…” ucap Kisame yang tersihir oleh kecantikan makhluk itu. Dari wujudnya saja Kisame bisa menyimpulkan bahwa Kushina bukanlah manusia biasa.
“O—Omae wa… Yousei da?!” ujar Madara tergagap-gagap.
Kushina mengangguk. “Kau pasti tahu tentang legendanya ‘kan, Madara?”
Madara tak berkutik dibuatnya, tapi dalam hati ia merutuk. Ia sangat mengetahui legenda makhluk yang bernama yousei itu, dan kali ini dia sadar bahwa rencananya tidak mudah dilaksanakan begitu saja.
“Sekarang aku mengerti untuk apa kalian memperlihatkan hewan-hewan itu di hadapanku.”
“Ya, bijuu-bijuu itu akan kembali ke tuan mereka masing-masing.” Rambut merah Kushina yang terurai, berkibar karena angin yang masuk ke dalam goa. Anting mawar merahnya terlihat berkilauan ketika ia mengatakan hal itu.
“Cih, aku tak tahu kalau kalian adalah bagian dari klan Uzumaki.”
“Tentu saja. Klan Uzumaki adalah klan yang ahli dalam fuuinjutsu. Yousei atau Uzumaki mereka adalah sama.”
‘Begitu rupanya… Aku kurang informasi. Setelah ini aku akan mengumpulkan informasi tentang mereka,’ ujar Madara dalam pikirannya.
Kushina menaruh katana-nya kembali ke pinggang kirinya. “Aku masih punya banyak urusan. Sayonara, Madara. Sampai jumpa dilain waktu.” Kushina pun menghilang dari hadapan Madara. Diikuti dengan Rin, dan kedua hewan titisan dewa yang lipur bersama hembusan angin.
Madara mengepalkan tangannya melihat kepergian para pengganggu itu. Padahal sedikit lagi ia dapat mengumpulkan kesembilan bijuu, namun ada saja yang menghalanginya.
“Ku—Kuso!”

0o0o0o0o0

“Naruto…” Kushina membaringkan Naruto di tepi sungai—di bawah jembatan tenchikyou dekat Kusagakure. Ia sengaja membawa lari Naruto sampai sejauh itu agar jejaknya tak tercium oleh Madara. Energi kehidupannya nyaris habis, ia memang tak bisa lama-lama berada di luar desanya.
Kushina mengguncang bahu Naruto perlahan. Lantas ia belai rambut kuningnya dengan perlahan. “Bangunlah, Naruto,” ucapnya lirih. Bercak-bercak darah terlihat di sekitar bibir Naruto. Kushina memperkirakan bahwa Madara sempat menghajarnya sebelum berhasil menangkapnya. Ia jadi menyesal mengapa tadi tidak menghajar Madara hingga remuk-redam.
“Rin, tolong periksa keadaannya.”
Beruntung adik angkatnya itu adalah seorang ninja medis yang cukup handal. Kushina sendiri tidak ahli dalam obat-mengobati. Rin melakukan pemeriksaan luka di tubuh Naruto. Dan hasilnya, “Tulang iga, dan 3 tulang rusuknya patah. Dinding lambung robek. Lalu… Nee-sama! Lihat kakinya!”
Kushina memperhatikan luka di kedua kaki Naruto. Lalu ia mengatupkan kedua matanya, tak berani melihat pemandangan itu.
“Nee-sama, kedua kakinya harus diamputasi. Bagaimana ini?” Tanya Rin prihatin. Luka di kedua kaki Naruto semakin parah—nyaris membusuk sehingga Rin memutuskan hal mengerikan seperti itu.
Lantas Kushina membuka matanya kembali. Ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Naruto sekarang. “Apa boleh buat? Aku akan membuka segel Yang Naruto.”
“Kau serius, nee-sama?! Tapi nanti dia—.“
“Aku tak mempunyai pilihan lain, Rin. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menyelamatkannya.”
“Kau yakin itu, nee-sama? Naruto sudah terbiasa hidup bersama manusia biasa. Apa nanti mereka bisa menerima Naruto yang berbeda dari mereka?”
“Naruto sudah terbiasa hidup sebagai jinchuuriki, Rin.”
Rin terkesiap mendengarnya. Ya, dia lupa Naruto adalah seorang jinchuuriki. Dia tahu betul perlakuan apa yang diterima oleh kebanyakan jinchuuriki, karena Kushina—kakak angkatnya sendiri—pernah mengalami hal yang sama.
Kushina menatap lembut Naruto. “Dia tetap bisa hidup bersama orang-orang yang berharga baginya, terlebih jika salah satunya ada yang mencintainya. Dan Naruto juga mencintai orang itu tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada.”
“…” Rin tampak merenung. Ia teringat seorang temannya dulu yang telah lama tak ia jumpai.
“Ayo, Rin kita pulang. Aku akan melakukan ritual pelepasan segel di desa.”
“Nee-sama, bagaimana dengan shinobi Konoha? Mereka pasti sedang mencari Naruto.”
“Biarkan saja Naruto dianggap menghilang atau mati oleh Konoha. Kalau sudah waktunya, kita akan menampakkan diri di sana. Yang penting aku harus merawat Naruto hingga lukanya sembuh.” Kushina lalu mengusap pelan lekuk wajah Naruto. “Setidaknya dia tahu, jika dia masih memiliki seorang ibu.”
“Baiklah kalau begitu.” Rin membentuk segel tangan secara berurutan. Lantas terlihat cahaya kuning berbentuk lingkaran di depan mereka berdua. Mereka masuk ke dimensi lain yang langsung mengantarkan mereka ke tempat asalnya.

0o0o0o0o0

“Madara-sama, aku tak mengerti apa yang tadi wanita itu bicarakan.”
“Nanti saja kuceritakan padamu. Sekarang kita harus membuat rencana untuk menghadapi shinobi Konoha yang akan menyelamatkan Naruto. Mereka pasti akan segera datang. Satu tanganku tak bisa digerakkan aku tak bisa bertarung menghadapi mereka kalau seperti itu. ”
“Apa rencana anda, Madara-sama?”
Madara menyeringai kejam. “Aku akan melakukan lelucon konyol pada mereka. Kisame, carikan aku mayat. Atau kau bisa membunuh seseorang dan bawakan jasadnya kepadaku.”
“U—Untuk apa?”
Madara mengaktifkan sharingan-nya. “Nanti juga kau akan mengetahuinya…”

Bersambung…



Yousei : Peri
Okay, ceritanya jadi aneh begini ==a. Elven bilang saja, cerita Heart ini akan segera berakhir. Rushing banget ya? Tenang saja memang ceritanya belum selesai kok. ^^ Tunggu kabar di chapter depan ya? Elven rencana mau cari sesuatu yang baru, jadi mungkin nanti ceritanya bakal lebih ke romance/adventure. Scene fightingnya juga masih pemanasan hehe, jadi memang tak dibuat ribet. Tahu film Azumi yang diperanin Aya Ueto? Kenjustu Kushina kurang lebih seperti itulah .
Elven memang tak bunuh Kushina di sini. Elven sedikit tak menerima kenyataan kalau Minato dan Kushina mati ;_;. Makanya elven jadiin Kushina masih idup. Btw elven mang suka cerita2 fantasi kayak LOTR ama Harry Potter, makanya cerita di chapter rada2 mirip sama salah satu film favorit elven ini. Jadi sedikit OOC ya?
Kalau begitu, kritik dan saran dipersilahkan ^^.

Share:

2 komentar